Serry menatap Xander yang tengah melajukan mobil dengan raut wajah nampak berbeda. Sejak di restoran tadi, kekasihnya itu lebih banyak diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dalam hati, entah kenapa Serry seperti merasakan sesuatu. Sesuatu hal yang sudah lama mengusik hati dan pikirannya. Bahkan membuat keresahan muncul dalam lubuk hatinya terdalam. “Apa kau memikirkan Audrey, Xander?” tegur Serry dengan nada pelan namun tersirat menuntut Xander untuk menjawabnya.Xander terdiam sejenak mendengar pertanyaan Serry. Perlahan, laju mobil Xander diperlambat. Aura wajah dingin melekat. Sepasang iris mata cokelat Xander berkilat memendung sebuah rasa yang bercampur. Marah, kesal, penyesalan, bersalah, semua telah melebur menjadi satu.“Aku dan Audrey dulunya adalah sepasang suami istri. Kalau sekarang kami kembali bertemu, pasti aku memikirkan kabarnya. Selain itu Audrey dan aku tumbuh besar bersama. Jadi hal normal kalau aku memikirkannya,” tukas Xander menegaskan dan penuh penekanan.Se
Cuaca pagi hari begitu dingin akibat salju turun cukup lebat. Jendela apartemen Audrey telah mengumpul salju di sana. Biasanya jika di Jepang, Audrey akan bermain bola salju dengan putra kesayangannya. Namun, kali ini Audrey harus menahan diri tak bermain dengan putranya. Setelah semua pekerjaan selesai di Roma, maka Audrey akan segera kembali ke Jepang.“Audrey! Astaga gawat, Audrey! Matilah aku!” Dakota menerobos kamar Audrey dengan wajah yang begitu cemas dan takut.“Ada apa, Dakota? Kenapa kau berteriak-teriak seperti orang hutan?” Audrey menatap dingin Dakota yang berteriak-teriak tidak jelas.Dakota menggigit kukunya seraya mondar-mandir tidak jelas di hadapan Audrey. Terlihat raut wajah Dakota begitu panik dan cemas. “Audrey, aku baru saja dimarahi Paman Athes. Astaga, Paman Athes tampan kenapa galak sekali? Bagaimana ini, Audrey? Paman Athes marah padaku.”“Ayahku marah padamu? Kenapa, Dakota? Memangnya kau berbuat salah apa sampai ayahku marah padamu?” Kening Audrey mengerut,
Audrey menatap bingung sekaligus sedikit terkejut kala Xander membawanya ke sebuah penthouse asing. Penthouse ini belum pernah Audrey datangi sebelumnya. Pun, Audrey tak mungkin lupa penthouse pribadi milik Xander.Benak Audrey mulai menerka-nerka, mungkin saja penthouse ini adalah penthouse baru Xander. Itu yang ada di dalam benak Audrey. Tak mungkin Xander membawanya ke apartemen yang dulu mereka tempati. Pasti Serry sudah tinggal di apartemen milik Xander itu.“Xander, kenapa kau membawaku ke sini?” tanya Audrey dingin dan sorot mata lekat serta penuh tuntutan pada Xander.“Ini penthouse baruku. Aku tinggal di sini sekarang.” Xander membawa Audrey duduk di sofa, lalu pria itu meminta pelayan membawakan kotak obat.“Tinggal di sini? Kenapa kau pindah?” Raut wajah Audrey berubah mendengar ucapan Xander. Manik mata abu-abu Audrey memancarkan jelas rasa penasarannya.“Karena aku ingin tinggal di sini. Aku ingin mencari suasana baru,” jawab Xander memberitahu seraya menatap hangat Audre
“Aku tidak tinggal dengan Serry. Aku tinggal di sini sendiri. Alasan aku pindah dari apartemen kita ke penthouse ini karena aku ingin tenang. Aku tidak ingin diganggu siapa pun. Hidupku benar-benar merasa kosong saat kau pergi, Audrey,” jawab Xander seraya menatap dalam manik mata abu-abu Audrey.Audrey terdiam mendengar semua kata-kata Xander. Audrey tak mengira kalau ternyata Xander tidak tinggal dengan Serry. “Aku pergi semua karena keinginanmu, Xander. Aku hanya ingin melihatmu bahagia.”Xander memejamkan matanya. “Tapi kenyataannya, aku tidak pernah merasakan kebahagiaan. Semua yang kau pikirkan salah, Audrey.”Mata Audrey nyaris berkaca-kaca. Buru-buru, Audrey segera menyeka air matanya. Audrey tak mau sampai Xander melihatnya menangis. “Aku harus pulang sekarang. Aku tidak bisa berlama-lama di sini.”Audrey bangkit berdiri dan hendak melangkah pergi. Namun, tiba-tiba tubuh Audrey berputar kala Xander menarik tangannya cukup keras. Refleks, Audrey terkejut bahkan dirinya tak bis
Audrey duduk di sofa kamar apartemennya seraya memeluk lututnya. Derai air mata Audrey tak henti berlinang membayangkan kejadian tadi, kejadian di mana Xander bersikap egois bahkan bertindak sesukanya.Ingatan Audrey pun seakan tergali akan masa lalunya. Masa lalu yang telah menghancurkannya. Bertahan di tengah luka hatinya bukanlah hal yang mudah. Rasa sakit yang Audrey alami lebih dari dirinya mendapatkan ribuan luka tusuk.Audrey tak pernah mengira kalau Xander akan terus mengusik hidupnya. Tujuan Audrey berada di Roma hanya karena ingin membantu Dakota menyelesaikan masalah pekerjaan. Tak pernah sedikit pun terbesit dalam pikiran Audrey untuk kembali melihat Xander. Audrey menyadari rasa cintanya pada Xander sangatlah kuat. Namun, cinta itu telah terselimuti rasa marah, kecewa, dan benci.“Apa sebenarnya yang kau inginkan, Xander? Bukankah aku sudah menuruti keinginanmu?” Bahu Audrey bergetar akibat tangisnya yang begitu pilu. Audrey terisak pelan. Sungguh, Audrey membenci dirinya
“Audrey, hari ini kau akan menemui kedua orang tuamu, kan?” Dakota bertanya seraya duduk di samping Audrey yang tengah menikmati sarapan. Wanita itu pun mengambil sandwich tuna yang ada di atas meja, dan memakannya perlahan. Seperti biasa, Dakota dan Audrey sarapan di kamar. Mereka berdua memang kurang menyukai sarapan di ruang makan. Hanya terkadang saja mereka akan sarapan di ruang makan.“Iya, hari ini aku akan menemui keluargaku, Dakota,” jawab Audrey pelan. “Jadwalmu hari ini apa, Dakota? Apa kau sibuk?” tanyanya ingin tahu.“Seperti biasa, aku bekerja dan bekerja. Sangat membosankan. Padahal aku sudah ingin sekali berlibur, tapi ayahku masih belum mengizinkanku berlibur. Lihat saja kalau aku sudah berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik, aku akan berlibur satu bulan. Aku ingin berjalan-jalan menikmati kehidupanku,” balas Dakota dengan senyuman di wajahnya.Benak Dakota saat ini hanya memikirkan tentang liburan. Dulu memang Dakota terkenal dengan hobby berlibur ke berbagai n
Waktu menunjukan pukul empat sore. Audrey tengah melajukan mobilnya. Audrey sudah pulang dari rumah kedua orang tuanya. Tadi, Audrey menikmati waktu bersama dengan kedua orang tuanya serta Frank. Tak banyak percakapan yang terjalin antara dirinya dan Frank. Hanya sesekali Frank menanyakan hobby Audrey. Frank dan ayahnya lebih banyak membahas tentang pekerjaan.Namun, sialnya di tengah-tengah obrolan pekerjaan, ayahnya itu meminta Audrey untuk membantu project baru ayahnya yang bekerja sama dengan Ewald Group. Audrey tahu ayahnya tidak memaksa tapi tetap saja ayahnya sekaan meminta dirinya untuk lebih sering bertemu dengan Frank Ewald. Yang Audrey harapkan adalah semoga dirinya tak lagi bertemu dengan Serry. Setiap kali melihat Serry hati Audrey selalu merasa seperti lukanya disiram oleh alkohol. Begitu perih dan menyakitkan.Mobil yang dilajukan Audrey mulai memasuki kediaman keluarga Foster. Ya, Audrey menuruti keinginan orang tuanya yang meminta dirinya untuk bertemu dengan Marco da
Angela menatap para pelayan yang tengah menghidangkan hidangan makan malam ke atas meja makan. Khusus malam ini, Angela menyiapkan banyak menu makanan lezat yang dirinya buat sendiri.Makan malam kali ini akan terasa berbeda karena kehadiran Audrey di tengah-tengah keluarga intinya. Sungguh, Angela tak menyangka Audrey akan datang. Bahkan tak hanya datang untuk sekedar mampir, tapi Audrey juga akan menginap.Hal itu yang membuat Angela sejak tadi terus melukiskan senyuman bahagia. Walaupun sekarang Audrey dan Xander telah bercerai, tapi Angela tetap dan selalu menganggap Audrey seperti putri kandungnya sendiri.“Nyonya Angela, dessert apa yang akan dihidangkan untuk makan malam?” tanya sang pelayan sopan pada Angela.“Hm, sepertinya pudding buah dan pudding cokelat saja,” jawab Angela hangat.“Baik, Nyonya,” kata sang pelayan begitu patuh.“Oh, ya, apa pelayan lain sudah memanggil suamiku, Xena, dan juga Audrey untuk ke ruang makan?” tanya Angela seraya menatap sang pelayan.“Sudah, N