Malam semakin larut. Kesunyian membentang kamar megah bernuansa merah muda dengan kombinasi silver. Lukisan-lukisan indah yang terpanjang di dinding kamar begitu memukau. Ditambah roma bunga lily bercampur dengan aroma vanilla lembut membuat ketenangan bagi orang yang mencium aroma itu.Audrey tertidur begitu pulas dan lelap di ranjang dengan selimut tebal membalut tubuhnya. Dia seakan sangat nyaman berada di kamar itu. Wajah cantik Audrey nampak tenang dan damai menunjukan wanita itu sangat nyenyak. Bahkan dikala pintu kamar terbuka, Audrey tak menyadari kalau ada yang masuk ke dalam kamarnya.Ya, Xander berdiri di ambang pintu kamar, menatap Audrey yang terlelap. Senyuman di wajah Xander terlukis. Tatapan pria itu menatap Audrey hangat. Sudah lama sekali Xander tak melihat Audrey tertidur pulas seperti ini. Jika dulu, Xander sama sekali tidak peduli kali ini berbeda. Xander benar-benar senang melihat Audrey terlelap persis seperti anak kecil. Xander menutup pintu kamar. Pria itu me
“Selamat pagi, Nyonya Audrey.” Seorang pelayan menyapa dengan penuh kesopanan pada Audrey yang baru saja keluar dari kamar. Tampak Audrey melukiskan senyuman ketika sang pelayan menyapa dirinya. Paras cantik Audrey begitu hangat. Penampilannya pagi ini sangat memesona dan segar. Dress berwarna putih serta rambut yang diikat model pony tail membuat Audrey tampil sangat memukau.Di mansion keluarga Foster memang Audrey memiliki kamar pribadi lengkap dengan barang-barang pribadi untuknya. Seperti tas, sepatu, dan juga dress. Jadi kalau menginap di sini, Audrey tak perlu membawa barang-barangnya lagi. Karena memang semua telah tersedia lengkap.“Pagi, apa Mommy Angela sudah bangun?” tanya Audrey seraya menatap sang pelayan.“Sudah, Nyonya. Nyonya Angela sekarang berada di dapur menyiapkan sarapan. Beliau bilang ingin menyiapkan sarapan khusus untuk Anda,” jawab sang pelayan memberitahu.Audrey menghela napas dalam mendengar apa yang dikatakan oleh sang pelayan. Audrey tak pernah ingin mer
“Xena, kenapa Audrey tidak bersama denganmu?” Angela menatap Xena dengan tatapan tegas, dan menuntut penjelasan pada putri bungsunya. Sejak tadi Angela curiga kenapa Xena hanya sendirian. Padahal sebelumnya, Audrey yang menghampiri Xena ke ruang kolam renang.Xena menekuk bibirnya tak berani menjawab. Kalau dia jujur, maka hanya akan mendapatkan omelan dari sang ibu. Tapi kalau dia tak jujur, maka dirinya pun akan mendapatkan masalah besar. Padahal tujuannya tadi karena ingin mengajak Audrey berenang saja.“Xena.” Marco menegur putrinya yang tak juga menjawab pertanyaan istrinya.“Aku tadi menarik kaki Kak Audrey, hingga tercebur ke kolam renang. Kalian jangan marah. Tujuanku hanya ingin mengajak Kak Audrey berenang saja.” Xena berucap jujur seraya mengerutkan bibirnya.Seketika raut wajah Angela dan Marco berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Xena. Tampak Angela dan Marco menatap dingin dan tajam putri bungsu mereka. Pancaran mata pasangan suami istri itu menunjukan kemarahannya.
Audrey mondar-mandir gelisah seraya meremas-remas ponsel di tangannya. Kekhawatiran dan kecemasan melanda wanita itu. Berkali-kali Audrey berusaha untuk tak cemas tapi tetap saja Audrey tidak bisa. Sebagai seorang ibu, mendengar anak sakit pasti Audrey tidak bisa tenang. Bahkan sejak tadi pikiran Audrey kacau dan panik.Selama ini jika Rikkard sakit, maka Audrey akan selalu di sisi putranya. Ini pertama kalinya, Audrey jauh dari putranya yang dalam kondisi sakit. Sungguh, kalau saja jarak Roma dan Tokyo dekat, sudah pasti Audrey akan berangkat kembali ke Tokyo.Sekitar lima belas menit lalu, Audrey sudah menghubungi kembali pengasuh putranya tepat dikala dirinya tiba di apartemen miliknya. Audrey meminta pengasuh Rikkard untuk memanggilkan dokter memeriksa keadaan putranya itu. Dan sekarang, Audrey mondar-mandir tidak jelas di dalam apartemen karena menunggu telepon dari sang pengasuh—yang akan melaporkan padanya kondisi kesehatan Rikkard. Audrey memejamkan mata singkat. Dalam hati,
“Xander, lepaskan aku! Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu. Kenapa kau membawaku ke penthouse-mu?” sembur Audrey emosi pada Xander. Ya, Audrey yakin Xander benar-benar sudah gila. Sungguh, Audrey tak menyangka kalau Xander akan membawanya ke penthouse pria itu.Xander tak merespon ucapan Audrey. Pria itu tetap menarik paksa tangan Audrey, membawa menuju kamar yang tak jauh darinya. Sontak, Audrey terus berontak sekuat tenaga. Walaupun Audrey tahu berontak adalah sia-sia, tapi Audrey akan tetap berusaha sekeras mungkin.Tiba-tiba tubuh Audrey tak seimbang. Heels yang dipakai wanita itu terlalu tinggi. Tubuh Audrey nyaris terjantuh, namun dengan sigap Xander menangkap tubuh Audrey.“Akh—” Kaki kanan Audrey terkilir sampai heels yang dipakainya terlepas. Beruntung, Xander sigap menangkap tubuh Audrey. Andai saja tidak, sudah pasti Audrey tersungkur di lantai. Xander menatap dingin heels tinggi yang terlepas. Tanpa banyak bicara, Xander membopong tubuh Audrey gaya bridal—memba
Audrey duduk di ranjang seraya menarik selimut tebal, menutup tubuhnya yang setengah telanjang akibat ulah Xander. Air mata Audrey tak sanggup lagi tertahan. Benak Audrey terus mengingat apa yang dilakukan Xander tadi. Sungguh, apa yang dilakukan Xander benar-benar menghancurkan hatinya. Audrey tak menyangka Xander akan melakukan hal itu dengan status mereka saat ini sudah resmi bercerai.Audrey telah melepas Xander, membiarkan Xander untuk menentukan pilihan hidupnya. Tapi kenapa setelah dirinya pergi malah Xander menariknya kembali. Memaksa Audrey untuk masuk lagi ke dalam tempat yang telah Audrey tinggalkan. Audrey tak mau terbelenggu pada masa lalu yang hanya menghancurkan hidupnya.“Aku membencimu, Xander. Sangat membencimu.” Audrey terisak sesegukan. Hati Audrey benar-benar merasa sangat sakit, seperti belati yang menusuk hingga ke relung hati terdalam.“Nyonya Audrey permisi.” Seorang pelayan melangkah menghampiri Audrey seraya membawakan nampan yang berisi makanan. “Nyonya, An
Xander duduk di kursi kerjanya yang ada di penthouse-nya seraya menegak wine hingga tandas. Jam di dinding menunjukan pukul 3 pagi, tapi hingga detik ini Xander tak kunjung beristirahat. Benak Xander tak henti mengingat perdebatannya dengan Audrey. Perdebatan yang tak memiliki solusi. Audrey terus memintanya untuk pergi, tapi sampai kapan pun Xander tak akan pernah melepas Audrey. Cukup tiga tahun Xander hidup tanpa Audrey. Xander tak ingin kembali di masa-masa berat ketika dirinya kehilangan Audrey.Sesaat, Xander memejamkan mata singkat. Pria itu meremas kuat gelas berkaki tinggi yang ada di tangannya. Buku-buku kuku Xander memutih akibat pria itu mencengkram kuat gelasnya. Yang Xander pikirkan sekarang adalah cara memutuskan hubungannya dengan Serry. Xander tahu dirinya telah melukai Serry karena telah memberikan harapan palsu, tapi Xander tak mungkin melepas Audrey. Hatinya hanya menginginkan Audrey, bukan yang lain.Ya, Xander menyesali kebodohannya di masa lalu. Andai waktu bisa
Audrey melangkahkan kakinya gontai memasuki apartemennya. Raut wajah Audrey begitu pucat. Mata dan hidung sembab akibat tangisnya yang tak kunjung reda. Sepanjang jalan menuju apartemen, benak Audrey mengingat Xander yang menggendong Serry. Bahkan raut wajah Xander menunjukan jelas kepanikan ketika melihat Serry mencoba bunuh diri.Audrey sengaja hanya diam kala Serry mencoba bunuh diri. Pasalnya Audrey ingin tahu respon Xander. Terbukti respon Xander menunjukan jelas kepedulian dan kepanikan akan terjadi sesuatu pada Serry. Katakanlah Audrey egois yang masih memiliki kecemburan pada Serry. Padahal Serry adalah kekasih Xander. Sedangkan dirinya hanya mantan istri yang tak akan pernah kembali bersatu dengan Xander.Audrey mengingat jelas ungkapan perasaan Xander. Setiap kalimat yang Xander ucap ingin memperbaiki semuanya tidak akan mungkin Audrey lupakan. Hanya saja ucapan Xander tak sesuai dengan kenyataan yang ada.“Mommy!” Tiba-tiba dikala Audrey baru saja masuk ke dalam apartemen,