Share

BAB 5 KAMU

“Kenapa disini!” pekik Zivana, terkejut.

Melihat Damar yang tiba-tiba saja di depannya membuat hati Zivana mencelos. Gadis itu sibuk menetralkan degup jantungnya bukan hanya karena kaget saja tetapi juga karena baru kali ini dia berdekatan dengan pria selain ayahnya.

“Maaf, aku mengejutkanmu ya?” kata pria bernama Damar itu. 

Matanya tak pernah lepas dari Zivana, sekecil apapun gerakan Zivana, seolah menjadi hal yang menarik bagi pria itu. Misalnya sekarang ini, saat Zivana sedang sibuk mengatur degup jantungnya. Dia mengelus dadanya agar degup jantungnya kembali normal. Damar menatap Zivana dengan senyum yang tak pernah pudar sedikitpun. Seolah itu adalah pemandangan langkah yang harusnya tidak dia lewatkan. Tanpa sadar Damar terkekeh. 

Zivana menatap pria itu aneh, semakin takut karena pria itu tanpa sebab tertawa sendiri. Namun dia penasaran sebenarnya apa yang membuat pria itu tertawa. Padahal sekarang ini tidak ada hal yang menurutnya lucu dan bisa ditertawakan. Tetapi dia enggan menanyakan hal tersebut.

Takut jika ibunya nanti melihat dan berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Bisa habis dia ditertawakan dan dikatai ibu dan kakaknya. 

“Nah kan senang kan? Pertama saja malu-malu sekarang malu-maluin.”

Kurang lebih kalimat seperti itu yang akan dia dengar keluar dari bibir kakak dan ibunya. Zivana bergidik ngeri membayangkan hal itu terjadi dengannya. Mau ditaruh mana harga dirinya di depan kakak dan ibunya. Lalu dia permisi untuk keluar. Tetapi Damar sengaja mengerjai Zivana. 

Saat Zivana ingin lewat sebelah kanan, pria itu mengikutinya. Begitu juga sebaliknya. Zivana mendengus kesal karena ulah Damar. 

“Saya mau lewat, tolong minggir!” kata Zivana ketus. 

Bukan menyingkir Damar malah senyum-senyum sendiri sambil pandangannya tak lepas dari Zivana. Baginya kini Zivana adalah mood booster untuknya. Sedangkan Zivana semakin melihat Damar seperti pria aneh.

“Gila kali ini orang, dari tadi senyam-senyum nggak jelas!” batin Zivana.

Tidak kekurangan akal, Zivana pura-pura melihat kebelakang dan berakting seolah dirinya sedang melihat ibunya. 

“Ibu!” pekiknya. 

Dan benar saja, pria itu spontan menoleh ke belakang. Zivana pun tidak melepaskan kesempatan untuk pergi dari sana selagi pria itu lengah. Begitu dia sudah melewati Damar, Zivana bersorak dan menjulurkan lidahnya ke Damar berniat mengolok karena telah tertipu olehnya. Bukan marah atau kesal, Damar malah tertawa terbahak-bahak karena tingkah konyol Zivana yang sangat lucu baginya.

Zivana segera pergi dari kamar itu dan menuju ruang tamu, duduk bersama ayahnya. Dia meraba jantungnya yang sedang berdegup tidak karuan. Dia merasa aneh dengan hal itu.  Sebelumnya dia juga memiliki beberapa teman pria di sekolah, tetapi Jantungnya tidak pernah seaneh sekarang ini. Belum sehari dia dekat dengan Damar, tetapi jantungnya selalu berdebar apalagi saat berdekatan dengan Damar tadi.  

“Kamu baik-baik saja, sayang?” tanya Ahmad.

Zivana tersadar bahwa sekarang dia sedang bersama dengan ayahnya. Tetapi jujur, hati dan pikirannya kini lebih banyak memikirkan pria itu. Pria bernama Damar itu aneh, karena setiap kali dia melihat pria itu. Dia selalu tersenyum ke arahnya. Bahkan di saat Zivana membuatnya kesal pun dia tersenyum kepadanya. 

“Tidak apa-apa, Yah. Apa benar dia pria yang akan dijodohkan denganku?”

Ahmad melihat dengan penuh perhatian kepada putri bungsunya itu. Dia mengangguk lalu tersenyum. 

“Bagaimana? Kamu menyukainya?” tanya Ahmad penuh selidik.

Zivana langsung menggeleng begitu mendengar ayahnya mengatakan hal yang tidak masuk akal itu.

"Apa dirinya menyukai pria itu?" pikir Zivana kembali. Lalu gadis itu menggeleng dengan kuat setelah berhasil mencerna ucapan dari ayahnya barusan.

“Tidak-tidak, itu tidak mungkin. Tetapi menurut ayah bagaimana?” tanya Zivana, kembali.

Zivana sengaja bertanya kepada  ayahnya itu demi membuatnya yakin bahwa pilihan orang tuanya tidak akan salah untuknya. Toh, menolak pun tidak akan menyelesaikan masalah, ibunya pasti akan terus memaksanya untuk menerima perjodohan itu. Sampai dirinya menyerah dan mengiyakan rencana perjodohan itu. 

Ahmad tersenyum kembali, lalu kemudian memberikan penilaiannya sebagai seorang ayah. 

“Kalau melihat dari orangnya, dia baik, ramah dan supel. Lalu dia juga terlihat pintar, bertanggungjawab dan menjunjung tinggi kesopanan. Tetapi kalau dari segi calon menantu ayah, dia masih harus berjuang untuk memenangkan hati seseorang agar dia bisa diterima dalam keluarga ini,” jelas Ahmad.

Zivana tidak mengerti dengan ucapan sang ayah. Terlihat dari keningnya yang berkerut saat mendengar perkataan ayahnya itu. Ahmad paham betul, bahwa putrinya itu tidak mengerti ucapannya. Sehingga kemudian dia mengulang kembali kalimatnya. 

“Dia masih harus memenangkan hati seseorang untuk bisa masuk ke dalam keluarga ini, baru ayah akan menyetujuinya.”

“Hah? Siapa?” tanya Zivana, masih tak mengerti.

“Kamu,” jawab Ahmad, sambil mencowel hidung putrinya itu. Lantas sang ayah beranjak dari duduknya untuk pergi ke kamar lebih dulu.

Zivana tersenyum ucapan ayahnya itu membuatnya tenang. Dari itu dia pun memutuskan untuk membuka hatinya dan berusaha mengenal pria itu. Karena kata orang, tak kenal maka tak sayang. Zivana memutuskan untuk membuka hatinya untuk mengenal lebih jauh tentang pria itu.

Akankah Zivana berhasil membuka hatinya?

Pucuk dicinta ulam pun tiba, niat hati Zivana seolah terjawab saat Damar datang kedepannya sambil mengulurkan tangan. Zivana bertanya untuk apa uluran tangan itu. Dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibinya, pria itu menjawab:

“Untuk cintamu,” katanya lembut, hampir tak terdengar.

Membuat mata Zivana terbelalak, mulutnya terbuka karena tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Sedangkan Damar hanya menatapnya penuh arti dengan senyum lembar menampakkan deretan giginya yang putih dan semakin membuat pria itu terlihat menawan di mata Zivana. 

"Kenapa pria ini sangat tampan sekali."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status