Share

BAB 5. SEMUA PASTI BAIK-BAIK SAJA

Aku bersiap menuju ke kantor cabang di Kota Balikpapan setelah menikmati sarapan pagiku. Ada beberapa masalah keuangan di kantor cabang Balikpapan yang mengharuskanku sebagai manager keuangan pusat harus turun tangan langsung dalam rangka megaudit laoporan keuangan cabang. 

Biasanya jika aku sudah turun tangan langsung seperti ini, beberapa pejabat di kantor cabang akan khawatir dengan posisi mereka. Karena pasti akan ada yang berubah setelah aku melakukan audit keuangan, entah itu penurunan jabatan atau bahkan pemecatan oleh pemilik perusahaan. Karena aku hanya akan turun tangan langsung jika memang kondisi keuangan sudah sangat banyak penyimpangan oleh oknum-oknum tertentu.

Kuraih laptopku di atas meja kemudian memasukkannya ke dalam tas. Sebenarnya ini hanya laptop cadanganku di kantor karena laptop yang sehari-hari kugunakan ketinggalan di rumah saat aku mampir membawakan salep untuk mengobati iritasi bayi yang dipesan Lilis. 

Beruntung Alana bisa membantuku dengan mengirimkan semua berkas yang kuperlukan di laptop itu ke alamat emailku. Alana memang istri cerdas yang sangat bisa kuandalkan. Beda sekali dengan Lilis yang semuanya tergantung padaku dan Ibu, bahkan untuk urusan salep aja harus aku yang mencarikannya ke apotik.

Ponselku bergetar ketika kami sedang dalam perjalanan menuju kantor cabang, aku meraihnya dan menatap layar. Ibu menelpon. 

"Halo, ada apa, Bu?" Aku langsung bertanya pada Ibu.

"Wil, kamu ada nelpon istrimu?" tanya Ibu.

"Siapa, Bu? Alana atau Lilis?" Aku mengusap tengkukku bingung, istri yang mana yang dimaksud Ibu? Mereka berdua sedang berada di rumahku saat ini.

Kudengar di seberang telpon Ibu menghela napasnya.

“Alana, Wil. Kamu ada nelpon Alana nggak? Barusan dia pergi, ini masih pagi banget loh. Ibu nanya mau kemana tapi Alana hanya menjawab mau cari angin.”

“Ya udah nggak apa-apa, Bu. Mungkin Alana lagi suntuk di rumah.”

“Tapi, Nak ...”

“Kenapa lagi, Bu? Jangan bikin Wildan pusing deh, tolong jaga mereka selama Wildan di luar kota ya, Bu. Wildan lagi banyak kerjaan banget di sini.”

Kembali terdengar helaan napas Ibu.

“Alana tadi nggak sarapan, Wil. Padahal Ibu sudah masakin bubur ayam kesukaannya, dan tadi pagi saat Ibu membangunkannya untuk sholat subuh, Ibu lihat mata Alana bengkak seperti habis menangis semalaman.”

Aku terdiam. Aku memang tak menghubungi Alana lagi setelah kemarin menyuruhnya mengirim email. Jika benar apa yang dikatakan Ibu, apa yang membuatnya menangis?

“Wil, apa mungkin istrimu sudah mengetahui tentang Lilis dan bayi kalian?”

“Ah ... nggak mungkinlah, Bu. Memangnya Alana tau dari siapa? Ibu nggak ngomong sesuatu ke Al kan?”

Aku berusaha meyakinkan Ibu, padahal aku sendiri menjadi sedikit khawatir mendengar penjelasan Ibu tentang Alana.

“Nggak, Nak. Ibu nggak bahas apapun ke istrimu. Sebaiknya kamu cepat pulang, Wil. Ibu punya firasat kalau Alana tau sesuatu. Tak biasanya dia seperti ini pada Ibu.”

“Wildan baru saja tiba, Bu. Bahkan belum sampai di kantor cabang dan belum tau seberapa besar masalah di sini. Ibu doakan saja semua berjalan baik, dan tolong jaga Alana ya, Bu.”

Terus terang hatiku gelisah setelah berbicara dengan Ibu di telpon, namun aku berusaha meyakinkan diriku bahwa semua baik-baik saja. Aku sudah berhasil menyembunyikan ini selama setahun dari Alana, dan keberhasilanku sudah di depan mata. Aku hanya ingin hidup bahagia dengan Alana dan putraku setelah ini.

Beberapa pejabat penting cabang perusahaan Balikpapan menyambutku dan tim ku di depan pintu utama ketika mobil perusahaan yang menjemput kami di hotel tadi tiba di kantor cabang. Perusahaan tempatku bekerja bergerak di bidang pertambangan dan mempunyai beberapa cabang di daerah Sumatera dan Kalimantan bahkan sampai ke Papua. Aku sendiri menjabat sebagai Manajer Keuangan di kantor pusat di Jakarta. 

Kulangkahkan kakiku dengan gagah dan langsung menuju ke ruang keuangan untuk melakukan pekerjaan kami, mengaudit laporan keuangan cabang perusahaan yang belakangan terlihat mencurigakan. Sebenarnya aku sudah tau di mana kesalahannya dan siapa yang berada di balik permainan keuangan di cabang ini. Instingku sebagai akuntan tak pernah salah, namun kami mambutuhkan bukti otentik agar kasus penggelapan ini bisa diproses di pengadilan nantinya. Sejenak kulupakan masalah di rumah dan mulai berkonsentrasi pada pekerjaanku.

Saat istirahat untuk makan siang, aku membuka beberapa pesan di ponselku. Aku memang jarang membuka ponselku ketika sedang sibuk dengan pekerjaanku. Kubuka beberapa pesan dari Ibu.

[Alana belum pulang sampai sekarang, Wil.]

[Ibu khawatir dengan Alana.]

[Nggak usah terlalu khawatir, Bu. Nanti juga Alana pulang. Mungkin dia lagi jalan dengan teman-temannya.] balasku pada Ibu.

Kemudian pesan dari nomor Lilis yang tertera dengan nama “Fadli” di ponselku.

[Yang semangat Ayah kerjanya.] Tulisnya di bawah foto bayiku yang terlihat sedang tertidur pulas.

[Mas udah ketemu nama belum buat anak kita? Masa Lilis manggilnya baby baby mulu sih?]

[Kalau Lilis kasih nama Bagas, Mas setuju nggak? Nanti sisanya Mas Wildan yang nambahin.]

[Sabar dulu ya, Lis. Mas masih belum nemu nama yang pas untuk putra kesayangan Mas.] Begitu balasanku pada Lilis.

Bukan apa-apa, aku ingin Alana yang memberi nama pada putraku itu. Tapi aku belum ada waktu berdiskusi dengan Alana.

Kuscroll pesan-pesan di applikasi Whatsappku, masih ada beberapa pesan dari teman-temanku, kebanyakan dari mereka mengomentari foto putraku yang kupasang di status tadi. Tak ada satu pun pesan dari Alana. Kucoba menelpon ke nomornya namun Alana tak mengangkatnya.

Kuulangi berkali-kali namun Alana tetap saja tak mengangkat telponnya. Akhirkya kuputuskan mengirimkan pesan padanya.

[Lagi ngapain istri cantikku? Kok nggak angkat telpon? Aku kangen.]

Tak ada balasan, hanya centang dua berwarna abu-abu menandakan Alana belum membaca pesanku.

[Aku lanjut kerja dulu ya, Sayang. Doakan lancar dan cepat selesai biar bisa pulang dan memelukmu lagi. Love u Alana.]

Kusimpan kembali ponselku dan meneruskan makan siangku. Ada sedikit kekhawatiran dalam hatiku, seperti juga yang dirasakan Ibu. Tapi kutepis semua itu dan membayangkan yang indah-indah saja tentang rumah tanggaku.

💫Bersambung💫

Komen (1)
goodnovel comment avatar
D'yan Ag
kenapa baca aja sampe bikin hati panas & sesek gini ya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status