Share

3

Raihan tak kehilangan akal, setelah menggendong wanita itu lalu merebahkannya di ranjang berukuran single, Raihan langsung berjalan keluar mencari sesuatu yang bisa membuat gadis itu siuman.

Mata jeli Raihan, menangkap sekantong plastik obat beserta sebuah minyak kayu putih yang tergeletak di meja kerja gadis itu. Raihan meraih minyak kayu putih tersebut dan masuk kembali ke dalam kamar Via.

Raihan menghela nafas, dia tak punya pengalaman sama sekali dalam merawat orang sakit. Tapi dia merasa minyak kayu putih ini bisa membantu.

Raihan mengusapkan sedikit minyak kayu putih itu di bawah hidung Via. Melihat kondisinya, wanita itu memang terlihat lemah dan pucat. Sedetik kemudian, Via mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan. Awalnya sayu lalu berganti dengan jeritan kaget.

"Astagfirullah, apa yang mas lakukan di sini?" Via meraup selimut dan menutupi dirinya yang masih berpakaian utuh. Dia baru menyadari saat dingin menerpa kulitnya karena baju gamisnya yang basah.

Raihan diam saja memandang wanita itu sambil mengerutkan dahi. Dia seolah olah berbuat kurang ajar padahal niatnya hanya menolong.

"Mas?"

"Saya cuma menolong mbak, mbak menyuruh saya menunggu selama lima menit, tapi di menit ke dua puluh mbak nggak kunjung keluar, tentu saja saya curiga dan masuk ke dalam rumah. Ternyata mbak saya dapati sudah pingsan di kamar mandi." Kata Raihan seadanya.

Via melepas nafas lega.

"Mag saya kambuh, Mas. Saya belum sempat mengisi perut dari tadi pagi."

Raihan hanya mengangguk. Dia bukanlah laki-laki yang memiliki keahlian dalam mencairkan suasana. Saat ini dia hanya memandang Via tanpa kedip. Sehingga membuat wanita itu salah tingkah.

"Maaf, Mas! bisa tinggalkan saya sendiri? Hmmm ... tak baik jika kita berdua di dalam rumah, orang bisa salah paham. Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih sama mas karena telah menolong saya."

Raihan memandang wajah cantik itu, bahkan mereka belum berkenalan.

"Maaf, mbak namanya siapa kalau boleh tau?"

"Saya Via, Mas."

"Saya Raihan." Raihan mengulurkan tangan dengan semangat, tapi wanita itu menangkupkan tangan di depan dadanya. Raihan menarik kembali tangannya agak malu.

"Saya akan bantu belikan makanan."

"Tidak usah, Mas. Saya punya makanan di rumah. Hmmm ... bisa mas pergi?" Via menggigit bibir ranumnya dengan rasa tidak enak, namun berbeda dengan Raihan, pemandangan itu malah merontokkan jantungnya turun ke dalam perut. Raihan langsung bangkit.

"Oke, saya permisi. Sampai jumpa lagi."

"Makasih sekali lagi ya, Mas."

Raihan tak menjawab. Dia buru-buru meninggalkan wanita itu sebelum setan di tubuhnya mengambil alih.

Demi tuhan, wanita itu bukanlah Grace, dia terlalu suci dan terlalu murni untuk di sentuh. Raihan memang bukan laki-laki suci, dia pernah berpacaran layaknya orang lain berpacaran, namun dia bersumpah, sampai saat ini dia masih menjaga keperjakaannya dengan baik. Dia bukan laki-laki yang mudah tegoda dengan wanita. Pacar satu- satunya adalah Grace, yang telah berhianat padanya bahkan di saat mereka sudah berniat untuk menikah.

Raihan tersenyum masam. Dia tidak langsung menyalakan motornya, namun kilas balik gadis polos itu masih terbayang-bayang di matanya. Kalau sudah begini, apa yang bisa di lakukannya selain memiliki gadis itu untuk dirinya sendiri.

Raihan mengacak rambutnya. Bahkan, sejak kehadiran wanita itu dia sudah berubah menjadi laki-laki kurang waras. Meninggalkan pekerjaannya yang menumpuk dan menyamar jadi tukang ojek. Raihan menertawakan dirinya sendiri.

Mulai saat ini, dia harus memiliki tak tik untuk mendapatkan wanita bernama Via itu. Apa pun akan dilakukannya.

Raihan memandang jendela kamar Via dengan pandangan optimis. Lalu, dia melarikan motornya dengan kecepatan tinggi.

Di lain tempat, Via berjalan perlahan sambil menekan ulu hatinya yang terasa sakit. Di dapur mungil itu, sudah tersedia makanan yang siap santap. Dia wanita yang rajin memasak tapi malas memakan masakannya sendiri.

Via mengambil air hangat dan menelan sebutir obat pereda nyeri dalam sekali teguk. Perutnya harus nyaman dulu baru bisa di isi.

Via kembali berjalan ke dalam kamarnya. Melepas jilbab dan gamis syar'inya. Rambut panjang hitam legam dan agak basah itu dibiarkan terurai. Dia membuka lemari pakaian dua pintu di samping ranjang, mengeluarkan baju kaos lengan panjang dan celana training. Dia butuh tidur sejenak, sambil menunggu perutnya nyaman kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status