Madu Manis Untuk Istriku

Madu Manis Untuk Istriku

By:  Nelda Friska  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
30Chapters
16.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Agam terpaksa harus menikahi Safia demi menjalankan amanah dari temannya yang sudah meninggal. Agam tidak pernah menduga bahwa Hilya, istri yang selama ini ia kira sudah meninggal karena kecelakaan, ternyata masih hidup. Agam dilanda dilema sebab Hilya tidak bisa menerima kehadiran Safia dan memilih berpisah. Di satu sisi, Agam tidak mungkin menceraikan Safia yang tengah mengandung anaknya, tetapi di sisi lain ia tidak ingin berpisah dengan Hilya, istri yang sangat dicintainya. Bagaimana kisah cinta segitiga mereka selanjutnya? Akankah Agam melepas salah satu atau tetap mempertahankan keduanya?

View More
Madu Manis Untuk Istriku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Susi Herawati
siap marathon.........
2022-10-07 06:57:38
2
30 Chapters
Bab 1
"Safia!"Kupercepat langkah ketika mendengar suara teriakan Ibu mertua. Hati ini tiba-tiba saja dilanda ketakutan luar biasa. Takut terjadi sesuatu pada istriku yang kini sedang mengandung buah hati kami.Setengah berlari aku memasuki rumah. Tubuhku dibuat membeku ketika melihat penampakan kejadian di dalam sana.Istriku Safia tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir di sela-sela kedua kakinya."Ya Allah, Safia!"Kuraih tubuhnya yang terkulai lemas tak berdaya. Wajahnya begitu pucat, kesadarannya pun mulai menghilang."Ada apa ini, Ma? Kenapa bisa seperti ini?" tanyaku pada ibu mertua yang masih sesenggukan di sebelah putrinya.Bukannya menjawab, Mama Mirna malah menunjuk seseorang yang sedang berdiri di tangga dengan wajah yang terlihat syok."Kamu! Kamu ingin mencelakakan Safia, 'kan? Kamu iri karena putriku sedang mengandung anak suamimu?!""T-tidak, Ma. Aku tadi justru ingin membantu Safia.""Bohong! Aku melihat sendiri kamu sengaja melepaskan tangan Safia sampai putriku t
Read more
Bab 2
Rumah Papa mertua menjadi tujuan pertamaku untuk mencari Hilya. Meskipun tidak yakin, aku tetap datang ke tempat ini sekaligus mengunjungi Papa Adi yang keadaannya sudah mulai membaik. Papa mertuaku terserang stroke sewaktu dulu Hilya dinyatakan meninggal. Meskipun Papa Adi pernah tidak memberikan restunya padaku untuk menikahi Hilya, tetapi aku tetap menghormatinya. Dulu beliau pernah mengusirku karena aku hanya pemuda biasa yang tidak punya apa-apa. Namun, Hilya tetap meyakinkan papanya sehingga akhirnya beliau memberikan restu pada hubungan kami.Sekarang keadaan sudah terbalik. Usaha Papa Adi mengalami kebangkrutan, sedangkan diriku meraih kesuksesan atas kerja kerasku selama ini.Tidak ada dendam di hatiku untuknya. Bahkan sampai saat ini aku masih membayar seorang perawat untuk mengurus mertuaku yang hanya bisa duduk di kursi roda."Bagaimana keadaan Papa?" tanyaku saat kami sudah duduk berhadapan."Alhamdullillah semakin membaik," jawabnya dengan nada bicara yang sudah terden
Read more
Bab 3
"Bagaimana, Mas? Ada kabar dari Mbak Hilya?"Safia langsung menodongku dengan pertanyaan begitu aku memasuki kamar. Istri keduaku itu sedang duduk dengan tubuh yang bersandar pada kepala ranjang. Keadaannya pasca keluar dari rumah sakit masih sangat lemah. Dokter menyarankan agar dia lebih banyak beristirahat."Tadi hampir saja Mas menemukannya, tetapi sayang Hilya keburu pergi. Sepertinya dia sengaja menghindari Mas."Wajah Safia terlihat semakin sendu. Aku pun mendekat kemudian membawa tubunya ke dalam dekapan."Jangan bersedih. Mas yakin, tidak lama lagi Hilya bisa Mas temukan," ucapku seraya mengelus punggungnya. Aku tidak ingin Safia terlalu stres memikirkan kepergian Hilya. Dia baru saja kehilangan dan aku tidak mau hal ini akan berdampak buruk pada kesehatannya."Aku merasa bersalah, Mas. Mbak Hilya pergi karena diriku.""Sstt, jangan berbicara seperti itu. Hilya pergi murni karena kesalahan Mas. Andai Mas bisa menahan emosi, mungkin saat ini Hilya masih bertahan di rumah ini."
Read more
Bab 4
Di perjalanan, Hilya tetap bungkam. Aku sengaja membiarkannya seperti itu untuk membuatnya tenang terlebih dahulu. Meskipun berjuta kata sudah berkumpul di tenggorokan ingin segera diucapkan, tetapi sebisa mungkin aku tahan demi istriku yang sepertinya masih memendam kemarahan. Setelah ia lebih tenang, aku akan mengajaknya bicara dari hati ke hati, meminta maaf padanya dan berjanji tidak akan lagi menyakitinya.Satu ide tiba-tiba saja terlintas dalam pikiran. Di persimpangan, aku sengaja membelokan stir kemudi ke arah hotel milik salah satu teman.Hilya terlihat kebingungan. Ia memandangiku dengan tatapan yang masih tidak bersahabat."Kenapa ke sini? Ini bukan jalan menuju rumah."Aku tersenyum menanggapi dia yang sudah mau bicara padaku. Sengaja kuraih tangannya untuk digenggam, tetapi dengan cepat ia menepisnya. "Kita memang tidak akan pulang ke rumah. Mas ingin menghabiskan waktu berdua dulu denganmu tanpa ada gangguan," ucapku disertai kerlingan jahil, tetapi ia yang melihatnya m
Read more
Bab 5
"Kita masuk."Kueratkan genggaman pada tangan Hilya saat istriku masih bergeming di depan pintu. Kuberikan keyakinan kalau semuanya akan baik-baik saja karena aku tetap berada di sampingnya. Aku tahu kegelisahan yang tengah ia rasakan. Tuduhan Mama Mirna dan tatapan tidak suka dari mertuaku itu menjadi salah satu alasan kenapa Hilya tidak betah di rumah ini. Untuk itu, demi kenyamanan istriku, aku akan segera mengambil tindakan untuk mencarikan rumah lain agar mereka tidak tinggal dalam satu atap."Ayok, Sayang--""Nak Agam, akhirnya pulang juga."Mama Mirna tiba-tiba muncul menghampiri dengan wajah yang terlihat semringah. Namun, senyumnya tidak bertahan lama saat matanya menangkap siapa yang berdiri di sebelahku, apa lagi arah pandangnya kini tertuju pada tangan kami yang saling bertaut."Bagaimana keadaan Safia?" tanyaku untuk mengalihkan perhatiannya."Sekarang sudah sadar. Mama membujuknya agar mau makan tapi dia tidak mau. Mungkin kalau Nak Agam yang membujuk, Safia akan menurut
Read more
Bab 6
Makan malam terasa hambar ketika kedua istriku memilih memakan makanannya di kamar mereka masing-masing. Kalau Safia jelas karena dia masih lemah, tetapi kalau Hilya karena masih tidak nyaman jika berada dalam satu ruangan yang sama dengan Mama Mirna. Alhasil, di sinilah aku sekarang. Makan malam hanya berdua dengan Mama Mirna yang sejak tadi hanya diam, tidak seperti biasanya. Mungkin karena pembicaraan kami tadi siang yang membuatnya masih syok sampai sekarang.Cepat kuhabiskan makanan agar tidak terlalu lama berhadapan dengan Mama Mirna. Jengah rasanya ketika melihat dia yang sesekali melempar pandangan, bibirnya beberapa kali terbuka, lalu terkatup lagi. Mungkin ada yang ingin ia sampaikan tetapi tidak berani."Aku sudah selesai," ucapku seraya berdiri, bermaksud meninggalkan ruangan ini, tetapi dengan cepat Mama Mirna menahanku."Tunggu, Nak Adam! Mama mau bicara.""Sepertinya sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan. Keputusan Agam sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat."
Read more
Bab 7
Pov Agam"Mas, kenapa kita malah ke sini? Aku mau pulang!"Hilya terus berusaha melepaskan diri saat aku menyeretnya menuju salah satu kamar yang sudah aku pesan. Tidak aku pedulikan ringisan yang keluar dari mulutnya karena aku terlalu kuat mencengkram lengannya.Amarahku menggelegak ketika pria bernama Damar itu meminta nomor ponsel istriku dan Hilya malah memberinya. Aku seakan tidak dianggap karena Hilya sama sekali tidak meminta izin terlebih dahulu dariku."Masuk!""Mas!""Mas bilang masuk, Hilya!" gertakku tepat di depan wajahnya. Kulihat dia terperanjat, lalu menghentakan kaki memasuki kamar. Gegas aku menyusulnya setelah mengunci pintu terlebih dahulu.Kubuka jas lalu melemparkannya secara asal ke arah sofa."Mas mau ngapain?" tanyanya panik saat aku semakin mendekat."Kamu pikir?""Jangan macam-macam!" sentaknya seraya mengarahkan telunjuk ke depan wajahku."Mas! Aku bilang jangan macam-macam!" bentaknya lagi, tapi aku tidak peduli. Rasa marah dan cemburu sudah menguasai di
Read more
Bab 8
"Ma, tenang dulu lah. Nanti Agam jelaskan.""Kamu tuh ya, kalau poligami itu ya harus adil. Istri yang satu diajak pergi, masa yang satu malah ditinggal," sungutnya."Kan Safia masih sakit, Ma. Sudahlah, Mama ada apa pagi-pagi ke sini?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan. "Mau ketemu Hilya. Dia sudah kembali dari dua bulan yang lalu, tapi belum pernah sekali pun menemui Mama," ujarnya seraya melirik Hilya yang masih berdiri di dekat sofa."Sini, peluk Mama. Kamu enggak kangen apa?"Mama merentangkan tangan, Hilya pun menghampirinya dengan ragu. Aku mengerti mengapa sikapnya seperti itu. Mama memang sempat tidak menyukai Hilya karena dulu Papa Adi penah mengusirku dan tidak merestui hubungan kami. Namun, seiring berjalannya waktu, Mama pun mulai menyayangi Hilya karena istriku selalu berusaha mendekatkan diri pada Mama."Kenapa enggak menemui Mama? Kamu lupa sama mertuamu ini?" tanya Mama sembari meraih Hilya untuk dipeluknya."Maafkan Hilya, Ma.""Sudah-sudah! Yang penting seka
Read more
Bab 9
POV HILYA"Bagaimana ceritanya kamu bisa selamat dan ternyata masih hidup? Kenapa setelah dua tahun kamu baru kembali?"Mama Sari langsung memborondongku dengan pertanyaan begitu kami sudah berada di kamar. Ia menuntunku untuk duduk di pinggir ranjang dengan posisi saling berhadapan."Ceritanya panjang, Ma. Yang pasti Hilya diselamatkan oleh salah satu keluarga dan dirawat oleh mereka sampai sembuh. Hilya sempat kehilangan ingatan dan identitas semuanya raib. Karena itulah mereka tidak bisa mengantarkan Hilya untuk pulang," terangku. Saat itu memang tas berisi ponsel dan identitas milikku tidak ditemukan di mana pun. Padahal seingatku, tas itu aku simpan di jok bagian depan. Mungkin ikut terpental saat mobil yang kutumpangi jatuh ke jurang yang cukup dalam."Mama senang waktu Agam mengabari kalau kamu ternyata selamat. Mama saksi hidup bagaimana terpuruknya dia ketika mendengar kamu kecelakaan tetapi jasadmu tidak diketemukan. Agam seperti orang kalap, dia mencari kamu ke mana saja b
Read more
Bab 10
POV AGAM"Sandi, kerahkan orang-orangmu untuk mencari istri saya di Bandara, Terminal, Stasiun, pokoknya semua tempat yang memungkinkan dia mendatanginya!" Kumatikan telepon setelah mendapat jawaban dari seberang sana. Kupacu kembali kendaraan ini menuju Hotel tempat Damar bekerja. Entah mengapa, tetapi feelingku mengatakan kalau dia ikut terlibat dengan rencana perginya Hilya.Informasi yang kuterima semakin memperkuat keyakinan ini. Damar tidak ada di sana bahkan sudah dua hari pria itu tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak jelas. Hatiku semakin meradang. Jangan sampai kepergian Hilya karena dipengaruhi pria itu, sebab kemarin dia sempat melihatku bersama Safia di pusat perbelanjaan. Aku tahu dengan jelas bagaimana perasaan Damar terhadap istriku. Dari tatapan matanya saja, aku bisa melihat binar cinta yang begitu besar untuk Hilya.S*al! Berani-beraninya dia mencoba merebut milikku! Kembali ke rumah adalah pilihan terakhir setelah diri ini berkeliling mencari Hilya. Andai
Read more
DMCA.com Protection Status