Viona menatap gelas yang penuh dengan air berwarna oranye dan bulir-bulir bening di luar gelasnya. Kini, dia tengah berhadapan dengan Demian di sebuah kafe yang dekat dengan jalanan ramai. Sudah beberapa menit sejak mereka saling duduk berhadapan, namun tidak ada satu pun dari mereka yang memulai pembicaraan. Setelah cukup lama diselimuti keheningan, akhirnya Demian menghela napas panjang dan mengeluarkan sebuah dokumen yang entah apa isinya, lalu menyodorkannya ke hadapan Viona yang kemudian membuat gadis itu menatapnya bingung. “Bukalah.”Demian menyuruh Viona membuka dokumen yang dibawanya, sedangkan Viona langsung membukanya tanpa banyak bertanya. “Mengapa Anda memberikan ini kepada saya?”Viona sama sekali tidak mengerti, mengapa Demian memberikannya sebuah dokumen tes DNA yang hanya melihat sekilasnya pun dia sudah tahu.“Apa Nona sudah membacanya?”Viona lantas menggeleng. “Bacalah terlebih dahulu.”Sebelah alis Viona terangkat, namun dia berniat untuk tidak bertanya lebih
Viona menutup buku harian yang sempat dibacanya. Betapa dia masih tidak menyangka dengan semua tulisan-tulisan tersebut. Daniel ayah kandungnya? Selain itu, ibunya bunuh diri? Hal-hal seperti itu masih membuatnya tak habis pikir. Bagaimana dengan Noah? Bukankah itu artinya pria itu adalah saudara tirinya?Seketika Viona menaruh dahinya di atas meja, matanya terpejam, memikirkan semua hal konyol dan tidak masuk akal ini. Namun, jika melihat Demian yang menemuinya dengan wajah serius, tentu saja dia tidak berpikir bahwa pria itu sedang main-main. Jika semua ini memang adalah kebenarannya maka Viona tidak bisa diam saja. Dia sudah membalas dendam kepada orang yang tidak bersalah dan ternyata orang itu adalah ayah kandungnya. Sekarang dia mengerti, mengapa Daniel Rutherford selalu bersikap baik padanya sejak kecil. Daniel sudah mengetahui identitas Viona, namun pria itu tidak berniat mengungkapkan kebenaran yang selama ini terkubur rapat. Mengapa? Apa karena pria itu merasa sangat b
Viona membuka tirai yang menutupi dinding penuh dengan foto seorang pria. Gadis itu mengambil salah satu foto pria tersebut dan meremasnya hingga kusut.“Daniel Rutherford!” geram Viona, menyebut nama pria yang ada dalam foto.Dahulu, Viona sangat mengangumi Daniel Rutherford yang selalu baik dan mengunjungi rumahnya setiap hari sabtu. Namun, kini dia membencinya. Karena pria yang ada di hadapan ibunya yang mati saat itu adalah Daniel.Daniel Rutherford adalah pembunuh, itu lah yang ada di pikiran Viona hingga kini.Viona membersihkan dirinya dan berpakaian rapi. Hari ini dia hendak menjalankan rencana balas dendamnya dengan mendekati dan memanfaatkan Noah yang merupakan putra Daniel. Tentu saja setelah membuatnya mempercayai Viona atau bahkan membuatnya jatuh cinta, mungkin?Sambil membawa buku di tangannya, Viona masuk ke dalam kafe dan memesan kopi dingin. Pandangannya mencari sosok Noah yang selalu ada di kafe tersebut setiap pagi di hari minggu. Dia kemudian tersenyum ketika oran
Noah melirik arloji yang melingkar di tangannya. Sepertinya dia datang terlalu cepat dari waktu yang dijadwalkan. Ya, mungkin karena dia terlalu bersemangat untuk menangani tugas penting yang diberikan ayahnya.Selang beberapa menit, seorang wanita berumur akhir 30-an datang dengan wajah yang penuh bintik-bintik merah. Wanita itu duduk di hadapan Noah dengan sebuah meja di antara mereka.“Apa masih ada yang perlu kita bicarakan? Bukankah tuntutan terhadap perusahaan kalian sudah jelas?” ucap wanita itu dengan nada sinis.“Ya, tapi ada yang harus saya pastikan terlebih dahulu.”Noah menjentikkan jarinya, memberikan kode kepada asistennya untuk menyiapkan makanan yang sudah disiapkan sejak tadi. Di antara banyak makanan yang tersaji di atas meja, Noah menyodorkan gelas berisi air kehijau-hijauan ke hadapan wanita itu.“Saya akan merasa terhormat jika Nyonya mau meminum air yang sudah saya siapkan ini,” ucap Noah lagi.Wanita itu menatap lekat-lekat minuman yang mirip seperti teh, akan t
Noah menoleh dan pupilnya sedikit melebar. “Ah, Gadis Kopi!”Viona sontak tersenyum. Siapa sangka jika dia akan bertemu Noah di tempat seperti ini. Haruskah dia memulai percakapan? Ini adalah kesempatan emas untuk lebih dekat dengan Noah.“Kau sudah menyelesaikan bukunya?” tanya Viona.“Buku?” Noah terlihat sedikit bingung, namun segera melanjutkan perkataannya. “Ah, benar! Aku sudah membacanya hingga selesai dan ingin mengembalikannya, tapi aku tidak membawanya sekarang.”Alasan! Sebenarnya Noah belum sempat membacanya hingga selesai karena sibuk mempersiapkan rencana untuk menangani tuntutan yang didapat RF Group. Dia bahkan lupa menaruh bukunya di mana.Noah melihat penampilan Viona yang terkesan lebih dewasa dibanding pertemuan sebelumnya. Tatapannya kemudian berhenti pada bibir mungil yang dilapisi lipstik warna merah. Jarinya tanpa sadar mengusap bibir merah Viona dan membuat Viona tersentak.“Maaf, aku hanya berpikir kalau warna merah tidak cocok untukmu dan tanpa sadar ingin m
Noah memasang wajah serius. Jika perkataannya kurang meyakinkan maka dia akan membuat ayahnya yakin dan mempercayainya.“Aku serius, Ayah. Jika Ayah tidak percaya, aku akan memperkenalkannya lain kali.”“Besok! Bawa kekasihmu ke hadapan Ayah saat makan malam.”Besok? Tampaknya ayahnya belum mempercayai Noah sebelum melihat buktinya secara langsung. Namun, besok adalah waktu yang terlalu cepat. Bagaimana cara Noah mencari seorang gadis yang bisa diajak bersandiwara dalam waktu sesingkat itu? Ya, Noah benar-benar terjebak dalam permainannya sendiri.“Baiklah! Aku akan membawanya besok ke hadapan Ayah. Tapi ....” Noah mengalihkan pandangannya pada Karin. “Ayah harus berjanji untuk tidak membahas pernikahanku lagi dengan Karin.”“Baiklah. Ayah berjanji!”Noah berdiri dan langsung pergi ke kamarnya. Dia harus berpikir dan mencari cara untuk menemukan seorang gadis untuk diperkenalkan pada ayahnya besok. Bukan gadis sembarangan, gadis itu harus cantik dan memiliki otak yang cerdas.Sementara
Di lantai 8, lift berhenti. Viona berjalan di belakang resepsionis yang sedang memandunya berjalan menuju ruangan Noah. Resepsionis itu kemudian berhenti di sebuah pintu berwarna putih dan mengetuk pintu tersebut sebanyak tiga kali. “Direktur Noah, tamu Anda sudah datang.” “Masuklah!” Resepsionis membukakan pintu untuk Viona. Dia masuk bersama Viona hanya untuk membungkuk kepada Noah, lalu pergi begitu saja. “Apa aku datang di waktu yang kurang tepat? Sepertinya kau masih sibuk dengan pekerjaanmu,” ucap Viona yang berusaha membuka percakapan. Resepsionis itu berkata kalau Noah sudah menunggu Viona di ruangannya. Menunggu apanya? Noah bahkan masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Seperti mengetahui isi pikiran Viona, Noah sontak menutup laptop dan melepas kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. Dia beranjak dari kursi kerjanya dan beralih menuju sofa. “Silakan duduk,” sambut Noah dengan ramah. Viona duduk di sofa yang berhadapan dengan Noah. Dia duduk dengan menyilangka
Viona sudah rapi menggunakan gaun panjang berwarna biru dengan sedikit polesan make-up di wajahnya. Kini dia tengah berdiri di depan gerbang rumahnya, menunggu Noah menjemputnya untuk makan malam. Selang beberapa waktu, sebuah mobil ferrari berwarna merah berhenti di depan Viona. Sang pemilik mobil mahal tersebut kemudian keluar dari mobilnya dan menghampiri Viona yang tengah berdiri mematung. “Apa kau menunggu lama?” tanya Noah yang baru saja turun dari mobil. “Tidak, aku baru saja keluar dari rumah,” jawab Viona. Noah membukakan pintu mobil untuk Viona layaknya seorang kekasih sebenarnya. Ya, pria itu memang terlalu perhatian hingga bisa membuat Viona jatuh hati padanya. Penampilannya juga sempurna meskipun memakai tuksedo berwarna biru muda yang senada dengan gaun Viona. Gaun yang dipakai Viona dan tuksedo Noah adalah sepasang. Setelah sampai rumah tadi siang, Noah tiba-tiba menghubungi Viona dan meminta alamat rumahnya. Dia tak menyangka jika Noah akan membelikannya gaun untu