Share

03. Perjanjian

"Tolong?" ujar gadis bertopeng dengan riang.

"To, tolong!" teriak Akara terbata karena terpaksa.

Kini keduanya terdiam, saling menatap tanpa ada pergerakan sedikitpun. Lama-lama Akara mulai kesal, hingga matanya mulai melotot.

"Baiklah," jawab sang gadis sambil berdiri tegap kembali, membuat ekspresi wajah Akara berubah 180 derajat.

"Benarkah!?" serunya dengan begitu gembira.

"Akan aku berikan sebuah teknik latihan ranah, namun dengan syarat,"

"Apa syaratnya!? Akan aku lakukan!" Akara sontak kegirangan dan tanpa pikir panjang mengiyakan, sebelum gadis itu memberikan syaratnya.

"Dalam satu minggu ini, jangan sampai ada luka sedikitpun di tubuhmu. Kalaupun kamu bertengkar, harus menang tanpa ada luka,"

"Satu minggu!? Itu terlalu lama!" teriak Akara sampai-sampai terlihat ingin menangis.

"Kalau tidak mau yaudah." Gadis itu menggoda Akara, dengan mengeluarkan dua buah gulungan kertas, lalu digoyang-goyangkan.

"Aku lakukan!" teriak Akara tanpa basa-basi dan langsung berjalan pergi.

"Mau ke mana?" Gadis itu tiba-tiba berada di depan Akara dan menghalanginya untuk pergi.

"Pulang!" seru Akara, kemudian berjalan menghindarinya.

Saat Akara melewatinya, tiba-tiba gadis itu berbalik dan meraih pedang di punggung Akara.

"Apa yang kau lakukan!?" Akara sontak berbalik dan menerjang untuk mengambil kembali pedangnya.

Gadis tadi menghindar hanya dengan satu lompatan kecil ke belakang, namun menyebabkan tubuhnya melayang. Dia terlihat seakan lebih ringan dari bulu yang tertiup angin. Gaun merah mudanya berayun bebas saat angin menerpanya dari belakang, begitu juga rambut hitamnya yang terkadang sampai menutupi topengnya.

"Cewek jelek, kembalikan!" teriak Akara, berusaha berlari mengejarnya.

"Kalau tidak mau memanggilku cantik, panggil pakai namaku!" Ia mencopot topengnya perlahan, memperlihatkan wajah cantiknya, sambil tetap melayang ke belakang.

"Namaku Lisa!" lanjutnya sambil menunjuk ke arah alis, kini bibir manisnya tersenyum lebar hingga membuat matanya menyipit.

"Lisa jelek!" teriak Akara, namun gadis itu hanya tersenyum, lalu memasang kembali topengnya dan melayang membelakangi Akara.

"Kejar aku!" Lisa melayang ke arah lebatnya pepohonan di hutan, menjauh dari sungai, membawa kabur pedang kayu milik anak kecil itu.

"Berhenti! Kembalikan!"

"Awas kepala." Lisa menarik ranting pohon, lalu melepaskannya hingga terhempas ke arah Akara.

Plakk!!

Seperti tamparan keras, ranting pohon tadi mengenai wajah anak kecil itu hingga hampir terjatuh.

"Awas kau!" Akara terus berlari, walau wajahnya ada bekas memerah seperti distempel oleh ranting pohon.

"Wajahmu terluka lho, masih ingat perjanjian kita tadi?" Lisa berbalik badan dan menggoda Akara.

"Itu ulahmu!" teriak Akara membuat Lisa tertawa puas.

Gadis itu masih dalam keadaan terbang mundur, hingga tidak memperhatikan bahwa ada ranting pohon di arahnya terbang.

"Perhatikan depan!" Akara berteriak panik dan mempercepat larinya.

"Ada apa?" Lisa dengan santainya berbalik badan, namun ranting pohon sudah tepat di depannya.

Brukkk!!

Akara tersungkur ke tanah karena melompat ingin menolong Lisa, namun ternyata gadis itu sudah berhenti tepat di depan ranting. Wajahnya hanya berjarak beberapa centimeter saja dari ranting, lalu beberapa saat kemudian ia turun.

"Sakit?" Lisa cukup khawatir, dapat dilihat dari caranya mengulurkan tangan kepada Akara.

"Kamu tidak apa-apa?" Akara berbalik badan, memperlihatkan luka lebam di dagunya karena terbentur tanah.

"Hahaha, kamu yang jatuh kenapa malah bertanya kepadaku?" Lisa kini terbang mengitari anak kecil yang sedang duduk di rerumputan, memperhatikan luka di tubuhnya.

"Kamu bilang wajah itu aset yang berharga? Berhati-hatilah, jangan sampai melukai wajahmu," ucap Akara dengan tenang, membalikkan kata-kata yang sebelumnya Lisa katakan kepadanya.

"Hahaha, pintar bicara." Lisa terbang semakin tinggi, hingga mencapai ranting yang sebelumnya hampir ia tabrak dan duduk di sana.

"Sudah tidak ingin mengambil ini kah?" Lisa menunjukkan kedua pedang kayu milik Akara, lalu digoyang-goyangkan lagi.

Akara tidak menjawabnya, kemudian berdiri dan berusaha memanjat pohon. Pada kesempatan pertamanya, ia langsung terjatuh dan membuat Lisa menertawakannya. Akara terus mencoba memanjat hingga beberapa kali terjatuh, namun akhirnya berhasil. Walaupun begitu, ia langsung kaget ketika Lisa sudah tidak ada di sana.

"Lambat." Lisa menjulurkan lidahnya, ia sudah terbang menjauh meninggalkan Akara.

"Licik!" Akara bergegas turun, hingga membuatnya merosot dan lengannya terparut oleh kulit pohon.

Anak kecil itu terus mengejarnya, bahkan sampai terperosok ke dalam lubang dan dilempari sarang lebah oleh Lisa. Gadis cantik itu terus mengusilinya dan tertawa jika berhasil mengenai Akara.

Saat matahari sudah tepat berada di atas ubun-ubun, Akara keluar dari hutan dan muncul di pinggir sungai. Di sana sudah ada Lisa yang tadi meninggalkannya. Kondisi Akara saat ini sudah sangat berantakan, tubuh serta pakaiannya kotor, lalu luka di lengannya dan benjolan di muka akibat sengatan lebah. Wajah Akara terlihat lucu, karena pipi dan bibirnya yang membengkak, membuat Lisa tak kuasa menahan tawanya.

Hari selanjutnya, Akara kembali menemui Lisa di tempat yang sama, gadis itu masih ada di sana dan sedang duduk di atas tebing. Melihat kedatangan Akara, ia langsung tersenyum dan memakai kembali topengnya. 

Akara mengernyitkan dahinya ketika melihat Lisa yang sedang berada di atas tebing, mengingat kembali pertemuan pertama mereka. Akan tetapi, tiba-tiba saja Lisa menghilang begitu saja.

"Dapat!" Lisa ternyata sudah berada di belakang Akara, dan mengambil kedua pedangnya.

"Kejar aku!" Lisa kembali terbang ke arah hutan, namun Akara mengabaikannya dan duduk di pinggir sungai. Anak kecil itu begitu murung, menekuk kakinya dan ia gunakan sebagai sandaran kepala.

Karena Akara tidak mengejarnya, Lisa menatapnya sesaat, namun kemudian menjentikkan jarinya. Aliran listrik kecil muncul dari jentikan jarinya dan menjalar, mengarah ke tubuh Akara.

"Ahh!" Akara terkejut, hingga melompat ke dalam sungai, sedangkan Lisa tertawa begitu puas.

"Kenapa!?" teriak Akara sambil berusaha naik ke daratan.

"Kejar aku atau perjanjian kita batal!" seru Lisa yang langsung terbang ke hutan, tanpa menunggu jawaban dari Akara.

Akara segera bergegas mengejarnya, menyusuri hutan yang begitu lebat. Kembali tingkah jahil dari Lisa muncul, ia melentingkan dan menjatuhkan ranting pohon ke arah Akara. Setelah itu membuat Akara terperosok ke dalam lubang dan memancing amarah seekor gajah agar mengejar Akara.

Kegiatan itu terus berulang-ulang hingga beberapa hari. Akara yang tadinya nampak begitu kikuk saat melewati hutan, kini dapat melewatinya dengan begitu lincah. Melompati akar dan batang pohon yang tumbang, lalu mengindari ranting dengan begitu mudah.

Pada hari ketujuh saat Akara ingin menuju tempat biasanya, ia bertemu dengan tuan muda Cor Beton, ketiga kawannya dan juga Kana.

"Si sampah!"

"Pecundang yang kabur itu!"

"Hahaha." Mereka menghalangi jalan Akara dan mengejeknya, diikuti gelak tawa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Moch Yunus
lanjut thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status