Share

04. Pembukaan Aura Ranah

Akara kesal, mengepalkan tangannya dengan begitu kuat, namun tiba-tiba terbelalak.

"Satu, dua…" Akara tiba-tiba menghitung jarinya, lalu Cor Beton mendekatinya.

"Kenapa? Kita ada 4 orang, tapi aku saja sudah cukup untuk menghajarmu,"

"Ehh 7!?" Akara mengabaikan Cor Beton dan panik begitu mengetahui ini hari ketujuh.

"Beraninya kau mengabaikan aku!" Cor Beton sontak kesal, namun tiba-tiba saja Akara berlari mengindarinya.

"Hahaha pengecut itu lari ketakutan melihat tuan Cor Beton!" seru salah satu bawahan Cor Beton.

"Hahaha kejar dia!" Cor Beton merasa sombong dan mengejar Akara bersama bawahannya.

Menyadari ada yang mengejarnya, ia terkekeh, kemudian berlari ke arah hutan. Karena sudah terbiasa dan hafal medannya, ia dengan mudah meninggalkan mereka cukup jauh. 

"Ke mana anak itu?!" ujar Cor beton kepada bawahannya begitu keberadaan Akara tidak dapat ia temukan.

"Dia, sangat cepat, sekali, kaburnya." Salah satu bawahannya kelelahan hingga kesulitan mengatur napas. 

Kretak!!

"Siapa!?" Cor beton langsung terperanjat begitu mendengar suara ranting patah.

"Mungkin itu Akara, tuan!" seru bawahannya yang segera berlari ke arah datangnya suara.

Srakk!!

Dibukanya semak-semak yang dituju, namun tidak ada apapun.

Kretak! Srak srak stak! 

Suara ranting patah dan gesekan dedaunan semak-semak semakin gencar terdengar. Cor beton dan ketiga bawahannya langsung berkumpul, saling membelakangi untuk mengawasi setiap sisi. Mereka serempak mengeluarkan aura ranahnya, Cor beton 5 bintang energi, sedangkan 2 bawahannya di 3 bintang dan satu orang 4 bintang. Pedang besi yang mereka gunakan mengacung, menghadap ke depan dengan kedua tangan yang memegangnya.

Sreet! Sting!

Cor beton menangkis sesuatu yang melesat ke arahnya menggunakan pedang.

"Keluarlah pengecut!" teriaknya.

Sting! Sting! Cring!

Ada lagi batu yang dilemparkan dari berbagai sisi dan mereka tangkis dan tebas.

Ting! Ting ting cring!

Lemparan batu kini dari satu arah, mengarah kepada salah satu bawahan Cor beton.

"Kejar!" teriak Cor beton begitu mengetahui lokasi Akara.

Ketiga bawahannya bergegas melesat ke arah semak-semak di mana lemparan batu berasal.

"Hehe." Akara melesat dari sisi yang berlawanan ke arah Cor beton, hingga membuat tuan muda itu terkejut.

Reflek Cor beton mengayunkan pedangnya, hingga memaksa Akara untuk menangkisnya. Kedua pedangnya digunakan untuk menangkis, lalu melancarkan tendangan pada perut samping tuan muda itu.

Buggh!

Tendangan cukup kuat hingga membuat dirinya sendiri terdorong ke belakang, lalu melesat lagi masuk ke dalam semak-semak.

"Akg!?"

Tring!!

Akara terkejut saat mendapati ada seseorang di dalam semak-semak, ia langsung mengayunkan pedangnya. Akan tetapi, ada seorang pria berumur tiga puluh tahunan yang langsung mendorongnya, hingga meluncur ke arah tuan muda Beton yang langsung ingin memukulnya. Namun, Akara dengan sigap menghindar dan langsung berlari menjauh.

"Cuih! Membawa pengawal!" 

"Hahaha, kau kira aku siapa!? Tidak mungkin tuan muda sepertiku pergi tanpa pengawal, kejar!" Cor beton ingin mengejarnya, tapi segera dihentikan pelayan tua. 

"Tuan muda, berbahaya di dalam hutan, lebih baik biarkan saja dia diserang monster!"

Terlihat di pinggir sungai, gaun merah muda lembut yang tertiup angin begitu indah. Gadis bertopeng aneh langsung menoleh begitu menyadari kedatangan Akara dan langsung berkata.

"Keluarga beton?" Lisa tiba-tiba menunduk di depan wajahnya, membuat Akara cukup terkejut. Gadis bertopeng itu mengangkat kepalanya kembali, lalu melebarkan kedua telapak tangannya. Muncul dua buah gulungan kertas dari dalam cincin penyimpanannya.

"Ini hari ketujuh perjanjian kita, ini mudah," ujarnya sambil memajukan gulungan kertas di kiri lalu kanan. "Ini sulit,"

Akara langsung meraih gulungan di tangan kanannya, gulungan yang sulit, namun gadis itu tidak melepaskannya begitu saja.

"Tidak hanya sulit, tapi sangat menyakitkan. Bisa berkembang dengan pesat, namun juga bisa membuat kemacetan ranah, bahkan kematian. Masih yakin?" 

"Tidak perlu ditanyakan lagi!" seru Akara, lalu gadis bertopeng menjentikkan jarinya. 

Muncul penghalang energi berbentuk kubah yang amat besar mengelilingi mereka. Ukurannya yang amat besar bahkan dapat dilihat dari rumah Akara dan mamanya hanya tersenyum melihatnya.

"Apa itu!?" Akara cukup terkejut, namun juga kagum memandangi kubah penghalang yang menyelimuti mereka.

"Hanya pelindung, agar tidak ada yang mengganggu, bahkan monster sekuat apapun tidak bisa menembusnya," ujar Lisa sambil membuka gulungan yang telah dipilih oleh anak kecil itu.

Cetak..

Ia menjentikkan jarinya lagi dan listrik merah muda menyambar tanah di sekitar mereka. Sambaran listrik membentuk sajak seperti pada altar, namun jauh lebih besar dan lebih rumit. Akara hanya bisa kagum melihat semua itu tanpa berkata sepatah katapun.

"Berdirilah dengan tenang di atasnya, persiapkan dirimu dengan rasa sakit yang sangat luar biasa," ujar Lisa sambil melemparkan gulungan kertas ke udara hingga membuatnya melayang.

"Em!" Akara hanya mengangguk dengan yakin, menunggu sang gadis bertopeng memulai ritualnya.

Lisa mengangkat tangan kanannya, lalu muncul lingkaran sihir dengan sajak rumit di udara. Lingkaran sihir berwarna merah muda dengan petir yang menyambar-nyambar.

"Aku mulai!" serunya, lalu diayunkan tangan kanan tadi mengarah kepada Akara. Hal itu dibarengi oleh sambaran petir dari segala sudut lingkaran sihir, semuanya berpusat pada tubuh Akara.

"Akhhh!" Akara sontak berteriak kesakitan begitu petir mengenai tubuhnya.

Melihat Akara kesakitan, Lisa nampak ragu untuk melanjutkannya. Tangan kirinya menggenggam erat, seperti merasakan sakit yang sama dengannya.

"Lanjutkan saja!" seru Akara setelah melihat keraguan pada Lisa.

Perlahan ia melemaskan genggamannya dan mulai melanjutkan ritual. Bocah itu kini tidak sadarkan diri, lalu sesuatu muncul dari tubuhnya, 2 buah energi berbentuk infinite berwarna merah dan biru terang. Energi yang membawa hawa sangat dingin berwarna biru, lalu hawa sangat panas berwarna merah. Energi dinginnya bahkan sampai membekukan aliran sungai, lalu energi panasnya membakar pepohonan yang ada di hutan.

Mamanya Akara yang tadi hanya menonton dari rumah, kini telah berada di atas kubah penghalang. Ia melayang di udara tanpa menggunakan sayap atau alat apapun. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status