Share

05. Balas Dendam!

Diulurkan tangan kanannya untuk menyentuh kubah secara perlahan, lalu muncul energi dingin dari arah lengannya. Energi dingin yang dengan cepat membekukan seluruh kubah penghalang, lalu diketukkan jari telunjuknya pada kubah.

Crangg!!

Ketukan pelan nan lembut, tapi membuat kubah hancur berantakan seperti pecahan kaca. Energi penghalang yang harusnya bisa menahan bahkan monster sekuat apapun, namun dengan mudahnya dihancurkan.

Wanita itu kini melayang turun perlahan, dibarengi jatuhnya kristal es dari tubuhnya dan memadamkan api yang membakar hutan. Beberapa saat kemudian, kubah penghalang mulai terbentuk kembali secara perlahan-lahan hingga akhirnya utuh seperti sedia kala.

"Memang bisa menahan monster sekuat apapun, tapi tidak akan menahan sesuatu yang bahkan membuat monster ketakutan," ujar gadis bertopeng seraya melihat ke arah mamanya Akara.

"Lisa, ada apa dengan kekuatanmu?" ujarnya dengan santai, seperti tidak melihat keadaan anaknya yang sedang pingsan.

"Perjalanan ruang waktu cukup melelahkan, hanya tersisa sebagian kecil kekuatanku saja,"

Mamanya Akara hanya tertawa kecil setelah mendengar jawabannya, lalu mendekati anaknya yang tengah melayang di udara. Ia ulurkan tangan kanan ke arah esensi berwarna biru, lalu tangan kiri ke esensi berwarna merah. Walau kedua esensi memiliki energi panas dan dingin yang sangat luar biasa, namun tidak berefek apapun padanya.

"Akara belum bisa mengendalikan emosinya dengan baik, jangan sampai seperti kakaknya," ujarnya sambil perlahan-lahan mulai merapatkan kedua tangannya, menggerakkan kedua esensi agar saling mendekat.

Bwushhhh!!

Terjadi ledakan energi yang sangat besar saat kedua energi bergabung, disusul semburan api biru ke arah atas hingga mengenai kubah pelindung. 

"Akhh!" Mama Akara cukup kwalahan mengendalikan kedua esensi, sedangkan semburan api biru terus saja terjadi tanpa henti.

"Aku bantu." Lisa sang gadis bertopeng mengangkat tangan kirinya, kini lingkaran sihir di udara mulai menyala kembali. Kilatan-kilatan petir yang tidak beraturan, perlahan menyatu dan mengalir dengan tenang ke dalam kedua esensi.

Semburan api masih saja besar, lalu keduanya menghentakkan energi dari dalam tubuh mereka. Kini tubuh mereka diselimuti oleh energi, energi petir merah muda pada Lisa, juga energi api merah menyala pada mamanya Akara. Ada juga perubahan warna dan bentuk pupil mereka, bentuk seperti mata ular dan warnanya sesuai warna energi mereka yang menyala-nyala begitu indah.

Perlahan-lahan api biru mulai mengecil, dibarengi dengan aliran energi seperti air di udara, mengalir ke dalam esensi. Baru beberapa saat, tiba-tiba Lisa terbatuk.

"Uhuk!" Lisa batuk disertai dengan darah yang keluar dari mulutnya.

"Lisa!? Hentikan, jangan memaksakan dirimu!" Mamanya Akara sontak panik, namun Lisa masih tetap mengalirkan energinya.

"Tidak, harus bisa!" teriak Lisa dengan suara sedikit bergetar.

Mama Akara menengok ke arahnya dengan kesal, namun segera menghela napas begitu melihat air mata yang mengalir di pipi Lisa.

"Huhh, baiklah,"

Woshhh!

Kini kobaran api merah pada tubuh mamanya Akara semakin membesar, bahkan menyamai kobaran api biru sebelumnya. Penyatuan tinggal sedikit lagi, namun lagi-lagi Lisa batuk hingga mengeluarkan darah. Mama Akara hanya bisa mengkerutkan dahinya, mengkhawatirkan gadis cantik itu.

Blup…

Saat kedua esensi menyatu, semuanya langsung seketika sunyi. Asap serta api yang memenuhi kubah penghalang hilang begitu saja. Tubuh Lisa dan juga mamanya Akara langsung tersungkur di tanah, sedangkan anak kecil itu turun secara perlahan dari udara.

"Hahaha, akhirnya." Keduanya tertawa begitu lepas karena lega telah menyelesaikannya.

Hari berikutnya, Akara berada di depan kediaman keluarga Beton, ia berdiri tepat di depan gerbang masuk. Mengambil ancang-ancang, lalu berteriak sekeras-kerasnya.

"Cor Beton sialan! Keluar!"

Para penjaga yang terkejut langsung berlarian menuju sumber suara. Kediaman yang sangat luas hingga membutuhkan beberap penjaga di gerbang depannya.

"Woi bocah, apa yang kau lakukan!?"

"Pergi! Jangan buat onar!"

Akara tidak menghiraukan peringatan para penjaga, ia malah berlari masuk, menerjang para penjaga dan melewatinya begitu saja. 

"Cepat tangkap bocah itu!" 

Mereka dipermainkan oleh kelincahan Akara dan akhirnya anak itu sampai di halaman utama. Sebuah lapangan yang cukup luas, tepat di depan sebuah bangunan besar.

"Cor Beton, keluar!" Akara berteriak lagi sambil berlari menghindari kejaran para penjaga.

"Keluar pengecut sialan!" teriaknya lagi, namun tiba-tiba ada seseorang yang melesat dengan sangat cepat. Ditangkapnya kedua tangannya dan dipiting di bagian belakang badan. Yon Beton, seorang pria berumur 30 tahunan dengan muka yang terlihat begitu tenang dan berpakaian rapi. 

"Akhhh!" Akara hanya bisa berteriak kesakitan saat tubuhnya dipiting hingga terangkat. 

"Tuan Yon Beton!" 

"Maafkan kami telah gagal menangkap pembuat onar itu." Para penjaga langsung menunduk ketika melihat pria yang sedang memiting anak kecil itu. 

"Pergilah pergilah." Yon Beton hanya mengibaskan punggung tangannya untuk mengusir para penjaga. Setelah penjaga pergi, ia melepaskan pitingan pada tubuh Akara.

Buggh!

Akara langsung melakukan tendangan memutar, namun langsung ditangkis dengan begitu mudah. Setelah itu ia terdiam, memandangi pria yang terlihat berwibawa itu.

"Bocah, tau tempat apa ini?" 

"Tau! Tempatnya pengecut Cor Beton itu!" teriak Akara dengan kesal, sambil menunjuk ke arah bangunan di sampingnya. Bangunan utama dimana tuan muda keluarga Beton berada.

"Hahaha, pengecut? Dia tuan muda keluarga cabang kami, penghinaanmu tidak bisa dimaafkan begitu saja." Yon Beton menundukkan kepalanya, dan menatap Akara dengan tatapan menyeramkan.

Walau begitu, anak itu tidak gentar, malahan ia pelototi kembali.

"Cor Beton keluarlah!" Yon Beton dengan tegas, lalu pintu depan terbuka dengan tergesa-gesa. Muncul tuan muda keluarga Beton yang didampingi oleh ayahnya, mereka tergesa-gesa seperti sedang ketakutan.

"Tuan Yon Beton, ada apa?" ujar ayah Cor Beton dengan tutur kata yang halus dan begitu menghormati Yon Beton , padahal ia sendiri merupakan kepala keluarga Beton di kota Biru.

"Suruh anakmu minta maaf, dia telah merusak citra keluarga Beton!"

"Ta, tapi tuan, anak itu yang memukul Cor Beton terlebih dahulu." Pria paruh baya itu masih berusaha mencari kebenaran untuk anaknya.

"Awal masalahnya apa? Cor Beton yang menghina anak ini terlebih dahulu, dia bilang sampah? Lihatlah anakmu, sebagai tuan muda keluarga Beton, tapi masih kalah dengan Dam Beton," ujar Yon Beton sambil meraih pundak Dam Beton.

Cor Beton dan ayahnya sontak keringat dingin karena panik, bahkan tidak bisa berkata-kata.

"Memukuli anak yang tidak bisa memadatkan aura di depan banyak orang, bahkan ia menggunakan aura energinya? Cepat minta maaf!" 

"Aku tidak butuh minta maaf!" teriak Akara tiba-tiba, membuat Yon Beton dan Dam Beton tersenyum sambil saling menatap.

"Lakukan pertarungan melawanku!" tantangnya sambil menghunuskan kedua pedang kayu.

Cor Beton dan ayahnya langsung tersenyum bahagia begitu mendengar ucapan Akara. Walaupun begitu, mereka masih harus menunggu keputusan dari Yon Beton.

"Kalau begitu yang nak Akara mau, Cor Beton, bagaimana denganmu?"

"Tentu saja!" seru tuan muda keluarga Beton dengan penuh percaya diri.

Mereka kemudian bersiap-siap di tengah-tengah lapangan, dengan keluarga Beton yang mengelilingi mereka. Akara menenteng kedua bilah pedang kayu miliknya, sedangkan Cor Beton yang penuh percaya diri dengan tangan kosong.

Dungg!

Suara tabuhan gong besar menjadi pertanda mulainya pertandingan. Saat Akara melesat, Cor Beton membuka aura ranahnya. Aura energi 5 bintangnya cukup untuk membuat tubuhnya kuat menahan serangan pedang kayu milik Akara. Walau begitu, Cor Beton terlihat meringis kesakitan saat Akara menebas lehernya. 

Kini Cor Beton melakukan serangan balik, pukulan demi pukulan terus ia lancarkan, namun selalu Akara hindari. Serangan Akara juga kini ia tangkis, bahkan sebagian besar ia hindari setelah merasakan serangan pertamanya cukup membuatnya sakit.

Di atas atap kediaman keluarga Beton, ada Lisa yang sedang menonton tanpa ada yang mengetahuinya.

Saat Akara berlari melesat, Cor Beton berhasil memukul lengan tangan kanan Akara, membuatnya hampir terhempas begitu mendapatkan pukulan yang kuat. Sorakan gembira mengiringi senyuman puas Cor Beton, namun Akara berdiri tegak kembali.

Kreekkk!

Tangan yang tadi terkena pukulan diluruskan, lalu muncul hentakan energi dari tubuh Akara. Aura energi mulai terbentuk di belakang pundaknya hingga berjumlah 3 bintang. Sorakan bahagia para anggota keluarga Beton beberapa saat yang lalu, kini berubah menjadi terkejut.

"Bahaya, anak itu ancaman!" gerutu Yon Beton sambil berdiri karena ikut terkejut.

"Hahaha, memangnya kenapa kalau sudah memadatkan aura?!" seru Cor Beton, menutupi kegelisahannya.

Akara tidak menjawabnya, ia langsung melesat menuju tempat Cor Beton. Melihat Akara bergerak, Cor Beton memukul tanah di depannya dengan kuat. 

Dushh! Bruuussskk!

Tanah yang dipukulnya menjadi seperti gelombang yang bergerak cepat ke arah Akara.

Classh!

Akara langsung mengayunkan satu pedangnya, hingga membelah ombak tanah di depannya. Ia kembali melesat, sedangkan Cor Beton memukul udara beberapa kali. Pukulannya di udara berubah menjadi energi yang meluncur dengan cepat, namun tidak bisa menghentikan anak itu. Ia terus melesat dan menghunuskan kedua pedangnya menuju ke arah perut Cor Beton. 

Yon Beton yang sedang gelisah langsung mengambil tindakan, diulurkan tangannya ke arah mereka, lalu menggenggam. 

Crekk!!

Pedang kayu miliknya tidak disangka menembus tubuh Cor Beton. Semua orang terkejut tidak percaya termasuk anak itu sendiri, sedangkan pria bernama Yon Beton malah tersenyum puas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status