Share

Bab 4. Kerja Kantoran

Suara motor Mas Alif terdengar di depan rumah. Berarti suamiku itu sudah pulang. Ingin rasanya kutanyakan padanya, kenapa pagi tadi dia berada di rumah perempuan itu. Kalau saja Ibu tidak menyuruhku mengantar , aku tidak akan tahu kalau rumah itu adalah milik Mela.

Apa si Mela itu benar-benar tidak tahunasi kalau Mas Alif sudah beristri? Memang ketika kami menikah enam bulan yang lalu, tidak ada acara resepsi. Hanya selamatan kecil-kecilan keluarga Mas Alif dan tetangga kanan kiri. Aku yang hanya sebatang kara, hanya didampingi oleh ibu panti dan beberapa anak panti seangkatanku.

"Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam."

Mas Alif masuk ke dalam rumah dengan wajah tampak bahagia. Senyum mengembang di wajahnya.

"Bu ..., Aku diterima kerja di kantornya Raka." ucapnya bersemangat seraya melangkah menghampiri kami.

Mas Alif langsung menemui Ibu dengan antusias. Di tangan kanan dan kirinya terdapat beberapa bungkusan. Lagi-lagi dia berbelanja tanpa mengajakku. Selama menikah dengan Mas Alif, satu kali pun aku belum pernah diajak belanja olehnya.

"Wah hebat kamu, Lif. Kamu harus undang Raka makan malam di sini. Sekalian kenalin sama Imah. Siapa tau adikmu berjodoh dengannya. Ibu kepingin punya menantu kaya raya seperti si Raka itu," sahut Ibu bangga.

Imah tampak tersipu. Wajahnya bersemu.

Benar dugaanku. Sejak kemarin Imah memang berusaha mencari perhatian Raka. Ternyata mereka memang ada maksud tertentu.

Aku gegas ke dapur membuatkan minum untuk suamiku. Walaupun sikapnya tak pernah lembut padaku, tapi aku tetap selalu melayaninya dengan baik.

"Kamu belanja apa, Mas?" tanyaku seraya membawa segelas teh hangat untuk Mas Alif.

"Beberapa kemeja dan celana panjang. Aku harus tampil rapi kalau kerja di kantoran." Laki-laki itu membuka belanjaannya dan memamerkannya pada kami. Tiga buah kemeja lengan panjang dan dua  celana panjang berbahan kain. Sepertinya harganya cukup mahal.

Ternyata Mas Alif juga membeli beberapa kaos untuknya. 

"Tapi ini kok ada kaos juga?" tanyaku kesal melihat banyaknya baju baru yang di belinya, tapi tak satupun untukku. Sedangkan pakaian Mas Alif sangat banyak di lemari. Bahkan ada beberapa kaos yang belum dia pakai sama sekali.

Tidak seperti Aku. Yang hanya memiliki beberapa pakaian, itupun sebagian besar daster warisan ibu dan Kak May jika mereka sudah bosan memakainya. Kadang harus aku jahit dulu karena ada beberapa bagian yang robek.

"Memang kenapa kalau aku beli kaos? Kamu ngiri? Minta dibeliin juga?", sahutnya kesal. Mas Alif tampak tak suka aku protes.

"Halaah! Kamu cuma di dapur aja, nggak perlu pakai baju baru! Lagian kamu bisa makan aja di sini sudah bagus. Harusnya kamu bersyukur, Shinta. Bukannya nyusahin suami minta ini dan itu!" ketus ibu.

Sontak Mas Alif dan Imah tertawa mengejekku.

Ya Allah, Aku belum berkata apa-apa mereka sudah bilang nyusahin suami.  Sampai kapan aku bisa bertahan hidup di tengah keluarga ini.

"Kamu pakai baju apa pun bentuknya tidak akan berubah. Tetap aja dekil!"

Mereka kembali terbahak-bahak setelah mendengar ucapan Mas Alif.

Istri dekil, panggilan itu yang telah disematkan Mas Alif untukku. Harusnya mereka sadar bahwa penampilanku sepertj ini karena mengurus keluarga ini siang dan malam. Tidakkah Mas Alif tau bahwa tamplil cantik itu memerlukan modal?

"Cepat kamu hubungi Raka, Lif! Kalau bisa malam ini dia makan malam di sini. Sekalian kamu undang Mela ya!" pinta Ibu seraya menatap sinis padaku.

"Undang Mela juga, Bu?" tanya Mas Alif antusias.

Ibu mengangguk seraya tersenyum.

Kenapa ibu juga mengundang perempuan itu? Tapi baguslah. Biar si Mela itu nanti tahu bahwa aku adalah istrinya Mas Alif. Aku akan perkenalkan diri pada mereka nanti. Lihat saja nanti, Mas. Teman-temanmu akan tahu bahwa aku adalah istrimu. Aku ingin lihat reaksimu nanti. 

------

Ibu langsung menyuruhku ke pasar berbelanja bahan makanan cukup banyak. Demi menyambut tamu yang istimewa, Ibu rela menghabiskan uang hingga ratusan ribu untuk menjamu mereka.

Ibu memintaku masak banyak sore ini. Karena ternyata Raka dan Mela jadi datang untuk makan malam di sini. Semua aku kerjakan sendiri. Mulai dari meracik bumbu sampai semua masakan telah matang sempurna.

Aku sengaja memasak dengan cepat. Karena aku juga ingin tampil rapi nanti malam. Semoga aku berhasil memperkenalkan diri pada mereka nanti. Dengan demikian mereka tak lagi mengira aku adalah pembantu di rumah ini. Khususnya Mela, semoga setelah dia tahu bahwa aku ini adalah istri Mas Alif, wanita itu tidak lagi mau didekati oleh suamiku.

Aku mulai menata makanan di atas meja. Menyiapkan peralatan makan seperti piring, gelas dan sendok garpu. Setelah memastikan semuanya beres, selepas  salat maghrib aku merapikan diri di dalam kamar. Mungkin sedikit merias diri agar tidak bikin malu Mas Alif nantinya.

Aku meringis ketika menemukan bedak padatku yang sudah hancur dan tinggal sedikit. Lipstikku yang sudah patah dan nampak putih-putih. Mungkin sudah rusak karena sudah sangat lama. Perlahan kuraba wajahku yang mulai kering dan kasar. Kapan aku bisa beli skincare untuk merawat wajahku ini?

"Ngapain kamu di depan kaca? Mau dandan? Kamu mau cari perhatian lagi di depan Raka, hah?" Tiba-tiba Mas Alif masuk kamar dan berdiri di belakangku seraya berkacak pinggang. Tatapan tajamnya menghujam manik mataku. Kenapa Mas Alif selalu berburuk sangka padaku.

"Astagfirullah ..., Mas. Mana mungkin aku  seperti itu. Aku hanya tidak ingin membuatmu malu di depan teman-temanmu nanti," sahutku bergetar. Kenapa dia selalu menuduhku seperti itu. Begitu burukkah aku dimatanya?

"Halah alasan saja. Awas saja nanti kalau kamu cari gara-gara lagi di depan Raka! Asal kamu tahu ya, Raka itu orang kaya dan terpandang. Dia tidak akan sudi melirikmu, apalagi berkenalan denganmu."

Ya Tuhan. Tega sekai Mas Alif berkata seperti itu padaku. Tapi menurutku Raka bukan seperti itu. Buktinya kemarin dia mau membantuku membersihkan pecahan kaca di lantai. Tanpa gengsi laki-laki itu mau mengepel lantai yang basah.

Padahal saat itu penampilan Raka paling rapi dan kekinian. Dia terlihat berbeda dari teman-teman Mas Alif lainnya. Raka jelas terlihat dari keluarga berada. Namun sikapnya sangat rendah hati dan tulus.

Yang masih aku pikirkan sampai saat ini. Perhatian Raka saat itu padaku. Kenapa dia memanggilku dengan sebutan Maira? Apa benar dia mengenal masa kecilku?

Aku harus cari tahu siapa sebenarnya laki-laki yang bernama Raka itu. Apakah dia salah satu orang kepercayaan orang tuaku? Atau jangan-jangan justru salah satu dari orang-orang yang dulu membuangku?

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Tia Bastian
Assalamualaikum
goodnovel comment avatar
Ma E
lanjut thor ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Safika Nurul
Yups all raight
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status