Nay menata semur ayam dengan tomat yang dibentuk bunga dan irisan timun. Selesai, ujarnya bangga kepada diri sendiri. Ia sudah gatal mencoba dapur Cherry ketika menginjak rumah tersebut setibanya dari Bali. Nay senang memasak. Orang-orang yang baru mengenalnya pasti tidak akan menyangka ia mempunyai hobi setradisional itu.
Nay melihat pantulan wajahnya yang memandang balik dirinya dari cermin yang ada di atas wastafel. Rambutnya ditata dengan gaya yang disebut girly punk oleh stylist-nya. Dipotong dengan teknik cacah-mencacah sehingga rambutnya tipis di kedua sisi namun memanjang di bagian belakang. Bila ia menggunakan wax dengan kekuatan super, Nay bisa mengangkat rambut tersebut ke atas dan memberikannya penampilan Mohawk. That’s hot, itu kata teman-temannya menirukan ungkapan yang sering diucapkan Paris Hilton. Dalam hati Nay, ia selalu mengingat-ingat pujian itu jika sedang dalam kondisi yang tidak mengenakkan.
Nay melirik jam
Para pendatang di pulau Bali cenderung berkelompok. Mungkin karena jika kita memiliki teman maka itu akan dipercaya dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk beradaptasi di tempat baru. Begitu pula halnya yang terjadi dengan Nay dan Peter. Kedua-duanya sama-sama orang asing di pulau dewa-dewa. Walaupun yang satu berdarah Kaukasia dan Nay kental dengan garis keturunan Asia. Tapi, keduanya memiliki kebutuhan yang sama, yaitu untuk dapat diterima di tempat baru. Oleh karena itu, ketika suatu saat Peter mengajaknya ke sebuah pesta, Nay dengan senang hati menerimanya.“I’m glad you come,” kata Peter sambil menyodorkan sebotol bir.Nay menerimanya. Tidak langsung meminumnya tentu saja karena Nay sedang mencoba gaya hidup sehat dan alkohol adalah salah satu yang ia coba hindari.Peter mengangkat dan menyentuhkan botol bir ke miliknya, “To the new life,” kata laki-laki itu.Nay basa-basi menanggapi, “Ch
Namun, dugaannya salah. Sabuk pinggang laki-laki itu rupanya dipakai untuk memecutnya. Sakit, batin Nay sewaktu pecutan itu mendarat di perutnya. Peter tidak berhenti dan kali ini sabetan ikat pinggang mengenai lengannya. Nay meronta-ronta. Ia mau tangannya bergerak lepas untuk melindungi dari aksi Peter yang menyakitkan itu. Tak pelak, Nay menggunakan kakinya untuk menghalang-halangi aksi laki-laki itu.Salah langkah. Peter justru menahan kakinya lalu membentangkannya lebar-lebar dan mengikat ujung kaki Nay ke tiang yang tersisa. Nay khawatir. Ia tidak pernah dilakukan seperti ini. Peter kemudian mendekatinya. Nay memalingkan wajah dan menutup matanya rapat-rapat.Sedetik kemudian, ia merasakan elusan lembut di rambutnya. Dahinya mengenali kecupan basah dari bibir Peter. Nay membuka mata. Tidak ada lagi sebuah ikat pinggang dalam jarak pandangannya. Sejenak, Peter berdiam dan memandanginya lekat-lekat.“Apa?” bisik Nay pelan mengira ada yang aneh da
Ranjang hotel sempit itu sudah tidak berbentuk. Seprai dan selimutnya sudah tidak beraturan dan berserakan di mana-mana. Nay mengambil salah satu selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Di sebelah kanannya, Peter sedang mengenakan celananya kembali. Setelah itu, Peter balik ke ranjang dan memeluknya.Nay membuat tubuhnya nyaman dengan menyandarkan kepalanya di dada Peter. Pria itu menyambutnya dengan elusan yang menenangkan di rambutnya.“I can live like this forever,” bisik Peter di telinganya.Nay membalas ucapan laki-laki itu dengan mempererat pelukan di pinggang Peter.“Why can’t forever starts now?”Nay menegakkan tubuhnya. Ia bukannya tidak mengerti Bahasa Inggris. Akan tetapi, ia perlu mengonfirmasi apa benar kalimat Peter itu sesuai dengan apa yang ada dalam pikirannya.“Tinggal sama saya, ya.”Nay duduk bersandar di kepala ranjang dan menaikkan selimut ke dad
Hidup bersama Peter memang tidak melulu bunga dan hadiah. Tapi, bukankah itu yang terjadi dalam setiap hubungan percintaan?“Soft box mana?” tanya Peter.Nay menunjuk ke sudut ruangan tempat salah satu kelengkapan fotografi itu berada.“Kok belum diberesin?”Tak dinyana, laki-laki itu merenggut kepalanya, lalu menggiringnya ke tempat soft box berada. Tidak cukup sampai di situ, Peter mendorong kepalanya dengan sekuat tenaga. Nay yang tidak siap mendapat perlakuan seperti itu, jatuh terjerembab.“Mau berangkat jam berapa lagi, hah?” bentak pria itu.Nay cepat berdiri dan meraih kabel-kabel untuk ia bereskan. Tapi, Peter tidak berhenti menyakitinya. Kaki pria itu menendang punggungnya.“Peter!” Refleks Nay berteriak.Untuk beberapa detik, tidak ada jawaban apa-apa dari pria bule itu. Nay sendiri melanjutkan mengemas soft box. Mendadak, ia merasakan sentuha
Gadis itu meletakkan pisau dan garpu. Ia sudah tidak lagi berselera menghabiskan hidangan yang ada di hadapannya. Nay tidak mampu berkata apa-apa. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran Peter sehingga bayangan bahwa laki-laki itu akan meninggalkannya membuatnya… takut? Tunggu, apakah itu lebih mirip dengan keragu-raguan? Apa sesungguhnya yang Nay rasakan?Ada jeda cukup lama yang tercipta. Nay tidak tahu hendak berkomentar apa. Oleh sebab itu, ia memilih untuk menyesap minumannya kembali.“You’re coming with me,” kata Peter tiba-tiba.Nay hampir tersedak mendengarnya. Ia mengatur agar anggur yang ia minum tidak sampai muncrat. Ia kemudian cepat-cepat menelannya.“Ya, mana mungkin saya mau meninggalkan my precious property. Kamu akan terus bersama saya. You’ll love New York. Ah, what am I thinking? Selama dengan saya, di manapun pasti kamu suka.”Pikiran Nay berkecamuk. Kerag
Nay sudah merasakan lehernya dicekik atau tangannya terikat. Tapi ini adalah sesuatu yang baru. Lelehan lilin panas membuat tubuhnya terasa seperti dibakar. Refleks ia menampik tangan Peter yang memegang alat penerang itu.Peter menatapnya. Alih-alih tersenyum, wajah laki-laki itu tampak bengis. Lilin yang jatuh ke lantai seketika padam. Tahu-tahu, Peter menamparnya. Nay terlampau syok untuk bereaksi. Tidak lama setelah itu, Peter mengunci pergelangan tangannya. Nay ingin melawan. Tapi, genggaman itu terlalu kuat baginya.“You are my slave. Jangan melawan!”Gairah Nay yang sebelumnya membara, perlahan menghilang. Kepalanya menciptakan cabang pikiran yang baru, yaitu bagaimana ia dapat lolos dari situasi ini. Nay tahu tangannya yang dikuasai oleh Peter akan meninggalkan bekas memar esok hari.“Aaah, Peter,” desahnya pura-pura. Dalam hati, ia menimbang-nimbang berbagai strategi yang dapat ia lakukan.Tempat mereka ber
“Nay! Nay?” guncangan tangan Cherry pada bahunya membuat Nay tersadar dari lamunannya tentang masa lalu.“Ada masalah apa?” tanya Cherry.Nay mengedikkan bahu. “Nggak penting.”“Ayolah, ada apa?” Cherry tidak putus asa untuk mengorek penjelasan darinya.“Kami putus, itu saja. Barangkali Peter belum bisa menerimanya.”Cherry boleh saja sahabat terdekatnya. Namun, Nay tidak bisa, ralat, - belum mampu -, menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Hidupnya tidak menyenangkan. Hidupnya jauh dari kata sukses. Tidak seperti apa yang terjadi dengan Cherry, Dewi, dan bahkan Maria. Ketiga sahabatnya itu memiliki kariernya masing-masing. Wanita modern yang mandiri, sedangkan dirinya hanya budak yang dipungut oleh Peter di jalanan. Bagaimana mungkin ia mengisahkan semua itu kepada teman-temannya? Seterpuruk apalagi dirinya jika ia mengungkapkan ketidakberuntungannya itu pada dunia?“Dia cin
Ia tahu banyak kasus pertemuan asmara di dunia maya yang berakhir dengan bahagia. Namun, semua contoh yang ia saksikan itu adalah kedua-dua pihak telah memiliki penampilan yang sama-sama sempurna. Yang laki-laki cakep dan simpatik, sementara yang perempuan cantik dan berkulit putih.Coba bandingkan dengan penampakan dirinya? Maria meneliti tubuhnya sendiri. Sudah jelek, hitam, bekerja sebagai pembantu lagi. Tanpa sadar Maria terduduk lemas dan tidak sengaja menduduki ember yang penuh terisi dengan air.Betapa sial nasibnya, renung Maria. Perlahan-lahan, air mata tanpa isak keluar mengaliri kedua pipinya.***Sejak menikah dengan Eton sampai sekarang memiliki dua buah hati, Dewi yang selalu kelimpungan mencari uang. Suaminya setiap hari hanya bermalas-malasan. Fakta kalau mereka masih tinggal di rumah Ibu Mertua, sepertinya membuat Eton besar kepala. Pria itu lalu menggampangkan semuanya. Bagaimana tidak? Andai kata Eton tidak melakukan apa-apa sekalipun,