Yang tidak pernah Dewi ceritakan kepada siapapun adalah bekerja di Universal Needs bikin ia dekat dengan Pak Edward. Pertemuan keduanya di bus Transjakarta memang jadi pertama kalinya mereka berjumpa. Namun, awal mula Dewi merasakan kalau Pak Edward memiliki perasaan lebih kepadanya terjadi beberapa bulan setelah itu.
Dewi sedang menghadiri rapat besar bagian marketing. Pak Edward menghadirinya. Tadinya wanita itu heran, mengapa pemilik perusahaan besar masih mengurusi hal-hal remeh. Tapi, dari rekan kerjanya yang lain, Dewi baru mengetahui kalau laki-laki itu memang sangat peduli pada departemen penjualan di perusahaan tersebut. Menurut Pak Edward, divisi tersebut adalah ujung tombak kesuksesan perusahaan. Jadi, tidak heran kalau selalu mendapat perhatian lebih, termasuk menghadiri rapat departemen penjualan.
“Sekarang, saya mau ucapkan selamat kepada Ibu Dewi. Walaupun baru join, berkat Ibu Dewi, sabun Melati membukukan penjualan 100% dalam masa uji coba,&rdquo
Pak Edward menyusupkan tangannya ke dalam paha Dewi dan mencari-cari pinggiran stokingnya. Perlahan-lahan, laki-laki itu menurunkan stoking Dewi. Jemari Pak Edward dengan lembut meneluri kakinya. Bohong kalau Dewi bilang, tidak ada desir aneh yang berseliweran di hatinya tatkala Pak Edward melakukan hal itu. Laki-laki itu berlama-lama mengelus bagian betisnya yang ditutupi stoking bolong. Rasanya seperti berabad-abad Pak Edward memainkan kakinya itu. Kaki Dewi telah bebas dari stoking. Sekarang, laki-laki itu bersiap-siap memakaikan stoking yang baru ke kakinya.“Saya bisa sendiri,” cegah Dewi. Ibu dua anak itu cepat-cepat merebut stoking dari tangan Pak Edward. Ia lalu memalingkan wajah dan menggeser tubuhnya menjauhi atasannya itu.Ia mendengar Pak Edward bergumam. Tapi, Dewi tidak dapat menangkap kata-katanya. Saat Dewi menoleh, tahu-tahu ia melihat Pak Edward sudah pindah ke tempat duduk laki-laki itu sendiri.“Ayo, coba lobster-nya, Wi.&rd
Dewi tercengang. Tas karton itu bertuliskan sebuah merek terkenal. Ia menduga-duga isinya dan menahan pekik gembiranya tatkala tebakannya benar. Sebuah tas yang harganya puluhan juta. “Ini… nggak, saya nggak bisa terima –“Ini adalah bonus. Kamu berhak mendapatkannya,” ujar Pak Edward bersikeras. “Malah kalau laporan penjualan Melati telah ada, kamu akan mendapatkan yang lebih lagi.”Ragu-ragu yang tadi menghinggapinya lenyap sudah. Ini adalah urusan pekerjaan. Dewi sangat piawai dengan tugasnya sehingga dianugerahi hadiah. Ini adalah sesuatu yang pantas. Dewi pun tersenyum dan ucapkan terima kasih.Selesai makan malam, mereka pun berjalan beriringan ke luar dari restoran. Senyum semringah Dewi tidak lepas-lepas dari wajahnya. Ia terlampau gembira menenteng tas mewah di tangannya.“Saya tidak bisa antar. Pulang naik taksi saja, ya.”Biasanya juga ia tidak pernah diantar ke rumahnya oleh Pak Edw
Tapi, Pak Edward justru bangkit dan berdiri. Dewi yang sudah memasrahkan dirinya jadi terheran-heran. “Kita belum selesai berdansa,” kata pria itu sambil mengulurkan tangannya. Dewi mengangsurkan tangannya dan dengan dibantu oleh Pak Edward, wanita itu kemudian berhadap-hadapan dengan laki-laki itu. Atasannya itu mengeluarkan ponsel dan memutarkan musik. Dewi tidak familiar dengan judulnya. Namun, lagu itu bertempo pelan dan menghanyutkan. Setelah meletakkan ponsel di meja, Pak Edward menautkan jemarinya dengan jemari Dewi dan menuntun langkahnya dengan lembut. Mungkin hujan di luar membuat Dewi terhanyut dengan suasana. Ia merebahkan kepalanya di pundak Pak Edward. Laki-laki itu kemudian menyusupkan tangannya ke balik kemeja yang dikenakan oleh Dewi. Ibu dua anak itu merasakan kaitan pakaian dalamnya telah terlepas. Tangan Pak Edward penyebabnya. Jantung Dewi berdegup kencang. Meskipun demikian, Dewi melonggarkan pelukannya agar dapat menarik bra-nya ke bawah kemeja. Ia lalu mencam
“Kenapa?” erang Dewi karena sudah tidak dapat mengendalikan gairahnya.“Saya ingin berdansa denganmu.”Dewi berdiri dengan enggan. Bukan apa-apa. Tubuhnya terlalu loyo untuk sigap menegakkan badan. Pak Edward membantunya dan menggantungkan tangannya di bahu. Lumayan, topangan itu membuat Dewi kembali berenergi. Tidak cukup sampai di situ, Pak Edward mengangkat Dewi agar wanita itu dapat memposisikan kakinya di atas kaki laki-laki itu.Dewi mengikuti panduan Pak Edward yang mengayunkannya ke kiri dan ke kanan. Mereka sedang berdansa dalam keadaan tanpa busana. Hm, sebenarnya keduanya masih mengenakan celana dalam tapi gesekan dan sentuhan kulit mereka satu sama lain telah lama mengabaikan kenyataan itu. Dewi dapat merasakan organ tubuh Pak Edward yang terletak di tengah-tengah selangkangan pria itu semakin lama bertambah sesak. Ia mau saja apabila Pak Edward menggiringnya ke tempat tidur dan menuntaskan hasrat keduanya di sana. Akan tetapi
Maria terbangun mendengar suara klontang-klontang dari arah dapur. Rasa-rasanya ia baru tertidur lima belas menit yang lalu. Arwahnya yang bepergian di alam mimpi belum kembali utuh. Maria menyadari tubuhnya yang kucel tertidur di atas karpet keras di lantai. Samar-samar ingatannya terkumpul dan ia menyadari tempatnya berada sekarang. Ini di rumah Delia. Ia adalah sekretaris Delia. Ia melirik jam beker dan ternganga melihat jarum pendeknya mengarah di angka enam pagi. Maria melompat bangun. Untuk sebagian orang, pukul enam pagi bisa jadi masih kepagian. Tidak demikian halnya dengan Maria, pukul enam pagi berarti ia kesiangan dua jam. Setiap hari, ia harus bangun pukul empat pagi. Lirik lagu anak-anak mengatakan “bangun tidurku terus mandi” tidak berlaku untuknya. Pasalnya, setelah bangun tidur, sederet aktivitas sudah menunggu untuk dikerjakan. Membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci mobil, dan mengatur bahan makanan yang sudah dibeli ke dalam kulkas. Tidak ada waktu untuk berma
Dewi terbangun dan merasakan lelah luar biasa. Sebelah matanya refleks menyipit menghindari cahaya matahari yang masuk menyilaukan dari jendela. Dewi menoleh ke samping. Penyebab rasa lelah luar biasa yang dialaminya sekarang sedang berbaring di sana. Seharusnya ia tersenyum bahagia. Tadi malam ia mengalami hubungan seksual yang paling luar biasa. Untuk pertama kalinya, ia bisa merasakan kepuasan yang tidak pernah Dewi bayangkan akan ia dapatkan. Ya, seharusnya ia tersenyum bahagia. Seharusnya, pikir Dewi. Nyatanya, ia tidak bisa tersenyum sama sekali. Hatinya diselimuti rasa bersalah. Apa yang ia lakukan di sini? Seorang istri berbaring telanjang di samping laki-laki yang bukan suaminya. Seorang ibu dua anak yang mengabaikan kebutuhan mereka. Pikiran Dewi melayang ke bayi Romeo. Pada jam-jam sekarang biasanya ia akan memandikan Romeo dan memberikannya susu. Siapa yang bertugas melakukan itu saat ia tidak ada? Rasa rindu yang luar biasa menyusup di hatinya. Setelah pindah ke rumah ko
“Ini bukan –“Ya, aku tahu,” bisik Dewi menenangkannya. Bukan hanya membersihkan saos tomat, laki-laki itu juga pasti menggunakan toilet. Dewi paham kalau fasilitas toilet di restoran tersebut menggunakan fasilitas bidet yang tertanam pada perangkat toilet. Anton pasti tidak terbiasa dengan itu. Mungkin pria itu sembarangan memencet tombolnya dalam posisi berdiri sehingga air bidet muncrat mengenai celananya.“Orang-orang melihat –“Jangan pedulikan,” kata Dewi menenangkannya. Ia paham kalau Anton takut orang-orang menyangka kalau pria itu melakukan sesuatu yang tidak pantas di kamar mandi sehingga merasa perlu membersihkan bagian selangkangannya.“Aku bukan –Dewi meraih kepala laki-laki itu ke pundaknya. “Itu namanya bidet,” bisik Dewi. “Untuk cebok,” jelasnya. “Pasti ada kali pertama untuk menggunakannya. Semua juga begitu, awalnya nggak tahu caranya.&rdquo
Dewi dan Anton saling berpandangan. Tahu-tahu, laki-laki itu secepat kilat mendekatkan mulutnya dan melumat bibir Dewi tanpa ampun, Mahasiswa tahun ketiga itu sempat terkesiap. Namun, hanya sesaat karena setelahnya ia pun membalas kecupan itu dengan membara.Losmen yang tadinya dimaksudkan Dewi hanya untuk tempat beristirahat sejenak, akhirnya dipakai untuk menginap semalaman. Hari itu, muncul perasaan sayang yang membuncah dalam hati Dewi yang membuatnya ingin bersama-sama dengan Anton selamanya.***Apa yang kau tabur, itulah yang kau tuai; demikian peribahasa telah mensabdakan. Dua orang muda yang bercinta-cintaan sudah pasti akan mendapatkan buah cinta. Demikian pula Dewi. Gadis itu dan Anton telah bersama-sama selama hampir setahun. Sepanjang itu, setiap pertemuan keduanya selalu berakhir di tempat tidur.Dewi juga tidak tahu kenapa, namun semenjak malam pertama di losmen sederhana dahulu, Anton seolah-olah ketagihan bercinta. Mata pria itu selalu me