Share

Pergi ke dukun

Judul: Lenyapnya Suami Durjana.

Part: 8.

***

Pagi ini Rama bergegas mendatangi penjara. Ia ingin melihat apakah Kendis masih di sana.

Dan kedua netranya memanas saat melihat dengan jelas Kendis masih memakai baju tahanan berjalan ke arahnya.

"Ada apa, Ram?" tanya Kendis tanpa senyuman.

"A--aah ... ti--tidak, Mbak. Cuma ingin memastikan kalau Mbak Kendis sehat di sini," ucap Rama sembari mengatur degup jantungnya.

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu memikirkan prihal aku di sini, Ram. Fokus saja pada tujuan hidupmu. Aku berdoa semoga kau bahagia. Tidak sepertiku," papar Kendis. 

Dari nada bicaranya, jelas tergambar sebuah kesedihan. Rama sangat bersimpati dan tak pernah menyalahkan Kendis untuk semua yang telah terjadi itu.

"Maafkan keluargaku, Mbak! Aku menyesali semua yang telah menimpa dirimu ini," ujar Rama.

Kendis menyeringai. Ia tak menjawab lagi, hanya mengangkat sebelah tangannya memberi kode untuk diam.

Setelah berbincang sebentar, kini Rama berpamitan pulang.

Dalam hatinya semakin bimbang karena sosok yang semalam ia temui itu memang sangat mirip dengan Kendis. Namun, nyatanya Kendis masih berada dalam sel tahanan.

.

Di rumah, Lena dan Lasmi sedang berunding. Keduanya sepakat ingin pergi ke orang pintar untuk menangkal gangguan dari sosok makhluk yang mirip Kendis.

"Tapi, kenapa tadi malam makhluk itu nggak datang ya, Bu? Malah Bang Joko yang datang," ujar Lena.

"Mungkin takut sama Abangmu, Len. Kita harus tetap jaga-jaga! Bisa jadi nanti malam dia bakal ke sini atau ke rumahmu. Toh kamu kan mau pulang."

"Iya sih, Bu. Aku takut banget. Kalau Bang Farhan nggak di rumah, aku pasti nginap di sini lagi, Bu."

"Itulah. Sekarang kita langsung aja pergi ke dukun yang kata temen Ibu itu, Len!" 

Lena mengangguk setuju, sedangkan Rama yang berada di ambang pintu dapat menangkap dengan jelas pembicaraan keluarganya.

"Istighfar, Bu! Sebagai orang muslim kita dilarang pergi ke dukun! Lagian apa yang mau kalian lakukan di sana?" sambung Rama.

"Jangan ikut campur kamu, Ram! Coba aja kamu yang diganggu sama makhluk kiriman Kendis itu! Pasti kamu juga tak akan tenang seperti kami," hardik Lasmi geram.

Rama bergeming, sementara Lena dan Lasmi bergegas menerobos keluar.

Lena dengan senagaja menyenggol bahu Rama. Ia sangat kesal dengan sikap Adiknya yang tak pernah memihak pada keluarga.

Rama hanya berdehem sembari berjalan masuk ke dalam.

Ia juga sekarang tengah bingung memikirkan sosok wanita yang dilihatnya semalam. Namun, sedikit pun Rama tak percaya kalau itu adalah makhluk gaib. Sebab nampak jelas wanita itu menginjak bumi sama seperti manusia pada umumnya.

.

Lasmi dan Lena sampai di tempat tujuan. Rumah orang pintar yang didatanginya terletak sedikit jauh dari penduduk.

Jarak yang ditempuh pun memakan waktu empat jam.

"Permisi," ucap Lena ragu-ragu.

"Masuk! Kalian pasti orang yang ingin meminta perlindungan Mbah kan?" tebak dukun tersebut.

"Wah, hebat! Mbah langsung tahu," puji Lasmi.

"Ya jelas tahu lah, Bu. Yang datang ke sini pasti butuh bantuan si Mbah. Ibu gimana sih?" bisik Lena pelan.

"Duduklah! Ceritakan masalah kalian!" perintah lelaki tua dengan jengkot panjang yang sudah putih semua itu.

"Begini, Mbah ... kami diteror sama sosok wanita yang wajahnya sama persis dengan menantu saya yang berada di dalam penjara." Lasmi menjelaskan dengan detail.

Dukun tua yang bernama Surip itu mengangguk seolah mengerti dengan semua cerita Lasmi.

"Oh, begitu rupanya. Itu perkara kecil. Mbak akan memeriksa dulu sosok itu."

Mbah Surip menaburkan berbagai jenis bunga ke dalam wadah yang sudah berisi air. Lalu ia komat-kamit membaca mantra.

"Gawat!" desisnya.

"Ada apa Mbah?" tanya Lena penasaran.

"Sosok itu akan terus mengincar kalian," ujar Mbah Surip.

Lena dan Lasmi saling melempar pandangan.

"Lalu kami harus apa Mbah?" tanya Lasmi pula.

"Kalian pakai jimat ini! Dan taburkan bubuk yang sudah Mbah pagari ini di seluruh halaman rumah! Mbah jamin, demit kiriman wanita itu tidak akan berani datang lagi," papar Mbah Surip penuh percaya diri.

Lasmi tersenyum senang sambil mengangguk-ngangguk.

"Eit, ini tentunya tidak gratis," seru Mbah Surip sembari melintir jenggotnya.

"Saya paham, Mbah. Ini saya sudah menyiapkan maharnya," ujar Lasmi.

Sedangkan Lena mencibir dalam hatinya.

Akhirnya Ibu dan Anak itu pulang dengan perasaan lega. Keduanya membawa jimat serta bubuk ajaib yang konon dapat menangkal makhluk gaib tersebut.

.

Waktu berjalan, Lasmi dan Lena sampai ke rumah dengan matahari yang mulai tenggelam. 

"Bu, aku langsung pulang ya! Ibu kabari aja kalau ada apa-apa," ujar Lena.

"Iya, Len. Kamu juga ya! Ibu yakin malam ini nggak akan ada gangguan lagi."

Lena berlalu setelah mengantarkan sang Ibu.

Di dalam rumah, Rama menunggu Lasmi dengan gelisah.

"Ibu beneran pergi ke dukun?" tanya Rama menyelidik.

"Kalau iya memangnya kenapa?" 

"Ibu ini sudah tua, tapi kok kelakuan masih kayak bocah aja."

"Diam kamu, Ram! Dari dulu kamu tuh memang keras kepala. Nggak pernah nurut sama orang tua. Selalu aja ngebantah! Kamu pikir nggak dosa?"

"Aku bakal nurut kalau Ibu berlaku benar. Ini apa yang harus aku turuti, Bu? Kalian semua menzolimi Mbak Kendis, sampai akhirnya ia nekad berbuat hal yang sadis," papar Rama.

"Bela saja terus wanita si*lan itu!"

Lasmi bergegas meninggalkan Rama. Ia sangat kesal setiap kali berhadapan dengan putra bungsunya.

Sedari dulu Joko lah yang paling patuh dan menurut padanya. Sebab itu pula Lasmi sangat memanjakan Joko dan mengutamakannya dari yang lain.

Namun, kini sosok putra yang paling disayanginya itu telah tiada. 

.

Pekatnya malam mulai terasa. Suara jangkrik memekkan telinga. Lasmi sudah menyelesaikan ritualnya dalam memasang jimat, serta menaburi serbuk yang diberi Mbah Surip.

"Mampus kau set*n! Pastinya kau akan kepanasan," ucap Lasmi tersenyum sinis.

Saat ia hendak memasuki rumah, tiba-tiba sebuah sentuhan mendarat di pundaknya.

Lasmi menelan ludah getir. Kedua kakinya gemetar seketika.

Perlahan ia menoleh ke belakang dan ternyata ....

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status