Awan coba meraba-raba, karena matanya tidak bisa menangkap cahaya apapun di dalam sana.
Tidak ada jawaban apapun yang terdengar.
"Pak?" Panggil Awan sekali lagi.
Masih hening, tanpa ada balasan dari security. Sampai beberapa saat lamanya, lampu di ruangan tersebut tiba-tiba menyala.
Clap.
Awan sedikit menyipitkan matanya sambil menutupnya dengan tangan. Lampu ruangan yang tiba-tiba menyala cukup menyilaukan dan membuat matanya harus beradaptasi sejenak.
Setelah matanya bisa menangkap dengan jelas keadaan di sekelilingnya, Awan sangat terkejut. Disana sudah ada 10 orang pria berbadan besar yang sedang menatapnya dengan tatapan yang seolah siap untuk menelannya hidup-hidup.
"Apa-apa maksudnya ini? Dimana dokter Nisa?" Tanya Awan terkejut.
Awan tidak melihat dokter Nisa ada disana, hal itu membuat Awan merasa dipermainkan oleh security yang tadi membawanya kesana.
"Dokter Nisa? Hahaha, tentu saja dia tidak ada. Disini hanya ada kami, hahaha." Jawab si security.
Saat itu, Awan baru mulai merasa gelisah. Ia tidak menduga, jika security yang membawanya ternyata berniat jahat padanya. Melihat disana sudah ada sekelompok orang, jelas mereka memiliki tujuan yang tidak baik.
"Kenapa? Apa aku pernah menyinggung kalian sebelumnya?" Tanya Awan sediit ketakutan.
"Menyinggung kami? Tentu saja tidak. Hanya saja, kamu telah menyinggung orang lain dan orang tersebut tidak senang. Makanya dia meminta kami untuk menyingkirkanmu."
Glek.
Awan terkesiap dan keningnya sedikit berkerut. Dia saja baru sadar dari komanya, bagaimana bisa dia menyinggung orang lain? Awan lalu teringat dengan Annisa. Ia tidak masalah dengan orang-orang ini menyakiti dirinya, Awan akan merasa bersalah jika mereka juga berniat mencelakakan Annisa.
"Lalu, dimana dokter Nisa?" Tanya Awan khawatir jika hal yang sama juga menimpa Annisa.
"Hehehe, kamu tidak usah khawatir dengan dokter cantik itu. Bos kami pasti akan menjaganya dengan baik. Cukup khawatirkan saja nasibmu sendiri."
Nada orang yang sedang bicara tersebut, jelas menyiratkan ancaman. Awan menjadi gugup, ia tidak tahu bagaimana caranya agar bisa keluar dari sana, mengingat orang-orang ini mengelilingi dirinya. Melihat badan mereka yang besar-besar, mustahil bagi Awan dapat melewati mereka.
"Sebaiknya kalian memikirkan apa yang baik buat kalian, sebelum kalian menyesalinya." Ancam Awan coba mengubah pemikiran mereka, sembari mencari cara agar bisa selamat dari sana.
"Siapa yang ingin kamu takuti, hah? Tentu saja tidak akan ada orang yang tahu tentang kejadian hari ini. Kami akan membunuhmu, lalu membuang mayatmu jauh ke lautan sana, setelah memutilasi tubuhmu terlebih dahulu. Mustahil ada orang yang dapat menemukanmu." Ujar salah seorang preman diselingi dengan tawa.
Mendengar itu, Awan mau tidak mau meneguk saliva, cemas. Ia tidak bisa membayangkan akan berakhir disana dengan cara yang begitu menyedihkan.
Tidak sabar, pemimpin preman memberi kode anak buahnya untuk segera menyelesaikan Awan.
"Tidak, kumohon kalian jangan melakukan ini..."
Bug.
Belum sempat Awan menyelesaikan ucapannya, preman yang berdiri dibelakangnya menendang punggung Awan dengan sangat keras.
Seketika Awan jatuh tersungkur ke depan dengan cara yang cukup menyedihkan.
Seolah tidak cukup sampai disana, pria lainnya segera maju untuk menyerang Awan.
Bug bug bug
Delapan orang dari mereka, menyerang Awan secara bergantian. Awan menjadi bulan-bulanan para preman kejam ini.
"Anjir, keras banget badan bocah ini. Tangan gue sampai sakit dibuatnya." Ujar salah seorang preman, setelah menghajar Awan dengan tangan kosong beberapa kali.
Ternyata tidak hanya dirinya, temannya juga merasakan hal yang sama. Menghajar Awan, serasa seperti memukuli gunung. Sangat keras, sampai-sampai tangan mereka serasa keram."Bodoh! Kalau tidak bisa dengan tangan, pakai besi yang kalian bawa itu." Teriak pemimpin kelompok preman ini marah.Para preman segera beralih menggunakan pentungan besi dan kayu yang telah mereka siapkan sebelumnya.Suara benturan besi dan kayu segera terdengar bergemuruh setelahnya. Adapun Awan meringkuk di atas lantai yang dingin sembari menerima serangan bertubi-tubi. Ia merasa tubuhnya mulai kesakitan, karena banyaknya jumlah pukulan yang masuk ke tubuhnya."Bang, bagaimana dengan dokter cantik itu? Apa bos membutuhkan bantuan kita? Dia cantik banget, sayang aja kita gak ikut menikmatinya." Ujar pria yang berdiri di sebelah pemimpin kelompok preman ini.Si pemimpin preman terkekeh dengan ekspresi penuh nafsu. Tentu saja, ia sudah melihat sosok dokter yang disebut oleh anak buahnya tersebut. Karena mereka sud
"Cukup sampai disini saja. Terimakasih sudah mengantar sampai disini, dokter Henry!" Ujar Annisa begitu mereka sudah sampai di luar rumah sakit."Yakin tidak mau ku antar sampai kosan?" Tanya Henry kembali, masih berusaha membujuk Annisa agar bersedia menerima tawarannya.Annisa menggeleng, "Tidak usah, terimakasih. Cukup sampai disini saja!" Jawab Annisa menegaskan.Ia tidak ingin memberi harapan pada Henry, karena Annisa tahu niat Henry yang sebenarnya.Henry terlihat membuang napas kesal, meski diluaran ia masih menampilkan senyumnya."Hmn, tidak apa-apa. Lain kali, kamu pasti akan bersedia menerima tawaranku."Terdengar ambigu, namun menunjukkan usaha pantang menyerah dari Henry. Annisa sengaja tidak membalasnya, karena saat itu taksi online yang dipesannya sudah datang. Annisa langsung masuk ke bangku penumpang dan hanya tersenyum tipis ke arah Henry sebagai tanda perpisahan."Ingat, Nisa! Suatu saat kamu pasti akan menerimaku, saat tidak seorang pun yang dapat menghalangi kita."
Amanda baru saja datang dan menemukan Chiya berada di dalam ruangan Awan. Namun, ia terkejut karena tidak menemukan Awan berada disana. Amanda bertanya pada Chiya yang juga terlihat kebingungan dan hendak berjalan keluar untuk mencari Awan, "Awan dimana, Chiya?""Hmn, nona Amanda. Saya baru datang dan tidak menemukan Awan-san. Saya kira, Awan-san keluar bersama anda." Jawab Chiya merasa bersalah. Apalagi saat itu, dugaannya meleset, karena Awan ternyata tidak bersama Amanda."Apa mungkin Awan-san bersama nona Annisa?" Tanya Chiya terpikir dengan kemungkinan lainnya."Sama Annisa? Aku rasa itu tidak mungkin. Setahuku, jadwal Annisa hanya sampai sore ini."Setelah sering menghabiskan waktu dan mengenal Annisa selama beberapa minggu terakhir, Amanda sampai hapal jadwal praktek Annisa di rumah sakit ini. Sehingga ia begitu yakin jika Annisa pasti sudah pulang saat ini.Amanda hendak mengatakan hal lain, sebelum firasatnya mengingatkan sesuatu yang buruk sedang terjadi saat itu."Nona Ama
Amanda bergerak cepat mengikuti asal pancaran energi di area basemen. Setelah mencari beberapa saat, Amanda menemukan sumber energi dari salah satu ruangan yang terletak di sudut area parkir.Tempat itu relatif sepi, karena tempatnya yang terletak di ujung dan juga tempat disana agak minim pencahayaan. Mungkin karena ruangan tersebut lebih difungsikan sebagai gudang, sehingga sangat jarang orang mengunjunginya.Ketika Amanda membuka pintu, ternyata pintu tersebut terkunci dari dalam.Ruangan itu sendiri, cukup kedap suara sehingga sulit untuk mendengar apa yang terjadi di dalam sana jika tidak mendekat dan mendengarnya secara lebih fokus. Amanda melepas intentnya untuk mempelajari apa yang terjadi di dalam sana.Alangkah terkejut dirinya, begitu menemukan sebuah emosi yang meledak-ledak dan mungkin itulah penyebab energi aneh yang tadi dirasakannya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Amanda segera mendobrak pintu tersebut.Brak,Pemandangan pertama yang dijumpai Amanda di dalam s
Annisa menunggu Awan di depan pintu ruangan tempat Awan dirawat dengan perasaan cemas. Ini sudah 30 menit dan Ia masih belum mendapatkan kabar apapun dari Amanda. Annisa sudah coba menghubungi nomor Amanda beberapa kali, tapi nomor tersebut sedang sibuk dan tidak dapat dihubungi."Nona Amanda datang." Ujar Chiya tiba-tiba."Dimana?" Annisa melihat ke luar disepanjang lorong rumah sakit, tapi tidak menemukan keberadaan Amanda dan Awan.Berkebalikan dengan yang dilakukan oleh Annisa, Chiya justru berbalik masuk ke dalam ruangan. Benar saja! Didalam ruangan sudah ada Amanda yang saat itu sedang membaringkan Awan di atas tempat tidur."A-apa yang terjadi dengan Awan-san, nona Amanda?" Tanya Chiya sedikit terpekik karena terkejut, begitu melihat Awan dalam keadaan pingsan dan seluruh pakaiannya dipenuhi oleh darah.Annisa segera berbalik karena mendengar pekikan Chiya dan menemukan Amanda dan Awan ternyata sudah ada di dalam ruangan. Sama halnya seperti Chiya, Annisa sangat terkejut menda
Henry duduk dengan gelisah dalam mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah sakit, tempat parkir umum. Selama itu, setiap beberapa detik sekali ia memperhatikan layar ponselnya, berharap ada notifikasi pesan masuk. Ini sudah 30 menit berlalu, ia menunggu di dalam mobilnya, sekembalinya dari mengantar pergi Annisa.Tentu saja, Henry sedang menunggu konfirmasi dari para eksekutor yang dikirimnya untuk menghabisi Awan. Henry beranggapan, Awan menjadi satu-satunya penghalang baginya untuk bisa mendapatkan Annisa. Sehingga, tidak cukup baginya untuk sekedar menyingkirkannya saja dan Henry berniat untuk melenyapkan Awan untuk selamanya, agar tidak menjadi sandungan baginya di masa depan. Setiap detik berlalu, membuat Henry semakin tidak tenang.Sebenarnya, ia bisa saja parkir di basemen rumah sakit dan melihat langsung proses eksekusi yang dilakukan oleh orang-orang suruhannya. Tapi, itu beresiko dapat mengekspos dirinya.Henry memiliki karakter yang sangat licik. Meski banyak bermain
Dunia terasa berputar lebih cepat bagi Henry, sebelum akhirnya ia jatuh tidak sadarkan diri."Hmn, ternyata begitu mudah menipunya." Imbuh Amanda sambil membersihkan tangannya dengan tisu.Detik itu, Amanda ternyata telah membawa beberapa wartawan dan juga aparat keamanan bersamanya. Amanda dengan memanfaatkan statusnya dalam divisi zero, berhasil memframing media, jika Henry merupakan penjahat yang sedang dicari karena kasus percobaan pembunuhan.Pernyataan Amanda dikuatkan oleh pernyataan salah seorang petugas dari kepolisian. Sehingga berita tersebut terlihat begitu meyakinkan dan sulit untuk dibantah.Henry yang sudah tidak sadarkan diri, diborgol dan segera dibawa ke kantor polisi.Amanda sendiri sedikit dipusingkan ketika harus membuat Henry sebagai tersangka. Ia tentu tidak bisa bersikap seperti Awan, membunuh seseorang begitu saja. Sebagai seorang petugas, ada banyak aturan yang membatasi tindakannya.Apalagi saat itu, semua pelaku sudah habis dibantai oleh Awan yang mengamuk.
Amanda hanya tersenyum cuek ketika melihat betapa ketakutannya Henry saat ini, "Kamu tahu, kami bisa melakukan apa saja saat ini, karena orang yang kamu targetkan adalah agen pasukan khusus. Satu-satunya hukuman yang akan kamu terima adalah hukuman mati, tidak peduli seberapa kaya dan berpengaruhnya keluargamu, mereka tidak akan bisa melindungimu. Kejahatan terhadap agen pasukan khusus merupakan kejahatan besar, tidak perlu melewati persidangan yang berbelit-belit. Kami bisa langsung mengeksekusimu."Henry semakin ketakutan, tidak menyangka jika Awan memiliki status khusus seperti itu.'Pantas saja, banyak orang-orang penting yang mengununginya.'"Satu-satunya kesempatan bagimu untuk bisa meringankan hukuman adalah bekerjasama dengan kami. Jadi, kamu mau mengakuinya atau kami perlu membuatmu berakhir seperti pengawalmu itu?"Tentu saja, semua itu adalah permainan kata Amanda saja untuk meneror mental Henry. Teryata itu sukses membuat Henry gemetar ketakutan. Henry takut mati dan selam