Share

BAB 6

"Cukup sampai disini saja. Terimakasih sudah mengantar sampai disini, dokter Henry!" Ujar Annisa begitu mereka sudah sampai di luar rumah sakit.

"Yakin tidak mau ku antar sampai kosan?" Tanya Henry kembali, masih berusaha membujuk Annisa agar bersedia menerima tawarannya.

Annisa menggeleng, "Tidak usah, terimakasih. Cukup sampai disini saja!" Jawab Annisa menegaskan.

Ia tidak ingin memberi harapan pada Henry, karena Annisa tahu niat Henry yang sebenarnya.

Henry terlihat membuang napas kesal, meski diluaran ia masih menampilkan senyumnya.

"Hmn, tidak apa-apa. Lain kali, kamu pasti akan bersedia menerima tawaranku."

Terdengar ambigu, namun menunjukkan usaha pantang menyerah dari Henry. Annisa sengaja tidak membalasnya, karena saat itu taksi online yang dipesannya sudah datang. Annisa langsung masuk ke bangku penumpang dan hanya tersenyum tipis ke arah Henry sebagai tanda perpisahan.

"Ingat, Nisa! Suatu saat kamu pasti akan menerimaku, saat tidak seorang pun yang dapat menghalangi kita." 

Nisa dapat mendengar kalimat terakhir Henry, meski taksi online yang ditumpanginya sudah mulai berjalan, karena Henry mengucapkan kata-kata tersebut dengan cukup keras.

Nisa merasa tidak enak dan kasihan pada Henry disaat bersamaan, karena ia telah menolak citanya. Tapi, masalah hati tidak bisa dipaksakan. Cintanya hanya untuk Awan seorang, tidak mungkin lagi baginya untuk menerima pria manapun dalam hidupnya. 

Annisa hanya bisa berharap, agar Henry dapat segera menemukan wanita lain yang lebih baik dan cocok untuk dirinya.  

Taksi online yang mengantar Annisa sudah separuh jalan menuju kosnya, ketika kata-kata Henry kembali terngiang-ngiang di benaknya. Entah kenapa, setiap memikirkan kata-kata Henry, perasaan Annisa menjadi tidak enak. 

"... Ingat, Nis! Suatu saat kamu pasti akan menerimaku, saat tidak seorang pun yang dapat menghalangi kita."

Deg

Saat memikirkan kembali kalimat Henry, tiba-tiba Annisa merasa kegelisahan yang cukup hebat.

"Pak, bisa balik lagi ke rumah sakit tadi?" 

Annisa tidak tahan lagi, ia merasa ada niat jahat dibalik kalimat terakhir Henry. Wajah Awan terbayang-bayang dikepalanya dan itu membuat Annisa tidak tenang. Sehingga ia memutuskan harus segera kembali dan memeriksa keadaan Awan. 

Annisa tahu orang seperti apa Henry. Ia adalah karakter pemuda kaya yang sudah terbiasa mendapatkan apapun yang diinginkannya. Kalimat terakhir Henry, menyiratkan kalau ia akan melenyapkan penghalang di antara dirinya dan Annisa.

Siapa lagi kalau bukan Awan. Semua teman-teman Annisa yang sesama koas dengannya, juga sudah pada tahu kalau Annisa secara rutin mengunjungi Awan selama beberapa minggu terakhir.

Annisa menduga, kalau Henry pasti berniat melakukan sesuatu yang buruk terhadap Awan. 

Sementara Awan sedang kehilagan ingatannya, tentu ia tidak akan bisa membela dirinya saat ini, jika sampai ada orang yang bermaksud untuk mencelakainya.

Annisa menjadi gugup, ia tidak mau Awan sampai kenapa-kenapa.

"Tapi, non..."

"Jangan khawatir, nanti biayanya saya bayar dua kali lipat dari tarifnya dan juga rating lima untuk bapak nanti." Sela Annisa sebelum si supir mengungkapkan keberatannya.

Benar saja, mendengar jaminan dari Annisa, si supir taksi langsung berbalik arah  menuju rumah sakit.

"Semoga tidak terjadi apa-apa pada uda." Doa Nisa khawatir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status