Share

BAB 8

Amanda bergerak cepat mengikuti asal pancaran energi di area basemen. Setelah mencari beberapa saat, Amanda menemukan sumber energi dari salah satu ruangan yang terletak di sudut area parkir.

Tempat itu relatif sepi, karena tempatnya yang terletak di ujung dan juga tempat disana agak minim pencahayaan. Mungkin karena ruangan tersebut lebih difungsikan sebagai gudang, sehingga sangat jarang orang mengunjunginya.

Ketika Amanda membuka pintu, ternyata pintu tersebut terkunci dari dalam.

Ruangan itu sendiri, cukup kedap suara sehingga sulit untuk mendengar apa yang terjadi di dalam sana jika tidak mendekat dan mendengarnya secara lebih fokus. Amanda melepas intentnya untuk mempelajari apa yang terjadi di dalam sana.

Alangkah terkejut dirinya, begitu menemukan sebuah emosi yang meledak-ledak dan mungkin itulah penyebab energi aneh yang tadi dirasakannya. 

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Amanda segera mendobrak pintu tersebut.

Brak,

Pemandangan pertama yang dijumpai Amanda di dalam sana begitu mengerikan. Seluruh ruangan seperti dibanjiri oleh darah manusia, potongan tubuh bertebaran disana-sini dengan seorang pemuda sedang mengamuk di tengah ruangan. Ia bahkan masih terus memukuli seorang pria dibawahnya dan keadaan pria tersebut sudah tidak bergerak.

Ruangan tersebut tidak memiliki penerangan yang cukup, sehingga butuh sedikit waktu bagi Amanda untuk menyadari bawah pemuda yang sedang mengamuk tidak lain adalah Awan.

"Oh, tidak!" Seru Amanda terkejut, ketika melihat betapa kacaunya keadaan di dalam sana.

Amanda dengan cepat melesat masuk ke dalam ruangan untuk menghentikan Awan.

Dengan sigap, Amanda menahan tangan Awan yang entah ke berapa kalinya menghajar pria yang sudah tidak berbentuk dibawahnya. Yang jelas, pria tersebut mungkin sudah mati.

"Awan, cukup. Hentikan!"

Meski tidak terasa mengancam dirinya, kekuatan Awan saat itu cukup menekannya. Sehingga Amanda memberi sedikit tekanan lebih pada cengkramannya sampai bisa menghentikan Awan sepenuhnya.

Merasa ada yang mencengkram tangannya, Awan berpaling dan menemukan Amanda disana. Ia terpaku sesaat sebelum matanya kembali normal seperti semula.

"A-amanda?" Seru Awan terkejut.

Selanjutnya, Awan syok begitu mendapati pemandangan mengerikan didekatnya.

"A-apa yang terjadi? Tidak. Kenapa banyak mayat disini?" Seru Awan ketakutan. 

Tubuhnya gemetar dan merasa ngeri melihat apa yang terjadi.

"Kamu tidak meyadarinya?" Tanya Amanda heran karena Awan terlihat seperti orang bingung dan ia tidak mungkin berbohonong, melihat betapa ketakutannya Awan saat ini.

"Tidak.." Awan terperangah sesaat ketika memikirkan hal terakhir yang dialaminya. Bibirnya bergetar ketika berucap, "Tidak mungkin, aku yang melakukan semua ini, kan?"

Amanda mengangguk ragu, karena disana tidak ada orang lain selain Awan. Hanya saja, Amanda sengaja tidak mengatakannya dengan jelas agar tidak membuat Awan lebih syok. 

"Siapa mereka? Apa mereka yang menyerangmu pertama kali?" 

"Mereka?" 

Rahang Awan tampak mengeras dan terdengar bunyi gigi gemeretak, begitu Awan teringat dengan orang-orang yang sekarang telah menjadi mayat.

"Mereka berniat mencelakai Annisa, mereka..." Tampak emosi Awan kembali terpengaruh begitu teringat jika orang-orang ini berniat mencelakai Annisa.

Amanda akhirnya paham, alasan kenapa Awan sampai kehilangan kendali. Dia dengan cepat menenangkan Awan, "Awan, tenang, oke? Kamu sudah menghukum mereka. Kamu tidak usah merasa bersalah, karena kamu melakukan ini untuk membela diri."

Awan menatap Amanda, sepertinya ia bisa menerima kata-kata Amanda dan itu cukup membuatnya sedikit lebih tenang. Berikutnya, Awan kembali terguncang ketika melihat tubuhnya dipenuhi oleh darah. 

"Ta-tapi, aku telah membunuh orang?" Ujar Awan dengan napas tersengal. Tangannya bahkan masih tampak gemetar karena saking syoknya.

Karena Awan tidak berhasil menenangkan dirinya, Amanda terpaksa membuatnya pingsan.

"Sepertinya tuan Awan yang sekarang memiliki karakter yang lebih polos. Sangat sulit baginya untuk mencapai puncak kekuatannya seperti sebelum ini dengan karakternya yang seperti ini. Apalagi kekuatan spiritnya juga sudah tidak ada." Komentar Agnis si peri perang begitu Awan sudah tidak sadarkan diri.

"Lalu, darimana kekuatannya tadi berasal? Sepertinya kekuatan itu keluar karena emosi Awan?" Tanya Amanda tidak mengerti. 

Melihat Awan sekarang, seperti ia memiliki dua kepribadian yang berbeda.

"Aku juga tidak tahu, nona. Tapi, bisa jadi itu adalah kekuatan sejati dari tuan Awan. Bukankah kemampuannya turut berkembang seiring dengan kekuatan spiritnya? Tapi, ini bisa sangat berbahaya, jika kesadaran sejati tuan Awan masih belum pulih. Ia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja." Pendapat Agnis setelah menganalisis perubahan Awan.

"Iya, aku khawatir juga begitu. Nanti akan kutanyakan pada kakek, bagaimana cara mengatasi hal ini."

"Sebaiknya begitu, nona. Sementara itu, kita bisa menghapus ingatan sementara tuan Awan tentang kejadian disini. Lebih baik dia tidak mengingat apapun yang terjadi disini, agar emosinya tidak terganggu dan kehilangan kendali seperti tadi."

"Benar katamu, Agnis." Ujar Amanda setuju.

Selanjutnya, Amanda menghubungi agen divisi zero untuk membersihkan TKP. Tentu saja, dengan wewenang divisi zero, membuat para preman ini menghilang bukanlah perkara yang sulit.

Selanjutnya, dengan menggunakan kekuatan Pixie, Amanda menangkap salah satu ruh para preman yang masih ada disana untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status