Amanda bergerak cepat mengikuti asal pancaran energi di area basemen. Setelah mencari beberapa saat, Amanda menemukan sumber energi dari salah satu ruangan yang terletak di sudut area parkir.
Tempat itu relatif sepi, karena tempatnya yang terletak di ujung dan juga tempat disana agak minim pencahayaan. Mungkin karena ruangan tersebut lebih difungsikan sebagai gudang, sehingga sangat jarang orang mengunjunginya.
Ketika Amanda membuka pintu, ternyata pintu tersebut terkunci dari dalam.
Ruangan itu sendiri, cukup kedap suara sehingga sulit untuk mendengar apa yang terjadi di dalam sana jika tidak mendekat dan mendengarnya secara lebih fokus. Amanda melepas intentnya untuk mempelajari apa yang terjadi di dalam sana.
Alangkah terkejut dirinya, begitu menemukan sebuah emosi yang meledak-ledak dan mungkin itulah penyebab energi aneh yang tadi dirasakannya.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Amanda segera mendobrak pintu tersebut.
Brak,
Pemandangan pertama yang dijumpai Amanda di dalam sana begitu mengerikan. Seluruh ruangan seperti dibanjiri oleh darah manusia, potongan tubuh bertebaran disana-sini dengan seorang pemuda sedang mengamuk di tengah ruangan. Ia bahkan masih terus memukuli seorang pria dibawahnya dan keadaan pria tersebut sudah tidak bergerak.
Ruangan tersebut tidak memiliki penerangan yang cukup, sehingga butuh sedikit waktu bagi Amanda untuk menyadari bawah pemuda yang sedang mengamuk tidak lain adalah Awan.
"Oh, tidak!" Seru Amanda terkejut, ketika melihat betapa kacaunya keadaan di dalam sana.
Amanda dengan cepat melesat masuk ke dalam ruangan untuk menghentikan Awan.
Dengan sigap, Amanda menahan tangan Awan yang entah ke berapa kalinya menghajar pria yang sudah tidak berbentuk dibawahnya. Yang jelas, pria tersebut mungkin sudah mati.
"Awan, cukup. Hentikan!"
Meski tidak terasa mengancam dirinya, kekuatan Awan saat itu cukup menekannya. Sehingga Amanda memberi sedikit tekanan lebih pada cengkramannya sampai bisa menghentikan Awan sepenuhnya.
Merasa ada yang mencengkram tangannya, Awan berpaling dan menemukan Amanda disana. Ia terpaku sesaat sebelum matanya kembali normal seperti semula.
"A-amanda?" Seru Awan terkejut.
Selanjutnya, Awan syok begitu mendapati pemandangan mengerikan didekatnya.
"A-apa yang terjadi? Tidak. Kenapa banyak mayat disini?" Seru Awan ketakutan.
Tubuhnya gemetar dan merasa ngeri melihat apa yang terjadi.
"Kamu tidak meyadarinya?" Tanya Amanda heran karena Awan terlihat seperti orang bingung dan ia tidak mungkin berbohonong, melihat betapa ketakutannya Awan saat ini.
"Tidak.." Awan terperangah sesaat ketika memikirkan hal terakhir yang dialaminya. Bibirnya bergetar ketika berucap, "Tidak mungkin, aku yang melakukan semua ini, kan?"
Amanda mengangguk ragu, karena disana tidak ada orang lain selain Awan. Hanya saja, Amanda sengaja tidak mengatakannya dengan jelas agar tidak membuat Awan lebih syok.
"Siapa mereka? Apa mereka yang menyerangmu pertama kali?"
"Mereka?"
Rahang Awan tampak mengeras dan terdengar bunyi gigi gemeretak, begitu Awan teringat dengan orang-orang yang sekarang telah menjadi mayat.
"Mereka berniat mencelakai Annisa, mereka..." Tampak emosi Awan kembali terpengaruh begitu teringat jika orang-orang ini berniat mencelakai Annisa.
Amanda akhirnya paham, alasan kenapa Awan sampai kehilangan kendali. Dia dengan cepat menenangkan Awan, "Awan, tenang, oke? Kamu sudah menghukum mereka. Kamu tidak usah merasa bersalah, karena kamu melakukan ini untuk membela diri."
Awan menatap Amanda, sepertinya ia bisa menerima kata-kata Amanda dan itu cukup membuatnya sedikit lebih tenang. Berikutnya, Awan kembali terguncang ketika melihat tubuhnya dipenuhi oleh darah.
"Ta-tapi, aku telah membunuh orang?" Ujar Awan dengan napas tersengal. Tangannya bahkan masih tampak gemetar karena saking syoknya.
Karena Awan tidak berhasil menenangkan dirinya, Amanda terpaksa membuatnya pingsan.
"Sepertinya tuan Awan yang sekarang memiliki karakter yang lebih polos. Sangat sulit baginya untuk mencapai puncak kekuatannya seperti sebelum ini dengan karakternya yang seperti ini. Apalagi kekuatan spiritnya juga sudah tidak ada." Komentar Agnis si peri perang begitu Awan sudah tidak sadarkan diri.
"Lalu, darimana kekuatannya tadi berasal? Sepertinya kekuatan itu keluar karena emosi Awan?" Tanya Amanda tidak mengerti.
Melihat Awan sekarang, seperti ia memiliki dua kepribadian yang berbeda.
"Aku juga tidak tahu, nona. Tapi, bisa jadi itu adalah kekuatan sejati dari tuan Awan. Bukankah kemampuannya turut berkembang seiring dengan kekuatan spiritnya? Tapi, ini bisa sangat berbahaya, jika kesadaran sejati tuan Awan masih belum pulih. Ia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja." Pendapat Agnis setelah menganalisis perubahan Awan.
"Iya, aku khawatir juga begitu. Nanti akan kutanyakan pada kakek, bagaimana cara mengatasi hal ini."
"Sebaiknya begitu, nona. Sementara itu, kita bisa menghapus ingatan sementara tuan Awan tentang kejadian disini. Lebih baik dia tidak mengingat apapun yang terjadi disini, agar emosinya tidak terganggu dan kehilangan kendali seperti tadi."
"Benar katamu, Agnis." Ujar Amanda setuju.
Selanjutnya, Amanda menghubungi agen divisi zero untuk membersihkan TKP. Tentu saja, dengan wewenang divisi zero, membuat para preman ini menghilang bukanlah perkara yang sulit.
Selanjutnya, dengan menggunakan kekuatan Pixie, Amanda menangkap salah satu ruh para preman yang masih ada disana untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
Annisa menunggu Awan di depan pintu ruangan tempat Awan dirawat dengan perasaan cemas. Ini sudah 30 menit dan Ia masih belum mendapatkan kabar apapun dari Amanda. Annisa sudah coba menghubungi nomor Amanda beberapa kali, tapi nomor tersebut sedang sibuk dan tidak dapat dihubungi."Nona Amanda datang." Ujar Chiya tiba-tiba."Dimana?" Annisa melihat ke luar disepanjang lorong rumah sakit, tapi tidak menemukan keberadaan Amanda dan Awan.Berkebalikan dengan yang dilakukan oleh Annisa, Chiya justru berbalik masuk ke dalam ruangan. Benar saja! Didalam ruangan sudah ada Amanda yang saat itu sedang membaringkan Awan di atas tempat tidur."A-apa yang terjadi dengan Awan-san, nona Amanda?" Tanya Chiya sedikit terpekik karena terkejut, begitu melihat Awan dalam keadaan pingsan dan seluruh pakaiannya dipenuhi oleh darah.Annisa segera berbalik karena mendengar pekikan Chiya dan menemukan Amanda dan Awan ternyata sudah ada di dalam ruangan. Sama halnya seperti Chiya, Annisa sangat terkejut menda
Henry duduk dengan gelisah dalam mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah sakit, tempat parkir umum. Selama itu, setiap beberapa detik sekali ia memperhatikan layar ponselnya, berharap ada notifikasi pesan masuk. Ini sudah 30 menit berlalu, ia menunggu di dalam mobilnya, sekembalinya dari mengantar pergi Annisa.Tentu saja, Henry sedang menunggu konfirmasi dari para eksekutor yang dikirimnya untuk menghabisi Awan. Henry beranggapan, Awan menjadi satu-satunya penghalang baginya untuk bisa mendapatkan Annisa. Sehingga, tidak cukup baginya untuk sekedar menyingkirkannya saja dan Henry berniat untuk melenyapkan Awan untuk selamanya, agar tidak menjadi sandungan baginya di masa depan. Setiap detik berlalu, membuat Henry semakin tidak tenang.Sebenarnya, ia bisa saja parkir di basemen rumah sakit dan melihat langsung proses eksekusi yang dilakukan oleh orang-orang suruhannya. Tapi, itu beresiko dapat mengekspos dirinya.Henry memiliki karakter yang sangat licik. Meski banyak bermain
Dunia terasa berputar lebih cepat bagi Henry, sebelum akhirnya ia jatuh tidak sadarkan diri."Hmn, ternyata begitu mudah menipunya." Imbuh Amanda sambil membersihkan tangannya dengan tisu.Detik itu, Amanda ternyata telah membawa beberapa wartawan dan juga aparat keamanan bersamanya. Amanda dengan memanfaatkan statusnya dalam divisi zero, berhasil memframing media, jika Henry merupakan penjahat yang sedang dicari karena kasus percobaan pembunuhan.Pernyataan Amanda dikuatkan oleh pernyataan salah seorang petugas dari kepolisian. Sehingga berita tersebut terlihat begitu meyakinkan dan sulit untuk dibantah.Henry yang sudah tidak sadarkan diri, diborgol dan segera dibawa ke kantor polisi.Amanda sendiri sedikit dipusingkan ketika harus membuat Henry sebagai tersangka. Ia tentu tidak bisa bersikap seperti Awan, membunuh seseorang begitu saja. Sebagai seorang petugas, ada banyak aturan yang membatasi tindakannya.Apalagi saat itu, semua pelaku sudah habis dibantai oleh Awan yang mengamuk.
Amanda hanya tersenyum cuek ketika melihat betapa ketakutannya Henry saat ini, "Kamu tahu, kami bisa melakukan apa saja saat ini, karena orang yang kamu targetkan adalah agen pasukan khusus. Satu-satunya hukuman yang akan kamu terima adalah hukuman mati, tidak peduli seberapa kaya dan berpengaruhnya keluargamu, mereka tidak akan bisa melindungimu. Kejahatan terhadap agen pasukan khusus merupakan kejahatan besar, tidak perlu melewati persidangan yang berbelit-belit. Kami bisa langsung mengeksekusimu."Henry semakin ketakutan, tidak menyangka jika Awan memiliki status khusus seperti itu.'Pantas saja, banyak orang-orang penting yang mengununginya.'"Satu-satunya kesempatan bagimu untuk bisa meringankan hukuman adalah bekerjasama dengan kami. Jadi, kamu mau mengakuinya atau kami perlu membuatmu berakhir seperti pengawalmu itu?"Tentu saja, semua itu adalah permainan kata Amanda saja untuk meneror mental Henry. Teryata itu sukses membuat Henry gemetar ketakutan. Henry takut mati dan selam
Asdi Batubara ketika melihat ada beberapa orang telah menunggu di luar ruang tahanan, sedikit ragu awalnya. Namun, karena di sampingnya ada Ferdy Simbad, seorang jendral polisi bintang tiga. Membuat Asdi dapat melenggang penuh percaya diri sambil membawa anaknya pergi."Ghofar, aku akan membawa Henry, putra pak Asdi Batubara keluar dari sini hari ini. Kamu tidak keberatan, 'kan?" Ferdy Simbad masih bersikap sombong dan merasa tidak perlu berbasa-basi sama sekali dengan Kapolres Metro tersebut, yang pangkatnya masih satu tigkat di bawahnya."Oh, ternyata anda pak Ferdy. Saya kira siapa yang berani lancang mengunjungi tahanan saya." Ujar Irjen Ghofar tenang. Sebagai junior, ia masih merasa perlu mempertahankan rasa hormatnya pada Ferdy.Ghofar yakin, Ferdy pasti tidak mengenal siapa Amanda. Jika tidak, ia mungkin tidak akan berani mempertahankan sikap angkuhnya itu saat ini. Sesuai arahan Amanda sebelumnya, Ghofar bersikap mengikuti alur. Beruntung baginya, bukan dia yang menjadi kaki
Ferdy semula menduga, keberanian Ghofar saat itu karena ia sedang berada di markasnya. Meski tinggi dari segi jabatan, Ferdy masih harus berpikir jika hendak mencari gara-gara di markasnya Ghofar. Karena itu, ia sejak awal menekankan pangkatnya di hadapan Ghofar untuk coba menekannya.Tapi, diluar dugaan. Bukan hanya Ghofar tidak menghormatinya, tapi bahkan berani mengejeknya."Apa kamu berniat melawanku, Ghofar? Kamu pasti tahu akhirnya seperti apa, jika kamu berani menentangku?" Suara Ferdy terdengar berat, tanda emosinya mulai terpengaruh."Aku? Melawan anda? Tentu saja tidak, bang. Saya mengatakan ini, justru demi kebaikan abang sendiri. Abang sebaiknya bertanya dulu siapa di..."PlakBug.Tidak menunggu sampai Ghofar menyelesaikan kalimatnya, Ferdy yang sudah terlanjur marah langsung menampar dan bahkan menendang Ghofar."Kamu berani mentangku?" Hardik Ferdy marah.Prok prok prokAmanda merasa sudah cukup dengan drama yang terjadi di depannya, karena itu ia memutuskan untuk meng
Hari ini adalah hari terakhir Awan berada di rumah sakit. Secara khusus Vannesa Lee beserta petinggi klan Atmaja dan juga tetua klan Sanjaya datang untuk menjemputnya.Tentu saja kehadiran mereka membuat berita heboh sendiri. Melihat di pintu masuk rumah sakit berjejer puluhan mobil mewah dan juga banyak pengawal dengan seragam serba hitam yang berjaga, bersikap penuh waspada seakan sedang menyambut kehadiran seorang yang begitu penting.Namun, tidak ada satupun yang bisa menebak, acara khusus apa yang membuat orang-orang penting ini sampai datang ke rumah sakit swasta di selatan ibu kota tersebut.Keberadaan Awan di rumah sakit tersebut, selama ini sengaja disamarkan, mengingat statusnya yang viral setelah kejadian besar di kediaman Sanjaya terakhir kali. Lebih baik waspada dan menghindari hal-hal buruk terjadi. Apalagi dengan kondisi Awan yang masih labil, karena kehilangan kekuatannya. Kejadian beberapa hari sebelumnya, juga berhasil dikendalikan oleh Amanda dan divisi zero dengan
"Dek, kamu tidak mengingatnya?" Tanya Riana yang duduk di samping Awan."Ingat? Ingat apa, kak?" Tanya Awan yang sudah terbiasa memanggil Riana dengan sebutan kak atau kakak. Meski tidak memiliki satupun ingatan masa lalunya, Awan sudah bekerja keras untuk mengingat nama semua orang serta hubungan mereka dengan dirinya.Riana tersenyum tipis, ia dengan sabar menjelaskan pada Awan. "Tentu saja, ini semua karena ide mu. Kamu yang mendesain kota ini, hingga bisa jadi seperti sekarang. Ini, sebentar lagi kita akan sampai ke puncak termegah dari kota ini.""Benarkah? Masih ada yang paling megah dari kota ini?" Tanya Awan dengan tatapan berbinar kagum."Sebentar, benarkah ini semua aku yang merancangnya?" Tanya Awan sesaat kemudian, terkejut. Tentu saja ia tidak dapat mengingatnya. Namun, ketika membayangkannya, Awan merasa jika dirinya yang dulu begitu luar biasa. Ia yang sekarang seperti mengagumi dirinya sendiri.Riana mengangguk sambil tetap tersenyum, "Ya, tentu saja. Kota ini bahkan