Annisa menunggu Awan di depan pintu ruangan tempat Awan dirawat dengan perasaan cemas. Ini sudah 30 menit dan Ia masih belum mendapatkan kabar apapun dari Amanda. Annisa sudah coba menghubungi nomor Amanda beberapa kali, tapi nomor tersebut sedang sibuk dan tidak dapat dihubungi.
"Nona Amanda datang." Ujar Chiya tiba-tiba.
"Dimana?"
Annisa melihat ke luar disepanjang lorong rumah sakit, tapi tidak menemukan keberadaan Amanda dan Awan.
Berkebalikan dengan yang dilakukan oleh Annisa, Chiya justru berbalik masuk ke dalam ruangan. Benar saja! Didalam ruangan sudah ada Amanda yang saat itu sedang membaringkan Awan di atas tempat tidur.
"A-apa yang terjadi dengan Awan-san, nona Amanda?" Tanya Chiya sedikit terpekik karena terkejut, begitu melihat Awan dalam keadaan pingsan dan seluruh pakaiannya dipenuhi oleh darah.
Annisa segera berbalik karena mendengar pekikan Chiya dan menemukan Amanda dan Awan ternyata sudah ada di dalam ruangan. Sama halnya seperti Chiya, Annisa sangat terkejut mendapati Awan berlumuran darah.
"Amanda, a-apa yang terjadi dengan uda?" Tanya Annisa khawatir. Ia bahkan segera memeriksa kondisi Awan dengan lebih cermat.
"Ini darah siapa?" Tanya Annisa lebih lanjut, karena tidak menemukan satupun luka dan heran kenapa terdapat banyak darah di pakaian Awan.
"Kalian tenang dulu! Awan tidak apa-apa. Ini bukan darahnya. Nanti akan ku jelaskan detailnya."
Amanda dengan cepat menutup pintu ruangan dan berbalik pada Annisa dan CHiya, sembari berkata, "Tapi, sebelum itu, kita perlu membersihkan Awan dulu."
Amanda tidak ingin menambah masalah, jika seandainya ada yang tiba-tiba datang dan menemukan banyak darah. Meski Amanda bisa menanganinya, namun ia tidak ingin menambah masalah yang tidak perlu saat ini.
Annisa tampak sedikit lega, meski masih penasaran dengan apa yang terjadi, Ia tidak menolak ide Amanda untuk membersihkan noda darah di tubuh Awan.
Masalah lain muncul, ketika siapa yang harus membersihkan Awan?
Baik Amanda maupun Annisa tampak sama-sama canggung dengan wajah memerah semerah tomat.
Mereka sadar, jika mereka sama-sama memiliki perasaan khusus terhadap Awan. Sekarang, justru perasaan itu pula yang membuat keduanya menjadi canggung. Karena jika mereka memandikan Awan, tentu saja mereka akan melihat tubuh polos Awan.
Disitulah masalah besarnya.
Meski mereka sangat ahli dibidang mereka masing-masing, namun untuk satu urusan ini mereka benar-benar awam. Mereka masih sama-sama polos dan bingung bagaimana harus melakukannya.
Chiya melihat betapa canggungnya kedua waita cantik didepannya ini, sampai menahan tawa dibuatnya.
"Begini saja! Biar saya yang membersihkan tubuh tuan muda, nona Amanda dan nona Annisa silahkan tunggu disini." Ucapnya mengusulkan.
"Tidak bisa." Teriak Annisa dan Amanda kompak.
"Hah?" Chiya menjadi bingung.
Bagaimana tidak? Mereka sama-sama malu untuk memandikan Awan dan ketika dia menawarkan bantuan, keduanya justru menolak.
Sadar jika mereka sama-sama keberatan dan tentu dengan alasan yang hampir sama, baik Amanda dan Annisa sama saling menatap sesaat. Lalu menjadi salah tingkah dan akhirnya hanya bisa pasrah dengan ide Chiya.
Ide tersebut lebih baik, daripada membiarkan perawat lain yang mengurus untuk membersihkan tubuh Awan. Disamping perawat tersebut bisa melihat tubuh polos Awan, tentu saja akan menimbulkan masalah baru dengan banyaknya darah di tubuh Awan saat ini. Itu akan menimbulkan pertanyaan yang akan sulit untuk mereka jawab.
Henry duduk dengan gelisah dalam mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah sakit, tempat parkir umum. Selama itu, setiap beberapa detik sekali ia memperhatikan layar ponselnya, berharap ada notifikasi pesan masuk. Ini sudah 30 menit berlalu, ia menunggu di dalam mobilnya, sekembalinya dari mengantar pergi Annisa.Tentu saja, Henry sedang menunggu konfirmasi dari para eksekutor yang dikirimnya untuk menghabisi Awan. Henry beranggapan, Awan menjadi satu-satunya penghalang baginya untuk bisa mendapatkan Annisa. Sehingga, tidak cukup baginya untuk sekedar menyingkirkannya saja dan Henry berniat untuk melenyapkan Awan untuk selamanya, agar tidak menjadi sandungan baginya di masa depan. Setiap detik berlalu, membuat Henry semakin tidak tenang.Sebenarnya, ia bisa saja parkir di basemen rumah sakit dan melihat langsung proses eksekusi yang dilakukan oleh orang-orang suruhannya. Tapi, itu beresiko dapat mengekspos dirinya.Henry memiliki karakter yang sangat licik. Meski banyak bermain
Dunia terasa berputar lebih cepat bagi Henry, sebelum akhirnya ia jatuh tidak sadarkan diri."Hmn, ternyata begitu mudah menipunya." Imbuh Amanda sambil membersihkan tangannya dengan tisu.Detik itu, Amanda ternyata telah membawa beberapa wartawan dan juga aparat keamanan bersamanya. Amanda dengan memanfaatkan statusnya dalam divisi zero, berhasil memframing media, jika Henry merupakan penjahat yang sedang dicari karena kasus percobaan pembunuhan.Pernyataan Amanda dikuatkan oleh pernyataan salah seorang petugas dari kepolisian. Sehingga berita tersebut terlihat begitu meyakinkan dan sulit untuk dibantah.Henry yang sudah tidak sadarkan diri, diborgol dan segera dibawa ke kantor polisi.Amanda sendiri sedikit dipusingkan ketika harus membuat Henry sebagai tersangka. Ia tentu tidak bisa bersikap seperti Awan, membunuh seseorang begitu saja. Sebagai seorang petugas, ada banyak aturan yang membatasi tindakannya.Apalagi saat itu, semua pelaku sudah habis dibantai oleh Awan yang mengamuk.
Amanda hanya tersenyum cuek ketika melihat betapa ketakutannya Henry saat ini, "Kamu tahu, kami bisa melakukan apa saja saat ini, karena orang yang kamu targetkan adalah agen pasukan khusus. Satu-satunya hukuman yang akan kamu terima adalah hukuman mati, tidak peduli seberapa kaya dan berpengaruhnya keluargamu, mereka tidak akan bisa melindungimu. Kejahatan terhadap agen pasukan khusus merupakan kejahatan besar, tidak perlu melewati persidangan yang berbelit-belit. Kami bisa langsung mengeksekusimu."Henry semakin ketakutan, tidak menyangka jika Awan memiliki status khusus seperti itu.'Pantas saja, banyak orang-orang penting yang mengununginya.'"Satu-satunya kesempatan bagimu untuk bisa meringankan hukuman adalah bekerjasama dengan kami. Jadi, kamu mau mengakuinya atau kami perlu membuatmu berakhir seperti pengawalmu itu?"Tentu saja, semua itu adalah permainan kata Amanda saja untuk meneror mental Henry. Teryata itu sukses membuat Henry gemetar ketakutan. Henry takut mati dan selam
Asdi Batubara ketika melihat ada beberapa orang telah menunggu di luar ruang tahanan, sedikit ragu awalnya. Namun, karena di sampingnya ada Ferdy Simbad, seorang jendral polisi bintang tiga. Membuat Asdi dapat melenggang penuh percaya diri sambil membawa anaknya pergi."Ghofar, aku akan membawa Henry, putra pak Asdi Batubara keluar dari sini hari ini. Kamu tidak keberatan, 'kan?" Ferdy Simbad masih bersikap sombong dan merasa tidak perlu berbasa-basi sama sekali dengan Kapolres Metro tersebut, yang pangkatnya masih satu tigkat di bawahnya."Oh, ternyata anda pak Ferdy. Saya kira siapa yang berani lancang mengunjungi tahanan saya." Ujar Irjen Ghofar tenang. Sebagai junior, ia masih merasa perlu mempertahankan rasa hormatnya pada Ferdy.Ghofar yakin, Ferdy pasti tidak mengenal siapa Amanda. Jika tidak, ia mungkin tidak akan berani mempertahankan sikap angkuhnya itu saat ini. Sesuai arahan Amanda sebelumnya, Ghofar bersikap mengikuti alur. Beruntung baginya, bukan dia yang menjadi kaki
Ferdy semula menduga, keberanian Ghofar saat itu karena ia sedang berada di markasnya. Meski tinggi dari segi jabatan, Ferdy masih harus berpikir jika hendak mencari gara-gara di markasnya Ghofar. Karena itu, ia sejak awal menekankan pangkatnya di hadapan Ghofar untuk coba menekannya.Tapi, diluar dugaan. Bukan hanya Ghofar tidak menghormatinya, tapi bahkan berani mengejeknya."Apa kamu berniat melawanku, Ghofar? Kamu pasti tahu akhirnya seperti apa, jika kamu berani menentangku?" Suara Ferdy terdengar berat, tanda emosinya mulai terpengaruh."Aku? Melawan anda? Tentu saja tidak, bang. Saya mengatakan ini, justru demi kebaikan abang sendiri. Abang sebaiknya bertanya dulu siapa di..."PlakBug.Tidak menunggu sampai Ghofar menyelesaikan kalimatnya, Ferdy yang sudah terlanjur marah langsung menampar dan bahkan menendang Ghofar."Kamu berani mentangku?" Hardik Ferdy marah.Prok prok prokAmanda merasa sudah cukup dengan drama yang terjadi di depannya, karena itu ia memutuskan untuk meng
Hari ini adalah hari terakhir Awan berada di rumah sakit. Secara khusus Vannesa Lee beserta petinggi klan Atmaja dan juga tetua klan Sanjaya datang untuk menjemputnya.Tentu saja kehadiran mereka membuat berita heboh sendiri. Melihat di pintu masuk rumah sakit berjejer puluhan mobil mewah dan juga banyak pengawal dengan seragam serba hitam yang berjaga, bersikap penuh waspada seakan sedang menyambut kehadiran seorang yang begitu penting.Namun, tidak ada satupun yang bisa menebak, acara khusus apa yang membuat orang-orang penting ini sampai datang ke rumah sakit swasta di selatan ibu kota tersebut.Keberadaan Awan di rumah sakit tersebut, selama ini sengaja disamarkan, mengingat statusnya yang viral setelah kejadian besar di kediaman Sanjaya terakhir kali. Lebih baik waspada dan menghindari hal-hal buruk terjadi. Apalagi dengan kondisi Awan yang masih labil, karena kehilangan kekuatannya. Kejadian beberapa hari sebelumnya, juga berhasil dikendalikan oleh Amanda dan divisi zero dengan
"Dek, kamu tidak mengingatnya?" Tanya Riana yang duduk di samping Awan."Ingat? Ingat apa, kak?" Tanya Awan yang sudah terbiasa memanggil Riana dengan sebutan kak atau kakak. Meski tidak memiliki satupun ingatan masa lalunya, Awan sudah bekerja keras untuk mengingat nama semua orang serta hubungan mereka dengan dirinya.Riana tersenyum tipis, ia dengan sabar menjelaskan pada Awan. "Tentu saja, ini semua karena ide mu. Kamu yang mendesain kota ini, hingga bisa jadi seperti sekarang. Ini, sebentar lagi kita akan sampai ke puncak termegah dari kota ini.""Benarkah? Masih ada yang paling megah dari kota ini?" Tanya Awan dengan tatapan berbinar kagum."Sebentar, benarkah ini semua aku yang merancangnya?" Tanya Awan sesaat kemudian, terkejut. Tentu saja ia tidak dapat mengingatnya. Namun, ketika membayangkannya, Awan merasa jika dirinya yang dulu begitu luar biasa. Ia yang sekarang seperti mengagumi dirinya sendiri.Riana mengangguk sambil tetap tersenyum, "Ya, tentu saja. Kota ini bahkan
"Bos, selamat datang kembali di rumah." Vannesa Lee adalah orang yang pertama kali datang menghampirinya."Y-ya. Apa aku benar-benar tinggal di sini?" Tanya Awan ragu dan coba meyakinkan dirinya sekali lagi. Semua itu terasa begitu luar biasa baginya dan sama sekali tidak pernah terbayangkan baginya bisa tinggal di tempat yang begitu megah seperti istana ini.Vannesa tersenyum tipis melihat kecanggungan Awan, ia berkata, "Tentu saja, semua ini adalah milik anda, bos.""Oh, ya, saya minta maaf sebelumnya, karena tanpa seijin anda, saya telah membangun landasan pesawat di area belakang dan juga beberapa helipad. Saya pikir, itu akan lebih menghemat waktu anda jika suatu saat ini ingin pergi ke luar negeri atau ke manapun yang anda suka."Awan hampir tersedak karena terkejut, "Kita juga punya landasan pesawat dan helipad?" Tanya Awan dengan raut wajah tidak percaya."Iya, tentu saja. Apa tidak apa-apa, bos? Kalau anda keberatan, saya akan memerintahkan para pekerja untuk menghancurkannya