Share

Bab 3

Nicholas sudah berlari keluar.

Setibanya di depan gerbang sekolah, Nicholas melihat beberapa barisan mobil mewah yang berhenti di depannya. Sebuah mobil Rolls Royce berhenti di tengah. Belasan mobil mengapitnya dari depan dan belakang. Mereka bertanggung jawab untuk membuka jalan sekaligus menjaga mobil itu.

Dua orang pengawal yang berdiri di luar langsung memberikan hormat dan membuka pintu mobil saat melihat kemunculan Nicholas.

Pada saat bersamaan, sebuah mobil BMW sport berbelok di tikungan. Felita duduk di kursi penumpang sambil tersenyum bahagia. Saat hendak berbicara, dia melihat sosok familier yang berdiri di antara barisan mobil mewah. Sosok itu sangat mirip dengan Nicholas.

"Siapa itu?"

"Sayang, ada apa?" tanya Nicholas sambil tersenyum.

Felita sedikit tercengang. "Sepertinya aku melihat Nicholas masuk ke dalam mobil itu."

"Sayang, kamu pasti salah lihat. Apakah kamu tahu berapa harga mobil-mobil itu? Lihat logo yang ada di atas mobil itu! Bahkan mobil mereka yang paling murah sekali pun, setara dengan empat hingga lima mobil kita. Bagaimana mungkin orang miskin seperti Nicholas bisa duduk di mobil semewah itu?" Colin tertawa, lalu menghiburnya, "Yang kamu lihat bukan Nicholas, dia tidak sekaya itu."

"Benar juga." Felita menghela napas.

Colin tersenyum dan menjawab, "Sayang, malam ini aku akan membawamu ke Restoran Lanshire dan sekaligus memperkenalkan beberapa temanku yang kaya raya agar pergaulanmu lebih luas."

Begitu mendengar kata kaya raya, Felita langsung tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahu Colin.

Sementara itu, Nicholas yang berada di dalam mobil Rolls Royce, sedang menatap Paman Yona sambil tersenyum.

Paman Yona adalah seorang pria berusia lima puluh tahun yang sangat hebat berbisnis. Di dalam maupun luar negeri, dia memiliki reputasi yang sangat tinggi, tapi hanya sedikit orang yang tahu bahwa dia adalah penanggung jawab perusahaan Keluarga Winata yang berada di Benua Fortel.

Penanggung jawab Keluarga Winata tidak banyak, hanya berjumlah sekitar enam atau tujuh orang, tapi mereka semua memiliki reputasi yang tinggi. Setiap dari mereka bertanggung jawab untuk mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan benua besar di dunia.

Sejak kecil, Nicholas dan Paman Yona sangat dekat, tapi mereka sudah tidak pernah bertemu selama satu tahun. Begitu bertemu kembali, Nicholas merasa wajah Paman Yona lebih tua daripada yang dibayangkannya.

"Tuan Nicholas ...." Paman Yona tersenyum, lalu menghela napas dan berkata, "Kita sudah satu tahun tidak bertemu, apakah kamu merindukanku?"

"Aku sangat merindukanmu!" Nicholas tersenyum dengan tulus.

Paman Yona membalas senyuman tersebut sambil menatap Nicholas. "Tuan Nicholas, Tuan Besar sudah mengetahui kandasnya hubunganmu dan Felita. Maka dari itu, Tuan Besar memerintahkanku untuk datang menjemputmu. Apa rencanamu setelah ini?"

Nicholas merasa canggung. Saat mengingat insiden bagaimana Felita mencampakkannya, hati Nicholas terasa sakit seperti disayat pisau. "Aku belum ada rencana apa-apa ...."

Paman Yona menganggukkan kepala sambil tersenyum dan berkata, "Dalam hidup ini, kita pasti akan bertemu dengan beberapa orang yang berpikiran pendek dan menjadi batu sandungan. Kamu tidak usah terlalu memedulikannya."

Nicholas tersenyum sambil membuka kulkas kecil yang ada di dalam mobil, lalu menuang segelas anggur merah untuk dirinya sendiri. Anggur merah ini memiliki rasa unik yang diproduksi oleh Negara Lamaria. Keluarga Winata sangat menyukai rasa anggur merah ini. Jadi, mereka menggunakan cara khusus untuk membeli perusahaan tersebut sehingga anggur merah ini hanya diproduksi untuk Keluarga Winata sendiri. Setiap tahun, anggur merah ini hanya diproduksi sebanyak dua ratus botol. Ditambah, anggur merah ini tidak dijual secara komersial dan hanya dapat dinikmati oleh anggota Keluarga Winata.

Harga satu botol anggur merah bisa mencapai ratusan juta, setiap tetesannya adalah kemewahan. Bahkan ponsel baru maupun tas-tas mewah tidak ada nilainya bila dibandingkan dengan anggur merah ini.

Nicholas memainkan gelas anggur yang dipegangnya sambil mengingat ucapan Felita, dia merasa sangat konyol. "Paman Yona, apakah menurutmu uang adalah segalanya?"

"Uang bukan segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang," jawab Paman Yona dengan serius.

Nicholas menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti."

"Tuan Nicholas, baguslah kalau kamu sudah mengerti. Gadis itu tidak pantas untukmu, tidak perlu meresahkannya. Tuan Besar sudah mengembalikan semua fasilitas dan identitasmu, ini dompetmu ...." Paman Yona membuka laci dan mengeluarkan dompet Nicholas.

Nicholas menatap dompetnya sambil tersenyum. "Antarkan aku ke Restoran Lanshire, aku mau ke sana. Paman Yona, setelah urusanku selesai, aku akan menemuimu dalam beberapa hari ...."

"Baik, Tuan Nicholas. Oh iya, ada satu hal yang harus aku sampaikan. Setelah kamu membatalkan pernikahan dengan Keluarga Tansil, Samantha datang ke Kota Mano. Sepertinya dia akan pergi ke Universitas Mano dalam beberapa hari ini ...," kata Paman Yona.

Nicholas tercengang, ternyata Samantha datang ke Kota Mano. Setelah tiba di depan Restoran Lanshire, Nicholas mengangguk dan turun dari mobil.

Nicholas tidak pernah menyangka kalau Samantha akan datang ke Kota Mano, tapi sebenarnya dia juga tidak peduli. Lagi pula, dia tidak akrab dengan Samantha.

Nicholas memandang ke arah Restoran Lanshire sambil menghela napas panjang, lalu masuk untuk mereservasi tempat. Setelah itu, dia menelepon Sandy dan pergi sebentar ke bank.

Beberapa saat kemudian, Nicholas keluar dari bank sambil memegang sebuah kartu. Dia merasa lebih tenang daripada sebelumnya.

Seperti yang dikatakan oleh Paman Yona, fasilitas Nicholas telah dikembalikan. Setelah dicampakkan oleh Felita, Keluarga Winata pun mengembalikan jumlah pemakaian uang Nicholas. Di dalam rekening terdapat dua puluh miliar yang cukup untuk digunakannya.

Setibanya di Restoran Lanshire, Nicholas membuka pintu dan langsung mendengar suara keributan dari lantai atas. Sepertinya ada yang sedang bertengkar, suara itu terdengar familier.

Sandy!

Nicholas tertegun sejenak, lalu bergegas naik ke lantai dua. Kebetulan, dia melihat Sandy yang sedang menggulung lengan bajunya sambil membawa empat hingga lima orang teman dan menunjuk kerumunan yang berada di hadapan mereka. "Jelas-jelas kami sudah memesan tempat ini. Atas dasar apa kami harus memberikannya kepadamu?"

"Tempatmu? Kamu menyebutnya tempatmu? Kami yang duluan memesan tempat ini! Memangnya orang miskin seperti kalian sanggup memesan tempat di restoran semahal ini? Cepat, pergi sana!"

Wajah Nicholas terlihat sangat masam. Saat melihat ke arah orang yang berbicara, seketika emosinya pun langsung meluap.

Colin?! Kenapa Nicholas harus selalu bertemu dengan orang yang tidak ingin ditemuinya?

Nicholas melihat Colin membawa tiga hingga empat orang untuk menghadapi Sandy. Tidak hanya itu, Colin juga memeluk Felita yang baru saja mencampakkan Nicholas. Saat ini, Felita tampak menatap Sandy dengan ekspresi jijik.

Nicholas sangat kecewa saat melihat ekspresi Felita yang seperti itu.

"Jangan banyak omong kosong! Hanya karena kamu mengatakan kalau kamu yang memesan tempat ini, lantas kami harus percaya begitu saja?" Felita mencibir.

"Dasar, sekelompok orang payah! Pergi sana! Apakah kalian tidak berkaca dan melihat diri sendiri? Apakah kalian sanggup memesan tempat di restoran seperti ini? Kami sudah memesan tempat ini sejak awal, kalian masih tidak mau pergi juga?" Colin marah dan mendorong Sandy.

Wajah Sandy langsung memucat.

Dengan arogan, Colin membawa teman-temannya dan duduk dengan angkuh.

"Aku sudah memesan tempat ini. Tolong pergi ...." Saat ini, Nicholas sudah tidak tahan, lalu berjalan menghampiri.

Begitu melihat Nicholas, Colin langsung mencibirnya. "Aku kira siapa, ternyata pelayan yang miskin ini? Kamu yang memesan tempat ini? Apakah kamu bisa berhenti omong kosong?"

Semua orang langsung mentertawakan dan mengejeknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status