Share

Part 2

"Dek, bisa minta tolong ambilkan ponsel mas ketinggalan di kamar." 

 

Nilam sebetulnya enggan melakukan itu, entah kenapa perintah suaminya itu hanya akal-akalannya saja, karena gak mungkin ia lupa membawa benda itu.

 

"Yakin mas di kamar?" tanya Nilam.

 

"Iya dek, ini di saku gak ada. Ya sudah kalau kamu gak mau, biar mas ambil sendiri." 

 

Aksan hendak bangkit dari duduknya, tapi dengan segera Nilam berdiri lalu bergegas berjalan menuju lantai dua di mana kamar mereka berada. 

 

Saat Nilam sudah dipastika naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar, segera Aksan masuk ke ruang kerjanya, cukup lama Aksan di dalam sana hingga Nilam datang pun dia belum keluar. Nilam merasa dugaannya tepat, suaminya hanya sedang mengelabuinya. Mata Nilam langsung tertuju pada ruang kerja itu, tanpa ragu ia segera masuk tapi ternyata lagi-lagi usahanya gagal, tak ada siapa pun di sana. 

Nilam ke luar dengan perasaan penuh tanya, dia mencoba mencari di seisi rumah itu tapi tak ia temukan suaminya. Tetiba terdengar ponsel berdering, Nilam mengarahkan pandangannya pada benda pipih yang terletak di bawah bantal itu. Ah, pantas saja dicari di kamar gak ada, rupanya di sini ponsel Aksan. 

 

Nama mama tertera di layar ponsel Aksan, Nilam mengangkatnya.

 

"Hallo ma," sapa Nilam.

 

"Nilam? Ngapain kamu angkat telepon Aksan, gak sopan," ujar mama Aksan ketus.

 

"Maaf ma, tak sengaja aku lihat ponsel Mas Aksan tergeletak dan bunyi karena mama yang menelepon makanya aku angkat ma."

 

"Alah, alasan saja kamu. Mana Aksan, mama mau ngomong sama dia." 

 

"Aku justru ini lagi cari Mas Aksan ma, dia nggak ada di dalam rumah. Dia ...."

 

Nilam menghentikan matanya ketika sekelebat melihat Aksan keluar dari ruang kerjanya, masih ingat baru saja dia ke dalam tapi tak ada Aksan di dalam ruangan itu. Tapi? 

 

"Hallo Nilam ... Nilam ..."

 

Teriakan Mama di ujung sana membuyarkan lamunan Nilam, Aksan yang sedang mencari keberadaan Nilam pun mematung melihat Nilam sedang memegang ponselnya, dia menghampiri Nilam.

 

"Siapa?" tanyanya.

 

"Mama," ujar Nilam sembari memberikan ponsel kepada Aksan.

 

"Terima kasih ya," ujar Aksan menerima ponsel itu dan mengecup pipi Nilam. 

 

Nilam bergeming, ia menatap suaminya yang sedang mengobrol dengan mamanya menjauh dari dirinya. Kini dia semakin dibuat penasaran dengan sesuatu yang sedang disembunyikan oleh suaminya. 

 

Mana mungkin suaminya tiba-tiba bisa keluar dari ruang kerjanya padahal dia sudah jelas mencarinya tidak ada, Nilam berjalan mendekati ruang kerja suaminya itu. Ia hendak membuka pintunya tapi pintu itu sudah terbuka duluan dan terlihat Bi Jum hendak keluar.

 

"Bi Jum."

 

Nilam terperangah melihat hal itu, Bi Jum pun  terlihat gugup, wajahnya tampak pucat pasi.

 

"Bi Jum habis ngapain? Baju sampai basah gitu," heran Nilam menelisik keadaan Bi Jum.

 

"A-anu non, bi-bibi a-anu."

 

Bi Jum seolah kelu, ia tak bisa menjawab pertanyaan Nilam. Nilam semakin menajamkan pandangannya pada Bi Jum yang semakin menunduk karena tak kuasa melihat mata Nilam yang penuh tanda tanya. 

 

"Bi, jawab." 

 

Gertakan Nilam pada Bi Jum membuat Aksan menoleh ke sumber suara, lalu dia segera mematikan teleponnya dan menghampiri mereka.

 

"Ada apa ini?" tanya Aksan.

 

"Mas, aku lihat Bi Jum keluar dari ruang kerja kamu dengan pakaian basah begini. Aku tanya dia habis ngapain, tapi tak di jawab." 

 

"Oh, mungkin Bi Jum habis bersihin kamar mandi yang ada di ruangan ini dek." 

 

"Tapi mas, keluar sesaat setelah tak lama kamu keluar mas. Lagi pula tadi aku cari kamu ke sini gak ada, lalu tiba-tiba kalian keluar dari ruangan ini. Ini pasti ada yang gak beres iya kan?" tanya Nilam.

 

Nilam sudah tak bisa menahan rasa penasarannya lagi, dia pun menggeser tubuh Bi Jum dan masuk ke dalam ruang kerja suaminya, tentu hal ini membuat Bi Jum tampak semakin gemetar dan Aksan mencoba menenangkan Bi Jum, lalu mengikuti Nilam yang sudah berada di dalam.

 

"Kamu pasti menyembunyikan sesuatu kan mas," gerutu Nilam.

 

"Aku yakin pasti ada sesuatu di ruangan ini."

 

Nilam terus menggerutu sambil matanya mengitari seluruh ruangan ini, tapi tak ada apapun yang ia temukan. Aksan terlihat tampak tenang apalagi setelah Nilam tak menyentuh tombol yang tertutup dengan photo pernikahan mereka itu.

 

Aksan menjalankan aksinya, kalau sudah seperti itu maka pelukan dari belakang bisa membuat tenang Nilam. 

 

"Jangan mencurigai aku seperti itu sayang," bisik Aksan di telinga Nilam hingga membuat Nilam yang berontak terdiam.

 

"Aku tidak melakukan apa pun apalagi jika kamu berpikir aku melakukannya dengan Bi Jum, dia sudah ku anggap ibuku. Jika kamu melihat aku keluar dari sini padahal kamu tadi tak melihatku di sini maka ada banyak kemungkinan maka ambillah kemungkinan yang positif, kasian Bi Jum, dia gemetar dituduh yang tidak-tidak sama kamu, dia sudah tua pasti lebih sensitif perasaannya." 

 

Nilam semakin ingin melepaskan dirinya dari pelukan itu, ucapan Aksan telah membuatnya semakin curiga, entah kenapa dia sama sekali tak ingin mendengar kalimat itu. 

 

"Lepaskan aku mas," ucap Nilam.

 

"Tidak, kecuali kamu membuang pikiran negatif kamu terhadap aku dan Bi Jum." 

 

"Oke, aku gak akan berpikir apapun tentang kalian."

 

Nilam lantang mengucapkan itu, hingga akhirnya Aksan melepaskan pelukan itu dan mengecup pucuk kepala Nilam cukup lama.

 

"Aku mencintaimu, tak mungkin aku menyakitimu."

 

Entahlah, Nilam yang tahu suaminya itu memang romantis tapi pagi ini ia merasa kalimatnya iti sangat begitu jijik untuk di dengar, sebegitu hebat Aksan membela Bi Jum rela melepaskan pelukan hanya untuk tidak dicurigai lagi oleh Nilam membuat Nilam malah semakin gencar untuk bisa membuktikan kecurigaannya itu. Dia merasa yakin ada sesuatu antara suami dan pembantunya itu atau ada hal lain di dalam ruang kerja suaminya itu.

 

Aksan pamit bekerja, Nilam mengantar Aksan hingga tak terlihat lagi dari pandangannya. Selepas memastikan Aksan sudah pergi, Nilam berjalan menuju teras samping rumahnya dimana dia mendengar rintihan itu, ia amati ada jendela di atasnya. Lalu rasa penasarannya menuntunnya untuk mengintip lewat jendela itu dengan harapan ada titik terang dari kecurigaannya.

 

Nilam menuju teras depan lalu ia angkat kursi yang ada di teras depan, perlahan ia menaiki kursi itu dan berusaha menggapai jendela itu.

 

"Aw ...."

 

Bi Jum terkejut mendengar suara teriakan itu dan bergegas menuju sumber suara.

 

"Astagfirullah, non ...."

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status