Share

Part 6

"Apa mas?" tanya Nilam.

 

Sudah cukup lama Nilam menunggu, rasanya Aksan memang belum siap mengabari hal itu. 

 

"Apa yang sebenarnya terjadi Mas?" tanya Nilam penasaran. 

 

"Janji sama Mas setelah ini kamu gak penasaran lagi, gak curiga lagi dan yang terpenting percaya sama apa yang Mas ceritakan," ucap Aksan.

 

"Mas, jika terlalu banyak syarat yang harus aku penuhi hanya karena Mas mau berkata jujur untuk menutupi ketidaksiapan Mas mending gak usah bercerita saja. Karena aku yakin seiring berjalannya waktu kebohongan itu akan terungkap."

 

Nilam menyerah, dia memilih bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Aksan, tapi dengan segera Aksan meraih tangan Nilam dan menarik tubuh Nilam ke dalam pelukannya. Nilam terpaku.

 

"Apapun yang terjadi, tak ada yang mencintaimu sebesar aku mencintaimu, ingat itu." 

 

Nilam menghangat, dia seolah terhipnotis dan melupaka apa yang ada dalam dirinya, berjuta pertanyaan dan kecurigaan terhadap Aksan mendadak lebur hanya dengan dekapan dan kecupan di pucuk kepalanya yang dilakukan Aksan berulang. Aksan memang pandai membujuk Nilam hingga jatuh dalam buaiannya. 

 

Mereka hanyut dalam dekapan penuh cinta dan melewati suasan sore yang syahdu dalam hembusan yang sama. 

 

"Mas ... Kapan kita akan berbulan madu seperti Mbak Tami?" tanya Nilam.

 

Aksan menoleh ke arah istrinya dan begitupun Nilam menengadahkan wajahnya hingga tatapan mereka beradu. 

 

"Tadi Mama Indri bertanya perihal kehamilan, lalu menyinggung bulan madu. Aku teringat kita belum menikmati bulan madu pergi ke luar negeri berkeliling di sana menghabiskan waktu berdua, bahkan aku minta ke Bali saja seminggu Mas bilang belum bisa," ucap Nilam merengut.

 

Aksan merasa bersalah soal itu, dia memang belum mengajak istrinya melakukan perjalanan seperti kakaknya lakukan saat sudah menikah, dia baru menikmati malam bulan madunya menginap di hotel sekitaran kota ini itu pun dengan selalu menghubungi Bi Jum. 

 

"Mas ...."

 

Nilam menggoyangkan tubuh Aksan karena melihat suaminya itu malah terdiam.

 

"Eh, i-iya. Aku sedang mikir kira-kira selama aku pergi siapa yang bisa aku percaya untuk menjaga kantor menghandle semua pekerjaanku. Karena jujur sayang, aku masih belum berani meninggalkan kantor selama itu." 

 

Nilam melepaskan pelukan Aksan, lalu beranjak dari ranjang. Ia merasa membenarkan ucapan Mama Indri jika Aksan tak akan mewujudkan keinginannya itu.

 

"Kemana?" tanya Aksan.

 

"Ke kamar mandi mau ngekhayal lagi di Bali," celetuk Nilam.

 

Aksan tersenyum kecil, dia mengingat ucapan Bi Jum kalau Nilam sudah mulai curiga dengan keberadaan seseorang di ruang kerjanya, mungkin dengan mengabulkan keinginannya akan melupakan kecurigaan itu. Aksan turun dari ranjang, hari ini dia belum menemui orang yang ia rahasiakan keberadaannya selama ini. Pelan-pelan ia keluar berharap Nilam tak mengetahui hal ini.

***

Nilam sudah selesai dan bergegas turun ke bawah, dilihatnya Bi Jum tengah menyiapkan makanan untuk malam malam, Nilam pun menghampirinya.

 

"Lho bibi udah sehat?

 

"Sudah non, alhamdulillah."

 

"Iyalah, orang cuma pura-pura," batin Nilam.

 

"Bi, lihat Mas Aksan?" tanya Nilam.

 

"Apa sayang," jawab Aksan.

 

Belum sempat Bi Jum menjawab, Aksan sudah muncul dari ruang kerjanya. Senyumnya masih terpasang di bibirnya itu.

 

"Kamu mandi di situ?" 

 

"Iya, biar cepet makan. Sudah lapar," jawab Aksan.

 

Kali ini tak ada yang mencurigakan bagi Nilam, wajar menurutnya jika Aksan memilih mandi di sana karena khawatir lama menunggunya selesai mandi. 

 

Mereka pun makan, Bi Jum nemilih untuk pergi dan kembali membawa piring berisi makanan. 

 

"Mau makan di belakang lagi bi?" tanya Nilam curiga.

 

"Iya non," jawab Bi Jum.

 

"Sejak kapan bibi suka ayam kecap? Setahuku sejak aku tinggal sama bibi dan bibi pernah bilang deh kalau bibi gak suka ayam dikecapin."

 

Mendadak wajah Bi Jum pucat lagi, ia kelimpungan. Nilam seolah terus memberikan kejutan mental pada Bi Jum juga secara tak langsung pada Aksan yang terlihat canggung. 

 

"I-ini buat kucing non," jawab Bi Jum gugup.

 

"Oh, ya udah. Bawa agak banyak bi, sekalian kasih kucing tetangga juga."

 

"Sejak kapan juga rumah ini ada kucing," batin Nilam.

 

"Sudahlah sayang, kamu tega terus memojokan Bi Jum." 

 

"Lho, aku gak mojokin mas. Aku kan cuma nanya, emang salah?" 

 

"Tapi sayang ....."

 

"Lama-lama aku tuh stres Mas liat tingkah kalian berdua, kalian berdua itu seperti sedang bersekongkol menyembunyikan sesuatu dariku, kalian pikir aku ini bodoh iya?" 

 

Aksan dan Bi Jum merasa tak enak dengan ucapan Nilam yang mulai tak mampu menahan emosinya, bukan kali pertama seperti ini. Dan kini Nilam mengeluarkan semua yang bercokol dipikirannya tentang tingkah aneh Bi Jum yang baru dia ketahui beberapa waktu ini.

 

"Sayang ...." 

 

Aksan mengelus punggung tangan Nilam, mencoba menenangkan Nilam. Tapi seketika Nilam menjauhkan tangannya, tatapannya tajam pada Aksan dan bergantian pada Bi Jum juga. 

 

"Jangan harap bisa melihat aku, sebelum kamu mau bercerita tentang apa yang sebenarnya kamu sedang sembunyikan dariku," ucap Nilam menatap Aksan lalu bangkit dan pergi dari hadapannya.

 

Aksan mencoba memanggil namanya, tapi Nilam tak menggubrisnya dan terus berjalan menuju kamarnya hingga bantingan pintu itu membuat Bi Jum ketakutan.

 

"Sudah bi, gak usah dipikirkan. Silahkan bibi duluan nanti aku nyusul." 

 

Bi Jum pun akhirnya pergi dari hadapan Aksan, sementara Aksan mencoba mencari cara untuk bisa membujuk Nilam agar tak memikirkan hal itu lagi. Entahlah, Aksan masih belum bisa menceritakan apa yang sedang ia sembunyikan ini. Karena baginya akan sangat berat untuk Nilam bisa menerima ini semua. Aksan mengusap wajah kasarnya dan menghela nafas. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status