Share

Kau Buang Aku, Kunikahi Bosmu
Kau Buang Aku, Kunikahi Bosmu
Penulis: Anggrek Bulan

Bab 1

Bab 1

"Pergi kamu dari rumah ini, dasar wanita sialan!"

Derai air mata menuruni wajah Siti selagi dirinya terjerembab ke tanah basah. Sakit hatinya mendengar makian sang suami yang juga begitu keji mendorong dirinya.

"Bajingan kamu, Mas! Demi wanita lain kamu membuangku, istri yang sudah melahirkan anak dan darah dagingmu!" Siti berusaha menghentikan suaminya yang ingin berjalan pergi meninggalkannya dengan mencengkeram kaki pria tersebut.

"Ah, jangan banyak bicara kamu!" Adi yang telah kalap pun langsung menendang Siti sampai wanita itu melenguh kesakitan.

"Ibu!!" Seorang gadis kecil berlari dari dalam rumah menuju teras, ingin menghampiri Siti yang terlihat begitu menyedihkan di bawah hujan deras. "Ayah nggak boleh jahat sama Ibu! Ayah jahat! Ayah jahat!" Gadis kecil itu memukuli ayahnya tanpa tenaga berarti.

"Anak sialan!" maki Adi seraya mendorong putri kecilnya sendiri, membuat gadis itu terjatuh di sebelah ibunya. "Sama aja kamu sama ibumu, nggak berguna. Bisanya cuma jadi beban aja."

Melihat Putri, anak perempuan semata wayangnya, terjatuh dan terluka, Siti segera memeluk dan melindunginya. Dia menatap marah pada Adi. "Biadab kamu, Mas!" teriaknya dengan pilu.

“Eh, jangan sembarangan menghina anak saya, ya!” balas seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu mertua Siti dan juga ibu dari Adi. Dengan angkuh wanita itu memaki Siti, “Semua ini karena kamu mempermalukan suamimu di depan umum! Yang biadab tuh kamu! Bukannya menjaga marwah suami, malah malu-maluin. Memang nggak terpelajar dan rendahan!”

Siti menatap wanita tersebut dengan wajah tak percaya. Dia tidak menyangka kalau sang mertua akan menghinanya sedemikian rupa. Tidak terpelajar dan rendahan? Memang keluarganya tidak kaya, tapi paling tidak mereka keluarga baik-baik yang mendapatkan uang dari pekerjaan halal!

“Kalau bukan karena Mas Adi berselingkuh dengan wanita lain, apa aku akan bersikap seperti tadi?! Apa Ibu nggak sakit hati kalau mendiang Bapak berselingkuh di depan mata kepala Ibu sendiri?!”

Selagi meneriakkan hal tersebut, ingatan Siti melayang kepada kejadian siang tadi.

"Heh Siti, kamu itu mau ke mana? Sudah selesai belum bersihin dapur dan nyuci bajunya?!" Bu Ningrum kini bersedekap dada sambil menatap tajam menantunya yang saat ini akan pergi dengan membawa sebuah map.

"Saya mau ke kantor Mas Adi, Ma. Berkas ini tadi ketinggalan di meja, takutnya ini sangat penting dan dia memang kapan membawanya. Semua pekerjaan di dapur sudah selesai dan juga pakaian semua sudah saya jemur. Tinggal mengepel lantai saja yang belum," jawab Siti lirih.

Bu Ningrum langsung saja menoyor kepala wanita berperawakan sederhana itu, "Dasar istri nggak berguna! Makanya jika suami akan berangkat kerja itu disiapkan semua dengan baik, jadi nggak ada yang ketinggalan kayak gini! Ngapain saja sih kamu itu dari pagi!?"

Tentu saja Siti hanya makin diam menunduk saja, merasa memang dia yang salah karena tak mengingatkan Adi tentang berkas ini.

"Saya sudah menyiapkan semuanya Ma, tetapi Mas Adi tetap lupa. Seperti yang Mama tahu sejak bangun subuh saya juga sudah langsung melakukan semua pekerjaan rumah."

"Eh-eh-eh! Jadi kamu sekarang itu sudah berani menyalahkan Adi ya? Jika ada kesalahan seperti ini, yang salah itu bukan Adi, tapi kamu! Mau bagaimana lagi ya, memang nggak pernah kerja kantoran sih, jadi kurang berpendidikan!" Bu Ningrum kini meletakkan hari telunjuknya tepat di dahi Siti, menandakan jika dia memang sangat tak menyukai menantunya itu.

Seperti biasa, Siti hanya bisa diam saja menerima penghinaan dan juga perlakuan buruk dari sang mertua yang memang tak menyukainya. Lagi pula, apa yang bisa dia lakukan? Wanita paruh baya itu adalah ibu Adi, mertuanya. Demikian, Siti harus selalu menghormatinya.

"Sudah cepat sekarang antar berkas itu ke kantor! Jangan pakai lama! Awas saja jika nanti Adi dimarahi atasannya karena berkas itu. Kamu yang harus menanggung akibatnya!"

Sesuai niatan awalnya, Siti pun pergi ke kantor Adi untuk mengantarkan dokumen sang suami yang tertinggal di rumah. Tak pernah seumur-umur dia menginjakkan kaki di tempat tersebut. Bukan hanya karena tidak memiliki keperluan, tapi sang suami pun selalu menolak menunjukkan tempat kerjanya dengan jelas kepada Siti.

“Apa Pak Adi Winata ada di tempat?" tanya Siti pada resepsionis yang bertugas.

Sang resepsionis melihat penampilan Siti dari atas ke bawah, lalu dia balas bertanya, “Maaf, Ibu siapa ya? Ada urusan apa mencari Pak Adi?” Melihat penampilan Siti yang sedikit lusuh, resepsionis itu menjadi merasa curiga.

“Saya istrinya, Mbak. Mau antar dokumen yang ketinggalan di rumah,” jawab Siti, masih menahan senyum sembari menunjukkan amplop cokelat dengan stempel kantor.

Mata sang resepsionis membesar, terkejut dengan kenyataan Adi memiliki seorang istri. Namun, melihat stempel kantor memang tertera di amplop dokumen, dia pun langsung tersenyum. “Sepertinya beliau baru saja keluar untuk makan siang, Bu. Itu di kantin sebelah,” jawab sang resepsionis dengan senyum simpul penuh arti.

Setelah mengucapkan terima kasih, Siti pun langsung berjalan menuju ke kantin yang letaknya tepat ada di sebelah gedung kantor. Jam makan siang membuat tempat tersebut begitu ramai.

Mata Siti yang terus menyusuri kantin itu kemudian menemukan Adi, tapi ketika dia ingin memanggil pria itu, wanita tersebut membeku di tempat. “Siapa … perempuan itu?” gumam Siti ketika melihat sosok Adi sedang menggenggam tangan seorang wanita muda nan cantik yang duduk di seberangnya.

Hati Siti menjadi panas ketika melihat Adi menyuapi wanita tersebut dengan mesra.

Tak kuat melihat kemesraan itu, Siti langsung menghampiri mereka. Dia menggebrak meja dengan keras dan berseru, “Siapa wanita ini, Mas?!”

Adi dan teman wanitanya itu langsung terkaget. “Siti?! Kok kamu di sini, Dek?” Pria itu terlihat gelagapan.

Siti melempar berkas yang sejak tadi dibawanya ke wajah Adi. "Berkas ini yang membawa aku ke sini!” Dia melirik teman wanita Adi yang terlihat kaget. “Ternyata selama ini kamu berselingkuh dengan wanita ini ya, Mas?! Keterlaluan kamu!"

Adi melirik wanita di seberangnya, kentara bahwa wanita itu sedang menahan emosi. "Sebentar, Dek. Jangan terlalu emosi dulu. Dia ini atasanku, Bu Yayuk."

Walau ingin sekali menampar Siti, tapi Adi berusaha menenangkan sang istri. Dia sudah sangat malu menjadi tontonan semua pengunjung kantin ini, tidak mungkin dia menambah skandal dengan berlaku kasar di depan publik.

“Jelasin sama aku sekarang, kenapa kamu bisa suap-suapan sama wanita ini kalau kalian hanya sekadar atasan dan bawahan, hah?!” balas Siti dengan keras, membuat orang yang mendengar ucapannya langsung berdesas-desus.

Melihat situasinya kurang baik, Adi langsung berseru keras selagi tersenyum canggung kepada semua orang, “Maaf ya, semuanya. Ini adik saya kurang sehat kejiwaannya, jadi dia selalu kira saya ini suaminya.”

“Mas!” teriak Siti dengan nada tak percaya.

Adi langsung mencengkeram pundak Siti dengan kuat hingga wanita itu meringis. “Kamu pulang sekarang kalau masih ingat Putri di rumah,” ancam Adi.

Yayuk di sisi Adi tersenyum tipis, seakan mengasihani. “Oh, ini adik kamu yang gila itu ya, Mas. Kasihan,” ujarnya sinis, tahu kebenaran tapi tak mungkin membongkarnya. Dia pun berkata, “Baiknya kamu antar dia pulang, deh. Nanti dikira orang aku pelakor lagi, padahal dianya yang kurang sehat.” Wanita itu pun melenggang pergi meninggalkan Adi yang memasang wajah khawatir.

Tanpa memikirkan apa pun lagi, Adi pun menarik Siti dengan kasar. Namun, wajahnya memasang senyum sembari meminta maaf kepada semua orang di kantin untuk kekacauan yang terjadi.

Saat itu pun Siti menyadari bahwa pria yang dia nikahi adalah pria bermuka dua dengan kulit tebal!

Sesampainya di rumah, Adi dan Siti bertengkar hebat. Ternyata pria itu sedari awal memang berniat menceraikannya untuk menikahi Yayuk yang notabenenya adalah manajer Adi dan wanita pekerja yang cukup kaya.

“Demi uang kamu ingin membuangku dan Putri!” teriak Siti, masih memeluk putrinya yang menangis sedih. “Tega kamu, Mas!”

“Alah, berisik!” balas Adi seraya melangkah masuk ke dalam rumah bersama ibunya. Sebelum menutup pintu, Adi memperingati Siti, “Mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi. Pergi dan jangan pernah kembali!”

Masih dalam posisi terduduknya di tanah, Siti menangis pilu. “Ya Allah, cobaan apa ini.” Dia memeluk anaknya erat, merasakan tubuh mungil nan rapuh itu bergetar.

Tak bisa terus terdiam diguyur hujan, Siti pun berdiri dan membawa Putri pergi dari tempat jahanam tersebut. Dia berjalan dan terus berjalan sembari memutar benaknya.

‘Ke mana aku harus pergi?’ tanya Siti.

Keluarga Siti yang tersisa hanyalah nenek beserta tante dan pamannya, sedangkan orang tua Siti sendiri telah meninggal beberapa tahun silam. Mengesampingkan dirinya tak punya uang untuk ke kampung, Siti juga tidak ingin membuat keluarganya sedih dan khawatir dengan situasinya.

Setelah terduduk lama di halte bis bersama dengan Putri yang telah tertidur dalam pelukannya, Siti pun teringat akan satu orang. Walau hubungannya dengan orang tersebut tidak begitu baik, tapi dia tidak memiliki cara lain lagi.

“Aku … hanya bisa meminta bantuannya.”

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Asep Hendra
lanjut.. seru euy
goodnovel comment avatar
Gendhis Respati
Thor aku salah satu penggemar berat cerita ini,dari Bab 1 hingga yg barusan diupdate kog nama nama tokohnya beda...di sini Bu Ningrum mertua siti yg dibab 90 ke atas Bu Retno,hehehehe ngantuk ya thor....
goodnovel comment avatar
Katrin Caem
belum bisa dibaca semua dari judulnya cerita ini pasti menarik. buka dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status