Bab 8Setelah Eva pergi dari tempat tersebut, Handi langsung menoleh kepada Siti. "Sebagai bagian dari rumah ini, kamu harus tahu cara mempertahankan martabat kamu. Aku nggak suka melihat milikku dihina oleh orang lain!”Siti hanya melongo saja mendengarkan apa yang dikatakan oleh Handi itu. Dia sungguh tak mengerti apa maksudnya. Saat Siti ingin menanyakan hal itu, si majikan pun telah berlalu dengan wajah dinginnya. Membuat wanita itu pun mengurungkan niatnya. Sumi dan Bi Yati menghampiri Siti dan mengajaknya masuk ke dalam. "Saudara kamu itu memang keterlaluan sekali ya, Ti. Nanti kalau dia datang lagi, kita usir saja bareng-bareng. Karena Pak Handi itu sangat tak suka dengan keributan loh, bisa-bisa nanti beliau akan marah dan akhirnya memecat kamu," ucap Bi Yati yang semakin membuat hati Siti ketar-ketir."Oh iya, Mbak Siti. Tadi itu sepupu kamu kan bilang jika kamu dibuang oleh suami ya? Kenapa sih itu memangnya Mbak?" celetuk Sumi yang memang orangnya terlalu kepo dengan urusa
Bab 9Eva yang baru saja sampai rumah pun terlihat amat kesal. Saat itu kebetulan Dirga sedang menonton tv di ruang keluarga. Eva menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa sambil cemberut."Kamu ini kenapa sih, Ma? Baru datang kok sudah cemberut gitu? Memangnya kamu itu tadi dari mana sih?" Dirga bertanya dengan lembut pada sang istri.Eva melirik tajam pada sang suami dan mendengus kesal. "Gimana aku nggak kesal? Itu si Siti! Meski sudah nggak ada di rumah ini tetapi dia terus saja membuat aku kesal! Apes sekali deh aku memiliki saudara seperti dia itu!" gerutu Eva.Dirga tertawa kecil spontan saat itu melihat tingkah sang istri yang seperti anak kecil itu. "Siti? Kenapa masih ngomongin dia sih? Dia kan sudah nggak ada disini lagi. Nggak usah dengan diomongin lagi ya," ucap Dirga berusaha menenangkan Eva.Bukan karena tak suka Dirga tak mau membicarakan tentang Siti, tetapi lebih karena tak ingin percekcokan kembali karena Eva cemburu dengan Siti. Jadi, Dirga memilih aman saja."Ya karena a
Bab 10Sembari merapikan kemeja kerjanya, Handi terlihat sedang menuruni tangga. Dirinya telah siap untuk pergi ke kantor. Akan tetapi, setelah kurang-lebih lima belas menit menunggu sarapannya di meja makan, pria itu mengerutkan keningnya."Bi Yati, kenapa sarapan saya belum—"Sebelum ucapannya berhasil diselesaikan, seorang gadis kecil tiba-tiba muncul di hadapannya sambil membawa baki. Baki berisi sepiring nasi goreng dan secangkir teh hangat itu terlihat lebih besar dibandingkan wajah sang gadis kecil, membuat kemunculannya terlihat sangat menggemaskan."Ini sarapannya, Pak Handi," cicit gadis yang tak lain adalah Putri. Mata bulatnya menatap nasi goreng dan cangkir teh dengan serius, seakan sedang bertelepati pada kedua hal tersebut untuk jangan terjatuh.Melihat Putri berusaha menyajikan sarapannya, sebuah niatan untuk membantu sang ibu, Handi merasa hatinya terenyuh. Benaknya berputar kepada masa berpuluh tahun yang lalu, ketika ekonominya tidak sebaik ini. Bagaimana dirinya ba
Bab 11“Pak, sudah sampai,” ucap Tatang, sang supir, ketika menyadari Handi masih terduduk di kursinya sembari termenung.Mendengar suara Tatang, Handi pun tersentak. “Oh, ya.”Melihat majikannya turun dengan wajah serius, Tatang menggelengkan kepala, merasa Handi beberapa hari ini memiliki begitu banyak pikiran.Dalam perjalanan menuju ruangannya, begitu banyak orang membungkuk dan memberi hormat pada Handi. Beberapa menyapa dengan senyuman dan memberikan pandangan terpukau pada pria itu.Begitu sampai di lantai kantornya, seorang wanita yang duduk di meja depan ruangan Handi berdiri dan memberi hormat kepada pria itu. “Pagi, Pak Handi.” Sapaannya itu hanya dibalas Handi dengan anggukkan kepala, sama seperti pria itu membalas karyawan lain. Namun, sebelum Handi masuk ke kantornya, Langkah pria itu berhenti. Dia menoleh ke belakang dan berkata, “Rosa, periksa satu orang untukku.” Netra hitamnya terlihat dingin ketika menurunkan perintah tersebut.Rosa, sang sekretaris, terlihat siap
Bab 12Adi tampak sibuk mengutak-atik komputernya. Ada deadline yang menunggu karena Handi harus segera menandatangani dokumen tentang laporan keuangan bulanan. Sayangnya, Adi terlalu semangat untuk bersenang-senang sampai lupa dengan pekerjaannya sendiri."Duh! Kenapa harus hari ini, sih?!" Adi meremas rambutnya sendiri. Dia merasa kesal karena tuntutan pekerjaan yang seringkali membuatnya kerepotan. Padahal, Adi berpikir bisa bersantai karena diberi kendali penuh oleh Yayuk. Tapi ternyata wanita itu juga tak bisa berkutik saat berhadapan dengan laporan.Sebagai wakil manajer, pekerjaannya selalu menumpuk. Tapi Adi biasanya berhasil melempar semua pekerjaan pada karyawan lain. Dia hanya perlu bersantai dan menunggu, maka semua pekerjaan selesai tepat waktu. Tapi apa-apaan ini?Mereka semua angkat tangan karena takut berurusan dengan Handi. Kesal, itulah yang dirasakan Adi."Sialan!" desisnya lagi sambil mengusap wajahnya dengan kasar.Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Adi lantas m
Bab 13Adi mengusap wajahnya dengan kasar. Dia kembali duduk di kursi kerjanya sambil menatap komputer yang masih menyala."Sialan! Bukannya membantu, dia malah memarahiku!"Padahal Yayuk biasanya bersikap lembut. Walau kadang dia memasang ekspresi masam saat ada karyawan lain. Kening Adi terasa berdenyut nyeri. Padahal dia biasanya bisa ungkang-ungkang kaki dan menyerahkan semua pekerjaan pada karyawan lain. Tak ada satupun diantara mereka yang berani membantah. Tapi kali ini, Adi sepertinya harus bekerja keras.Apalagi Rosa sempat memperingatinya untuk segera membawa dokumen berisi laporan keuangan dengan segera ke ruangan Handi.Adi menghela napas berat. Percuma saja menggerutu karena tak ada siapapun yang mau membantu.Di ruangan direktur utama, Rosa kembali setelah pergi ke bagian departemen keuangan. Handi lantas menoleh dengan tatapan meminta penjelasan."Pak, saya sudah mengeceknya. Tapi dokumen masih belum diselesaikan," jelasnya singkat.Handi mengangguk perlahan. Dia sudah
Bab 14Tangan Adi kembali terkepal dengan erat. Laporan yang telah dikerjakannya kembali ditolak sebanyak tiga kali oleh Handi.Bahkan lagi-lagi pria itu tak mengecek laporan yang telah dikerjakannya dengan susah payah. Handi langsung melemparnya tepat di depan wajah Adi."Kerjakan lagi," ujarnya singkat tanpa melirik ke arah Adi.Handi memilih untuk menyibukkan dirinya sendiri menatap layar monitor yang menyala. Namun ekor matanya masih bisa menangkap ekspresi wajah penuh kemarahan serta kekesalan di wajah Adi.Handi sangat yakin kalau pria itu pasti merasa kesal karena laporannya terus saja ditolak. Tapi dia memang sengaja melakukannya karena Adi memang tidak mengerjakannya dengan benar. Hanya dengan melihat sekilas saja sudah bisa menemukan banyak kesalahan di dalam dokumen laporan keuangan.Sebuah pertanyaan terbersih di kepala Handi. Apa Adi selama ini tidak pernah mengerjakan laporan keuangan? Batinnya heran.Padahal Handi selalu mendapatkan laporan yang sesuai dan tak ada kesal
Bab 15"Aku harus pulang sekarang karena suamiku sudah ada di parkiran kantor," jelasnya singkat sambil merapikan pakaiannya yang sempat kusut karena berada di dalam dekapan Adi."Bilang saja lembur," usul Adi. Dia masih ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi bersama dengan Yayuk. Yayuk menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Aku nggak mau karena resikonya besar."Adi mendengus kesal. Yayuk sangat egois dan terlalu takut akan resiko. Padahal jelas sejak awal wanita itu tahu kalau berkhianat pasti ada konsekuensinya.Adi kembali mendekat dan mendekap tubuh Yayuk. Tapi dengan cepat wanita itu langsung berusaha untuk menepisnya."Jangan bertingkah kekanakkan, deh! Lagipula aku nggak mau suamiku curiga!" sentaknya.Adi memutar bola matanya dengan malas karena dia kembali mendapatkan penolakan dan Yayuk bahkan tak segan menepis tangannya."Aku cuma mau memelukmu sebentar saja, Yuk! Apa itu salah?"Yayuk berhenti mengemas barangnya. Dia kini beralih menatap Adi. Yayuk terdiam sejenak, nam