Share

Prolog 2

(Dua minggu sebelumnya)

“Mama nih apa-apaan. Gilang ogah di suruh nikah sama Sekar!” sahut Gilang dengan wajah gusar. 

Bagaimanapun, kredibilitas dan gengsinya dipertaruhkan. Apa kata dunia kalau tahu akhirnya dia bakal menikah dengan tetangganya yang aleman itu. Yang sok-sok aktif ikut organisasi ini itu, tapi ujung-ujungnya dia yang kena getah buat ngurusin. 

“Lha, kamu itu kalau nggak mau dijodohin sama Sekar, ya buruan cari pacar. Umur sudah 25, teman-temanmu juga sudah pada punya calon. Kamu? Dari dulu masih aja sendiri,” ledek Bu Hanum pada anak laki-lakinya itu. 

“Sekar itu sudah mau dilamar sama anaknya temen Bulik Ndari. Kalau kamu ngga buru-buru bisa keduluan. Pasti Pak Lik Sodiq setuju kalau anaknya temen Bulik Ndari ngalamar Sekar. Wong sudah mapan, ganteng pula,” ujar Bu Hanum, sengaja memanas-manasi anaknya. 

“Ya biar saja si Sekar nikah sama dia. Gilang ndak mau. Titik!” ucap Gilang sambil berdiri, pergi meninggalkan mamanya. 

“Ndak usah begitu. Nanti ujung-ujungnya nyesel lho,” ledek Ratih yang tiba-tiba masuk rumah sambil menggendong Mia, keponakan Gilang. 

“Nggak bakalan aku nyesel,” sungut Gilang sambil mendudukkan pant*tnya di sofa ruang depan. 

“Eee, lha jangan begitu. Kalau Sekar jadi kawin duluan, kamu sama siapa? Mama nggak setuju kalau dia sampai kawin duluan!” sahut Bu Hanum dari ruang makan. Kebetulan ruang tamu dan ruang makan di rumah Bu Hanum tanpa sekat. 

“Banyak lah, Ma, yang ngantri,” sahut Gilang seenaknya sambil menyelonjorkan kakinya ke meja. Tangannya tetap aktif memencet-mencet ponselnya. Sedangkan matanya tak lepas dari layar itu. 

“Mana buktinya? Mana?” tanya Bu Hanum sambil mendekat ke arah Gilang. 

“Kalau Sekar sampai menikah dengan laki-laki lain. Kamu harus menikah dulu dengan perempuan lain! Jangan sampai keduluan Sekar. Ingat itu!” kata Bu Hanum sambil menatap tajam ke anak laki-lakinya. 

Gilang hanya melirik sekilas. Mamanya memang begitu. Suka ngancam, tapi tidak ada realisasinya. 

***ETW***

--

Gilang berdiri termangu di bawah pohon jambu di halaman rumah Randi, tetangganya yang usianya jauh lebih muda darinya. Rumah Randi hanya berbatas pagar setinggi dada orang dewasa dengan rumah Sekar. 

Terlihat dari tempat Gilang berdiri, sebuah mobil pajero sport warna hitam terparkir di sana. Gilang memicingkan matanya. Sepertinya dia kenal mobil itu. Tapi, punya siapa? 

“Hai, Mas. Ngapain berdiri disitu? Masuk sini!” tegur Randi, teman main Gilang jaman kecil. Umurnya lebih muda tiga tahun darinya. 

“Kok di rumah Pak Lik Sodiq ada mobil? Punya siapa, Ran?” tanya Gilang penasaran. Di desa mereka, sudah biasa menyebut tetangga dengan panggilan Pak Lik atau Pak De meskipun tak ada hubungan darah. 

Gilang bergegas mendekati Randi yang berdiri di teras. 

“Katanya, sih, calonnya Mba Sekar,” jawab Randi datar. 

“Calonnya Sekar? Memangnya Sekar pulang?”tanya Gilang keheranan.  Sejak lulus kuliah, Sekar bekerja di Jakarta. Sama seperti dirinya, hanya pulang sesekali dalam dalam setahun. Idul Fitri dan Idul Adha. 

“Katanya, sih, Mba Sekarnya nggak ada.” jawab Randi tak acuh. 

Gilang kembali melirik ke halaman rumah Sekar. Seorang pemuda keluar dari rumah bersama seorang ibu seumuran ibunya Sekar. Tiba-tiba Gilang mengingat sesuatu. 

--

***ETW***

“Ma, Sekar nikahnya sama siapa, sih?” tanya Gilang saat masuk ke dalam rumahnya.

Mamanya yang sedang mencuci piring, buru-buru mematikan krannya, lalu mengeringkan tangannya dengan lap dapur. 

“Kenapa? Kamu berubah pikiran?” tanya Bu Hanum penasaran. Ada sedikut senyum mengambang terulas di bibir wanita paruh baya itu.

“Namanya Fajar, bukan?” tanya Gilang tanpa menggubris kata-kata mamanya. 

“Lho, kok kamu tahu? Kamu kepo ya?” seloroh Bu Hanum sok gaul. 

“Bukan begitu, Ma. Gilang tahu Fajar itu seperti apa. Bilang sama Bulik Ndari, nggak usah diterima lamaran si Fajar!” ujar Gilang. 

Gilang masih ingat, dia pernah kena bogem mentahnya Fajar gara-gara salah paham. 

Fajar orangnya posesif dan suka main tangan. Setau Gilang, Fajar adalah pacar Daniar, sekretaris atasannya. 

Saat itu ketika hendak pulang usai jam kantor, Gilang melihat Daniar, masih sibuk menyelesaikan pekerjaan di kantor sendirian. Karena tidak tega, Gilang menemani sampai Daniar selesai. Si*lnya, saat mau keluar kantor, tiba-tiba Fajar sudah berdiri di depan pintu lobi kantornya. Tanpa ba, bi, bu dengan cemburu buta, Fajar langsung menghadiahi bogem mentah. 

Tapi,  Kenapa sekarang ia mau melamar Sekar? 

“Jadi gimana, Le? Kamu aja ya yang nikah sama Sekar. Mama sedih lho, Le, kalo kamu nggak mau,” tiba-tiba suara mamanya membuyarkan lamunannya. 

“Gilang hanya nggak mau kalau Fajar yang melamar Sekar!” sahut Gilang sambil menghilang masuk ke kamarnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Gilang....kalau kamu tak mau Sekar menikahi Fajar,makanya kamu saja yg menikahi Sekar,ya.....
goodnovel comment avatar
Kang Resi
ceritanya bagusss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status