Andi langsung berdiri saat melihat Maya hampir terjatuh tapi seorang pria dengan sigap menahan kadua bahu Maya membuat Maya tidak jadi jatuh.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya pria berpakaian Dokter itu Maya langsung menggeleng.
"Saya tidak apa-apa Mas makasih banyak sudah membatu saya." jawab Maya lalu sedikit menundukkan kepalanya.
Dokter tersebut yang melihat Maya sangat sopan malah tersenyum.
"Gak usah formal gitu saya juga manusia biasa kok kalo lagi hamil gini jangan terlalu capek-capek ya."
Saran Dokter tersebut yang di balas anggukan oleh Maya.
Tidak jauh dari tempat mereka ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan raut tidak suka.
Apalagi melihat Dokter tersebut tersenyum ke arah Maya membuat Andi mengepalkan tangannya di bawah meja.
Apa sekarang dia cemburu? Bagaimana dengan Nora cinta pertamanya di bangku SMA yang kini mulai mengisi hari-harinya.
***
Sampai di belakang Maya buru-buru mencari Wini.
"Win." panggil Maya membuat Wini yang sedang menyusun makanan langsung menoleh.
"Ini pesanan meja nomor 5 tapi aku nggak bisa nganterin makanannya." ucap Maya membuat Wini mengernyitkan dahinya.
"Kenapa?" tanya Wini hati-hati.
"Ada Mas Andi Win." lirih Maya membuat Wini langsung menghentakkan kakinya ke lantai.
"Ini dunia ngapa sempit banget sih masa dia-dia mulu yang nongol." kesal Wini.
"Ya udah sini pesanannya biar aku yang anterin sekalian aku kasih racun." umpat Wini membuat Maya kaget.
"Eh ... jangan Win biarinlah jangan buat masalah." cegah Maya sambil memegang pundak Wini.
10 menit kemudian pesanan mereka sudah datang Andi bingung melihat yang mengantar makanan bukan Maya lagi.
Matanya mulai celingak-celinguk mencari keberadaan Maya namun hasilnya nihil.
Setelah selesai makan Andi pura-pura ingin melihat cara masak dan kebersihan restaurant.
Setelah di izinkan masuk ke belakang Andi langsung berjalan mencari Maya.
Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Maya sedang mencuci piring yang bagitu banyak sesekali ia memegangi pinggangnya.
Ntah apa yang terjadi Andi merasa sedang di tampar seratus kali oleh Ayahnya melihat Maya bekerja seberat itu.
"Maaf Pak, teman-temannya menunggu bapak di luar." ucap salah satu pelayan membuat Andi tersadar lalu mengangguk.
Maya yang mendengar suara itu langsung menoleh namun ia hanya bisa melihat bagian belakang Andi.
'Itu kayak Mas Andi.' ucap Maya dalam hati tapi ia tidak ambil pusing dan memilih melanjutkan pekerjaannya.
***
Sepanjang hari Andi merasa tidak tenang bekerja.
Ia terus kepikiran Maya yang sedang hamil besar malah bekerja di restoran.
"Mas." panggil seseorang dari pintu membuat Andi langsung menoleh lalu tersenyum.
"Kamu lagi ngapain? Ini aku jauh-jauh datang cuma mau bawain kamu kue." ucap Nora dengan semangat.
"Kenapa harus repot-repot Nora." jawab Andi.
Tapi saat ia hendak memasukkan kue tersebut ke mulutnya ia kembali teringat dengan Maya yang terlihat kesusahan mencuci piring.
'Maya udah makan belum sih?' gumam Andi dalam hati.
Ia tidak jadi memakan kue dan memilih meletakkannya kembali Andi memijit pelipisnya yang terasa pusing.
"Kok nggak dimakan sih? Aku udah perjuangan loh buat ini." kesal Nora
"Maaf ya, aku lagi nggak mood gara-gara banyak kerjaan habis ini aku mau pulang untuk istirahat dulu ya lain kali aja kita jalan." bujuk Andi membuat Nora kesal lalu mencebikkan bibirnya.
"Jangan marah dong ntar cantiknya ilang." gombal Andi membuat Nora kembali tersenyum.
***
Setelah pulang dari kantor Andi langsung melajukan mobil ke restoran tadi siang.
Begitu ia sampai ia melihat Maya dari dalam mobil masih bersih-bersih mengepel lantai sesekali ia melap keringatnya.
Ntah apa yahg terjadi tatapan Andi yang dulunya enggan untuk memperhatikan Maya sekarang malah berubah menjadi sendu.
Hampir satu jam ia menunggu akhirnya Maya keluar dari dalam.
Tanpa membuang waktu Andi langsung keluar sambil membawa payung karena hujan sangat lebat.
"May." panggil Andi membuat Maya yang sedang duduk meluruskan kakinya langsung mendongak ke atas.
"Ngapain kamu disini Mas?" tanya Maya kaget.
Kemudian Maya melirik Wini yang terlihat sangat marah.
"Jemput kamu." jawab Andi membuat Maya bingung sedangkan Wini malah membuang pandangannya.
"Aku bisa pulang sendiri aku punya uang kok, aku kerja di gaji hari Mas tenang aja." tolak Maya membuat Andi kesal.
"Bisa pulang sendiri aja nggak!" timpal Wini dengan suara ngegas membuat Maya kaget.
"Kamu pulang aja Mas aku pulang sama Wini." tolak Maya.
"Ada yang harus kita bicarakan May." lagi-lagi Andi membuat Maya bingung dengan sikapnya.
Saat melihat Wini mau marah buru-buru Maya memegang tangan sahabatnya itu.
"Baiklah aku pulang aku pulang duluan ya Win hati-hati kamu." lanjut Maya supaya Wini tidak emosi.
***
Selam berjalan pulang Maya hanya diam sambil pandangannya ke luar jendela mobil melihat derasnya hujan.
Sedangkan Andi malah melirik- lirik Maya yang sedang sibuk dengan khayalannya sendiri.
Setengah jam perjalanan akhirnya mereka sampai sebenarnya 15 menit juga sampai.
Tapi Andi sengaja mengambil jalan yang jauh berharap Maya menikmati pemandangan.
"May." panggil Andi tapi tidak ada sahutan sama sekali hampir 3 kali Andi memanggilnya tetap tidak ada respon dari Maya.
Andi melepas sabuk pengamannya lalu mendekatkan tubuhnya ke Maya.
Detik kemudian ia tersenyum melihat Maya sudah tertidurb tanpa Andi sadari tangannya perlahan menyentuh wajah Maya yang seharian sudah capek kerja.
Detik kemudian jantungnya berdebar-debar melihat Maya yang terlihat pulas.
Wajah yang bersih itu terlihat damai saat tidur perlahan Andi lebih mendekatkan tubuhnya ke Maya lalu mencium kening Maya sekilas.
Maya yang merasa terganggu lalu berusaha membuka matanya.
Alangkah kagetnya ia melihat wajahnya hampir tidak berjarak dengan Andi.
"Yuk masuk " ajak Andi saat melihat Maya sudah bangun.
Andi merasa canggung dan malu melihat Maya kaget.
Tanpa membuang waktu mereka langsung masuk Andi menyuruh Maya duduk di sofa.
"Apa yang ingin kamu bicarakan Mas?" tanya Maya to the point.
Sambil tangannya mengusap-usap perutnya yang terasa sedikit sakit akibat pergerakan bayinya.
"Berhenti kerja!"
"Berhenti kerja!" tegas Andi membuat Maya langsung tersenyum kecut lalu menyandarkan punggungnya ke sisi sofa kenapa Andi selalu membuatnya kesal."Mau kamu apa sih Mas? Kalo kamu ingin aku pergi bilang aja gak perlu dengan cara seperti ini semuanya salah, apa-apa salah." terang Maya.Andi langsung memijit pelipisnya melihat Maya yang begitu keras kepala."Kamu kerja buat a-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Maya langsung memotongnya."Buat biaya persalinan anakku jangan kira karena aku sebatang kara.Aku selalu bergantung samamu Mas, tidak! Kamu salah kamu memberiku uang setiap bulannya itu aku gunain untuk keperluan rumah dan dapur selebihnya aku taro di laci kamu.Aku nggak pernah foya-foya uang kamu Mas walau gini-gini aku sadar aku miskin cukup kamu kasih makan aku udah bersyukur.Selebihnya aku gak minta apa-apa aku gak pernah gunain uang kamu buat beli baju gak pernah. Baju gamis ibu hamil ini di kasih Wini Mas bukan aku yang beli.Jadi tolonglah Mas jangan melarang-l
Deg!Jantungnya kembali berdebar saat merasakan pergerakan bayinya yang begitu aktif.Dari awal kehamilan Maya ini kali pertama Andi menyentuh perutnya. Perlahan Andi mendekatkan telinganya ke perut Maya.Disisi lain Maya malah merasa risih dengan perlakuan Andi yang menurutnya sok romantis.Tapi Maya akui kram di perutnya perlahan hilang setelah di usap-usap oleh Andi.Hingga akhirnya ia tidak tau berapa lama Andi disitu karena matanya sudah ngantuk berat.***Keesokan harinyaMaya sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah.Sekarang ia tinggal menunggu Andi keluar dari kamar."Udah siap?" tanya Andi yang baru saja keluar dari ambang pintu kamar Maya hanya membalas dengan deheman.Sebenarnya ia tidak yakin dengan kerjaannya kali ini tapi apa boleh buat Andi selalu memaksanya.Pukul 7.50Mereka berangkat ke kantor di tengah jalan Andi menghentikan mobil membuat Maya heran lalu menoleh ke samping."Ayo turun." ajak Andi, Maya langsung mengangkat alisnya sebelah bingung dengan sik
"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk."Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian."Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut."Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya."Laper nggak say
Maya yang mendengar itu langsung kaget dan kembali mundur.Jantungnya berdebar kencang hampir saja ia kecelakaan karena terlalu senang membeli rujak."Kamu nggak apa-apa?" tanya Andi tiba-tiba membuat Maya langsung mendongak lalu menggeleng."Nggak kok Mas ini kembaliannya." jawab Maya lalu menyodorkan uang kembalian rujak tersebut. Andi tidak menghiraukan ucapan Maya, ia langsung menarik tangan Maya membawanya menyebrang.Malam hari Maya keluar dari gudang ia melihat Andi sedang menonton televisi.Tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri suaminya itu."Mas." panggilnya Andi langsung mendongak."Kenapa?" tanya Andi singkat.Maya langsung menyodorkan selembar uang merah membuat Andi mengangkat alisnya sebelah."Apa ini?" tanyanya bingung."Uang rujak tadi." jawab Maya polos.Belum sempat Andi ngomong tiba-tiba ponselnya berbunyi.Saat melihat siapa yang nelpon Andi langsung berdiri."Nggak usah pegang aja uangnya." jawabnya singkat lalu pergi menjauh dari Maya.Sedangkan Maya yang
Tanpa membuang waktu Andi langsung berlari keluar dari restoran.Lalu ia mengikuti jalan mencari rumah sakit terdekat.Disisi lain Dokter Devan masuk ke dalam ruangan menghampiri Wini."Bagaimana temanmu?" tanya Devan pada Wini.Wini langsung tersenyum walaupun matanya masih sembab."Terima kasih banyak Dokter kalo tadi tidak ada Dokter di restoran saya tidak tahu harus berbuat apa.Alhamdulillah Maya baik-baik saja ia sedang istirahat kecapean." jawab Wini dengan suara serak yang dibalas anggukan oleh Devan."Sama-sama, bayinya mana?" tanya Devan lagi.Belum sempat Wini menjawab suster datang sambil membawa bayi."Ini bayinya." ucap suster tersebut memberikannya pada Wini."Boleh saya gendong." ujar Devan ingin mengambil alih bayi itu dari tangan suster tersebut Wini mengangguk sambil tersenyum."Bayi yang cantik mirip ibunya." gumam Devan membuat Wini mangut-mangut."Dokter." panggil Wini yang dibalas deheman oleh Devan."Saya boleh minta tolong lagi nggak?" tanya Wini hati-hati mem
Andi langsung berbalik dengan tatapan tidak suka melihat Devan yang masih setia di tempatnya. Andi berusaha mengontrol emosinya mengingat pria yang di hadapannya itu adalah orang baru saja menolong Maya.Jika tidak rasanya ia sudah ingin menghajarnya."Kenapa Dokter harus ikut campur dalam urusan rumah tangga saya, apa Dokter menyukai istriku?" tanya Andi dengan tatapan penuh selidik.Devan yang mendengar itu langsung menggedikkan bahunya."Bukan masalah suka nggak suka sih tapi menurut saya jika cara Pak Andi memperlakukan istri seperti ini.Saya khawatirnya Bapak akan kehilangan mereka selamanya karena setiap orang punya batas sabar." jawab Devan sambil matanya melihat orang-orang yang keluar masuk dari dalam rumah sakit."Terima kasih atas nasehatnya tapi lain kali sepertinya Dokter harus menasehati diri sendiri juga termasuk cara yang tepat untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain." ujar Andi sinis lalu pergi begitu saja.Devan yang melihat itu langsung gegeleng-geleng.'T
Hari demi hari Maya merasa tidak begitu memikirkan Andi semenjak adanya Hana.Sedangkan Andi, ia tidak bisa melupakan Nora walaupun ia tahu sekarang posisinya sudah menjadi seorang Ayah tapi tetap saja ia berhubungan dengan Nora.Malam itu, tidak sengaja Maya kembali mendengar gombalan romantis Andi untuk Nora.Tiba-tiba bibirnya tersenyum kecut mendengarnya.'Jika cinta mati banget kenapa nggak lepasin aku aja, sih? Baik Mas kita lihat sampe mana aku bertahan.Satu kesalahan lagi yang membuatku sakit hati selamat tinggal semua ini." ucapnya dalam hati dengan mata yang mulai berembun.Lalu kembali menutup tirai kamar ternyata Andi menelpon tepat di balkon dekat jendela kamar mereka.Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu Maya terkabul. Dimana ia melihat dari kejauhan mobil Nora mulai terparkir di halaman depan untuk pertama kalinya."May ... May," panggil Andi buru-buru ke dapur menemui Maya seperti di kejar-kejar setan."Kenapa?" tanya Maya
Deg!Tidak ingin membuang waktu Andi langsung pamit setelah mendapatkan alamat Dokter Devan. Dengan kecepatan tinggi ia melajukan mobil menuju alamat rumah Devan.Hampir satu jam perjalanan akhirnya ia sampai di depan rumah Devan.Tanpa membuang waktu ia langsung mengetuk pintu rumah yang terlihat begitu sepi."Iya Den nyari siapa?" tanya seorang ibu paruh baya yang baru saja keluar dari dalam."Devannya ada nggak, Bi?" tanya Andi tanpa basa-basi.Terlihat Ibu tersebut melihat ke arah dalam sekilas."Ada Pak, tapi Den Devan lagi nemenin temennya di kama.," jawab Ibu tersebut membuat rahang Andi langsung mengeras.'Pasti itu Maya,' ucapnya dalam hati."Perempuan atau laki-laki Bu?" lanjut Andi semakin memperjelas."Perempuan." lanjutnya tanpa membuang waktu Andi langsung memaksa masuk dan membuka pintu secar kasar.Brak!Devan langsung menoleh ke pintu mendengar suara dobrakan tersebut.Matanya langsung membola melihat Andi yang datang."Andi," ucap Devan tidak percaya.Sedangkan Andi