"Berhenti kerja!" tegas Andi membuat Maya langsung tersenyum kecut lalu menyandarkan punggungnya ke sisi sofa kenapa Andi selalu membuatnya kesal.
"Mau kamu apa sih Mas? Kalo kamu ingin aku pergi bilang aja gak perlu dengan cara seperti ini semuanya salah, apa-apa salah." terang Maya.
Andi langsung memijit pelipisnya melihat Maya yang begitu keras kepala.
"Kamu kerja buat a-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Maya langsung memotongnya.
"Buat biaya persalinan anakku jangan kira karena aku sebatang kara.
Aku selalu bergantung samamu Mas, tidak! Kamu salah kamu memberiku uang setiap bulannya itu aku gunain untuk keperluan rumah dan dapur selebihnya aku taro di laci kamu.
Aku nggak pernah foya-foya uang kamu Mas walau gini-gini aku sadar aku miskin cukup kamu kasih makan aku udah bersyukur.
Selebihnya aku gak minta apa-apa aku gak pernah gunain uang kamu buat beli baju gak pernah.
Baju gamis ibu hamil ini di kasih Wini Mas bukan aku yang beli.
Jadi tolonglah Mas jangan melarang-larangku lagi, aku juga pengen punya uang dari hasil keringatku sendiri.
Cukup sudah selama ini aku ngerepotin kamu sekaligus juga buat aku latihan jika aku sudah nggak di rumah ini lagi." lanjut Maya panjang lebar.
Andi yang mendengar itu malah campur aduk antara ingin marah dan kasihan.
Pasalnya ia tidak pernah tahu jika Maya menaruh uang lebihnya di laci.
"Kamu gak akan kemana-mana May jangan buat aku marah." bantah Andi.
Maya berusaha bangkit dari duduknya lalu mensejajarkan tubuhnya dengan Andi.
"Mau sampai kapan aku seperti ini Mas? Mau sampai kapan kamu umpetin aku disini? Mau sampai kapan aku berharap padamu?
Mau sampai kapan aku di anggap sampah? Sampai kapan Mas? Apa sampai ajal menjemputku baru kamu puas?" cecar Maya.
Andi langsung menghela nafas panjang Maya selalu memberinya pertanyaan sulit.
"Bisa gak May ka-"
"Mau sampai kapan kamu terus berhubungan dengan perempuan kemaren secara diam-diam?
Apa kamu tidak ada rencana untuk mengesahkan hubungan kalian secara hukum dan agama?" Maya terus mencecar Andi tanpa memberi jeda sedikitpun.
Andi yang mendengar Nora di seret-seret seketika emosinya naik.
"May!" kini suara Andi mulai meninggi.
Ia bingung harus menjawab yang mana, karena semuanya sulit baginya.
Maya tersentak mendengar bentakan itu pasalnya ini kali pertamanya ia di bentak suaminya itu.
Andi yang sadar ia membentak Maya langsung berusaha meraih tangan istrinya tersebut tapi langsung di tepis kasar oleh Maya.
"Udahlah Mas bersikap biasa aja tidak perlu repot-repot mengasihaniku.
Sekarang kamu ke kamar cek laci di situ semuanya yang sisa belanjaan aku taro di situ permisi." lanjut Maya lalu ia meninggalkan Andi di ruang tengah.
Ia juga ingin menenangkan dirinya di kamar malas sekali berdebat dengan orang kaya yang selalu ngatur-ngatur kehidupannya.
Argh!
Andi menarik rambutnya frustasi ia tidak tau harus bagaimana menghadapi Maya.
Wanita itu menjadi sangat keras kepala dan tidak mau lagi menurutinya.
Detik kemudian Andi bangkit lalu berjalan ke kamar ia membuka laci yang dimaksud Maya tadi.
Alangkah kagetnya ia melihat uang di dalamnya mulai dari pecahan logam hingga kertas.
Andi terduduk di depan laci tersebut dengan pandangan yang terus memperhatikan uang tersebut.
Dari dulu Andi memang selalu memberikan uang pada Maya.
Tapi tidak sekalipun terlontar dari mulutnya untuk menyuruh Maya belanja kebutuhan pribadinya ia hanya mengatakan untuk keperluan rumah.
Tersadar dari lamunannya Andi langsung bergegas menuju gudang.
Belum sempat ia mengetuk pintu terlihat pintu gudang belum di kunci.
Andi langsung mendekat dan melihat Maya dari sela pintu.
"Hari ini Bunda di gaji 120ribu, kita sisain 20ribunya untuk ongkos kita besok dan 100ribunya kita tabung buat biaya lahiran anak Bunda ini.
Walaupun capek tapi puas ya Nak akhirnya kita bisa nabung." ucap Maya pada bayi dalam kandungannya.
Ia memang selalu berbicara sendiri dengan bayinya sudah menjadi rutinitas bagi Maya.
Tanpa sadar dari balik pintu ada yang tersenyum melihat keakraban ibu dan anak tersebut.
Tapi perasaan Andi sesak saat melihat perjuangan Maya mengumpulkan uang.
Sekuat tenaga ia mengumpulkan keberanian lalu masuk begitu saja.
Maya yang kaget melihat Andi langsung berusaha berdiri sambil memegangi pinggangnya.
"May aku minta tolong berhenti kerja aku akan tanggung semuanya.
Kamu nggak perlu mikirin itu semua." ucap Andi dengan nada lembut.
"Itu artinya aku akan tetap tinggal disini setelah melahirkan karena ada hutang uang lagi." sanggah Maya membuat Andi kaget.
"Maya."
"Mas aku pengen bebas, aku juga pengen bahagia.
Aku tidak perlu harus banyak uang tapi setidaknya aku bisa menikmati hidupku yang singkat ini." lirih Maya dengan mata yang mulai berembun membuat Andi tidak sanggup melihat wajah itu.
Kenapa Maya selalu menangis dari kemaren Andi tidak kuat melihat wanita itu menangis terlalu banyak kesedihan yang ia berikan.
"Oke kalo gitu kerjalah di kantorku." tawar Andi memilih jalan tengah.
"Mas tahu 'kan aku bukan orang berpendidikan dan sudah pasti aku tidak layak kerja disana." sanggah Maya.
Terdengar Andi mendengus kesal kenapa Maya selalu menolak semua keinginannya.
"Aku tidak mau tahu May kalo kamu ingin kerja kerjalah di kantorku." tegas Andi membuat Maya langsung menghela nafas panjang.
"Apa kamu akan menunjukkan kemesraan kalian secara langsung di hadapanku Mas?" tanya Maya lagi membuat Andi kaget.
"Maya please aku malas berdebat terus gak bakal ada ujungnya." lanjut Andi.
"Akan berujung jika kamu melepaskanku." gumam Maya pelan tapi terdengar jelas oleh Andi.
Andi tidak ingin memperpanjang perdebatan memilih pura-pura tidak mendengarkan apa yang Maya katakan.
"Besok kamu kerja di kantor aku tunggu." tegas Andi tidak ingin memperpanjang masalah.
"Mas;kamu mikir gak sih aku aja gak punya baju bagus untuk ke kantor dan sekarang kamu menyuruhku ke kantor untuk bekerja aku tahu aku di sana bakal jadi OB, tapi-"
"Itu urusanku May besok kamu siap-siap aku akan mengatur semuanya." potong Andi membuat Maya tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya itu.
"Istirahat dan jangan mikirin yang macem-macem." tegas Andi lalu ia berbalik ingin keluar.
Belum sempat Andi keluar ia mendengar Maya meringis kesakitan membuatnya kembali berbalik.
"Akh." ringis Maya sambil mengusap-usap perutnya yang terasa kram.
Andi yang melihat itu buru-buru mendekati Maya.
"Kamu kenapa?" tanya Andi panik melihat Maya hampir luruh ke pantai.
"Sa--kit." lirih Maya sepelan mungkin.
Andi tiba-tiba panik melihat Maya karena dari awal ia memang tidak mau tahu.
"Ka--kamu mau gimana? Ki--ta ke rumah sakit? Kamu mau lahiran?" cecar Andi membuat Maya mendongak lalu menggeleng.
"Nggak usah ini cuma kram nanti juga baikan, Mas istirahat aja." jawab Maya membuat Andi kesal.
Tanpa membuang waktu ia langsung membopong Maya membuat sang empu kaget bukan main pasalnya ini adalah kali pertamanya ia di gendong.
"Mas kamu mau ngapain?" tanya Maya yang masih berusaha menahan sakit di perutnya.
Tiba-tiba Andi merebahkannya di ranjang kecil itu kemudian duduk di dekat perut Maya lalu mengusap-usapnya lembut.
Deg!
Deg!Jantungnya kembali berdebar saat merasakan pergerakan bayinya yang begitu aktif.Dari awal kehamilan Maya ini kali pertama Andi menyentuh perutnya. Perlahan Andi mendekatkan telinganya ke perut Maya.Disisi lain Maya malah merasa risih dengan perlakuan Andi yang menurutnya sok romantis.Tapi Maya akui kram di perutnya perlahan hilang setelah di usap-usap oleh Andi.Hingga akhirnya ia tidak tau berapa lama Andi disitu karena matanya sudah ngantuk berat.***Keesokan harinyaMaya sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah.Sekarang ia tinggal menunggu Andi keluar dari kamar."Udah siap?" tanya Andi yang baru saja keluar dari ambang pintu kamar Maya hanya membalas dengan deheman.Sebenarnya ia tidak yakin dengan kerjaannya kali ini tapi apa boleh buat Andi selalu memaksanya.Pukul 7.50Mereka berangkat ke kantor di tengah jalan Andi menghentikan mobil membuat Maya heran lalu menoleh ke samping."Ayo turun." ajak Andi, Maya langsung mengangkat alisnya sebelah bingung dengan sik
"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk."Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian."Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut."Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya."Laper nggak say
Maya yang mendengar itu langsung kaget dan kembali mundur.Jantungnya berdebar kencang hampir saja ia kecelakaan karena terlalu senang membeli rujak."Kamu nggak apa-apa?" tanya Andi tiba-tiba membuat Maya langsung mendongak lalu menggeleng."Nggak kok Mas ini kembaliannya." jawab Maya lalu menyodorkan uang kembalian rujak tersebut. Andi tidak menghiraukan ucapan Maya, ia langsung menarik tangan Maya membawanya menyebrang.Malam hari Maya keluar dari gudang ia melihat Andi sedang menonton televisi.Tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri suaminya itu."Mas." panggilnya Andi langsung mendongak."Kenapa?" tanya Andi singkat.Maya langsung menyodorkan selembar uang merah membuat Andi mengangkat alisnya sebelah."Apa ini?" tanyanya bingung."Uang rujak tadi." jawab Maya polos.Belum sempat Andi ngomong tiba-tiba ponselnya berbunyi.Saat melihat siapa yang nelpon Andi langsung berdiri."Nggak usah pegang aja uangnya." jawabnya singkat lalu pergi menjauh dari Maya.Sedangkan Maya yang
Tanpa membuang waktu Andi langsung berlari keluar dari restoran.Lalu ia mengikuti jalan mencari rumah sakit terdekat.Disisi lain Dokter Devan masuk ke dalam ruangan menghampiri Wini."Bagaimana temanmu?" tanya Devan pada Wini.Wini langsung tersenyum walaupun matanya masih sembab."Terima kasih banyak Dokter kalo tadi tidak ada Dokter di restoran saya tidak tahu harus berbuat apa.Alhamdulillah Maya baik-baik saja ia sedang istirahat kecapean." jawab Wini dengan suara serak yang dibalas anggukan oleh Devan."Sama-sama, bayinya mana?" tanya Devan lagi.Belum sempat Wini menjawab suster datang sambil membawa bayi."Ini bayinya." ucap suster tersebut memberikannya pada Wini."Boleh saya gendong." ujar Devan ingin mengambil alih bayi itu dari tangan suster tersebut Wini mengangguk sambil tersenyum."Bayi yang cantik mirip ibunya." gumam Devan membuat Wini mangut-mangut."Dokter." panggil Wini yang dibalas deheman oleh Devan."Saya boleh minta tolong lagi nggak?" tanya Wini hati-hati mem
Andi langsung berbalik dengan tatapan tidak suka melihat Devan yang masih setia di tempatnya. Andi berusaha mengontrol emosinya mengingat pria yang di hadapannya itu adalah orang baru saja menolong Maya.Jika tidak rasanya ia sudah ingin menghajarnya."Kenapa Dokter harus ikut campur dalam urusan rumah tangga saya, apa Dokter menyukai istriku?" tanya Andi dengan tatapan penuh selidik.Devan yang mendengar itu langsung menggedikkan bahunya."Bukan masalah suka nggak suka sih tapi menurut saya jika cara Pak Andi memperlakukan istri seperti ini.Saya khawatirnya Bapak akan kehilangan mereka selamanya karena setiap orang punya batas sabar." jawab Devan sambil matanya melihat orang-orang yang keluar masuk dari dalam rumah sakit."Terima kasih atas nasehatnya tapi lain kali sepertinya Dokter harus menasehati diri sendiri juga termasuk cara yang tepat untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain." ujar Andi sinis lalu pergi begitu saja.Devan yang melihat itu langsung gegeleng-geleng.'T
Hari demi hari Maya merasa tidak begitu memikirkan Andi semenjak adanya Hana.Sedangkan Andi, ia tidak bisa melupakan Nora walaupun ia tahu sekarang posisinya sudah menjadi seorang Ayah tapi tetap saja ia berhubungan dengan Nora.Malam itu, tidak sengaja Maya kembali mendengar gombalan romantis Andi untuk Nora.Tiba-tiba bibirnya tersenyum kecut mendengarnya.'Jika cinta mati banget kenapa nggak lepasin aku aja, sih? Baik Mas kita lihat sampe mana aku bertahan.Satu kesalahan lagi yang membuatku sakit hati selamat tinggal semua ini." ucapnya dalam hati dengan mata yang mulai berembun.Lalu kembali menutup tirai kamar ternyata Andi menelpon tepat di balkon dekat jendela kamar mereka.Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu Maya terkabul. Dimana ia melihat dari kejauhan mobil Nora mulai terparkir di halaman depan untuk pertama kalinya."May ... May," panggil Andi buru-buru ke dapur menemui Maya seperti di kejar-kejar setan."Kenapa?" tanya Maya
Deg!Tidak ingin membuang waktu Andi langsung pamit setelah mendapatkan alamat Dokter Devan. Dengan kecepatan tinggi ia melajukan mobil menuju alamat rumah Devan.Hampir satu jam perjalanan akhirnya ia sampai di depan rumah Devan.Tanpa membuang waktu ia langsung mengetuk pintu rumah yang terlihat begitu sepi."Iya Den nyari siapa?" tanya seorang ibu paruh baya yang baru saja keluar dari dalam."Devannya ada nggak, Bi?" tanya Andi tanpa basa-basi.Terlihat Ibu tersebut melihat ke arah dalam sekilas."Ada Pak, tapi Den Devan lagi nemenin temennya di kama.," jawab Ibu tersebut membuat rahang Andi langsung mengeras.'Pasti itu Maya,' ucapnya dalam hati."Perempuan atau laki-laki Bu?" lanjut Andi semakin memperjelas."Perempuan." lanjutnya tanpa membuang waktu Andi langsung memaksa masuk dan membuka pintu secar kasar.Brak!Devan langsung menoleh ke pintu mendengar suara dobrakan tersebut.Matanya langsung membola melihat Andi yang datang."Andi," ucap Devan tidak percaya.Sedangkan Andi
"Ceraikan Maya atau Ayah yang akan mengurus surat perceraian kalian!"Deg!Tiba-tiba Andi menjatuhkan tubuhnya bersimpuh di lantai membuat Ayah dan Ibunya kaget.Andi menunduk bahunya terlihat lemas. Ibunya langsung menutup mulutnya melihat Andi seperti ini."Apa yang kamu lakukan Andi?" tanya Ayah bingung."Andi belum bisa kehilangan mereka berdua Ayah.Untuk kali ini Andi mohon banget Ayah biarkan Andi menyelesaikan masalah ini jujur Andi nggak suka liat laki-laki lain dekat sama Maya. Andi nggak suka Ayah." terang Andi membuat kedua orang tuanya saling melempar pandangan lalu menghela nafas panjang."Kalo kamu tidak suka Maya dekat dengan laki-laki lain kenapa kamu malah dekat dengan perempuan lain? Kamu nggak menghargai Maya sedikitpun kenapa kamu nggak perjuangin Maya?" tambah Ibu.Andi sendiri bingung dengan dirinya benarkah ia cemburu? Benarkah ia mencintai Maya?"Baik, untuk kali ini Ayah kasih kamu kesempatan untuk menyelesaikan masalahmu dengan Maya.Tapi ingat Andi selagi