Deg!
Jantungnya kembali berdebar saat merasakan pergerakan bayinya yang begitu aktif.
Dari awal kehamilan Maya ini kali pertama Andi menyentuh perutnya.
Perlahan Andi mendekatkan telinganya ke perut Maya.
Disisi lain Maya malah merasa risih dengan perlakuan Andi yang menurutnya sok romantis.
Tapi Maya akui kram di perutnya perlahan hilang setelah di usap-usap oleh Andi.
Hingga akhirnya ia tidak tau berapa lama Andi disitu karena matanya sudah ngantuk berat.
***
Keesokan harinya
Maya sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Sekarang ia tinggal menunggu Andi keluar dari kamar.
"Udah siap?" tanya Andi yang baru saja keluar dari ambang pintu kamar Maya hanya membalas dengan deheman.
Sebenarnya ia tidak yakin dengan kerjaannya kali ini tapi apa boleh buat Andi selalu memaksanya.
Pukul 7.50
Mereka berangkat ke kantor di tengah jalan Andi menghentikan mobil membuat Maya heran lalu menoleh ke samping.
"Ayo turun." ajak Andi, Maya langsung mengangkat alisnya sebelah bingung dengan sikap suaminya itu.
Karena malas berdebat Maya memilih diam dan mengikuti Andi dari belakang.
"Hay Andi." sapa seorang perempuan yang tidak lain adalah pemilik toko baju tersebut.
"Hay Nina bisa tolong carikan gamis yang bagus untuknya." ucap Andi membuat Maya kaget.
"Widih … cantik sekali, siapa dia Andi?" tanya Nina membuat Andi langsung bungkam.
Maya yang paham dengan itu langsung menghela nafas pelan.
"Saya temannya Mbak." jawab Maya tanpa basa-basi yang dibalas anggukan oleh Nina.
"Ayo ... aku cariin kamu gamis yang banyak untukmu.
Andi itu banyak uang dia pasti mau belanja banyak untukmu." ajak Nina lalu menarik tangan Maya ke dalam sedangkan Andi ia menunggu di luar.
15 menit kemudian
Maya keluar dengan memakai satu gamis yang sangat cantik untuknya, Andi yang melihat itu malah mematung.
"Liat Andi, Maya imut bukan pakai gamis ini seperti Cinderella.
Tapi sayangnya Maya cuma mau satu aja gamisnya." ucap Nina, Andi langsung mengernyitkan dahinya.
"Emang ada berapa gamisnya?" tanya Andi.
"Ada lima yang bagus banget untuk Maya." jawab Nina sambil memperbaiki hijab Maya.
"Ambilin semua Nin ini sekalian bayar." lanjut Andi sambil memberikan kartu atm-nya.
Maya yang mendengar itu langsung membuang pandangan rasanya sangat malas untuk berbicara apalagi membantah.
Setelah selesai mereka kembali ke kantor sampai di kantor Maya langsung celingak-celinguk mencari OB-OB yang lain.
Rasanya sudah sangat risih berdekatan dengan Andi terus saat Maya hendak melangkah Andi malah mencekal pergelangan tangannya.
"Kamu mau kemana?"
"Mau cari OB yang lain mau gabung sama mereka." jawab Maya tanpa melihat Andi.
"Yang bilang kamu jadi OB siapa Maya?" tanya Andi membuat Maya bingung.
"Maksudnya?" bukannya menjawab Maya malah balik bertanya.
"Kamu jadi sekretaris pribadiku." jawaban Andi membuat Maya kaget.
"Hah? Sekretaris? Tolonglah Mas gak usah aneh-aneh, aku nggak bisa melakukan itu semua lepasin aku mau kesana." kesal Maya lalu berusaha melepaskan tangannya yang masih di genggaman oleh Andi.
"Ayo ke ruanganku." ajak Andi sambil menarik tangan Maya.
"Tapi Mas-" ucapan Maya terpotong saat Andi membawanya masuk ke ruangan lalu mengunci pintu.
"Mas apa-apaan sih aku nggak bisa ngerjain ini semua biarin aku keluar." bantah Maya lalu ia berbalik ingin keluar.
Namun usahanya gagal saat Andi menguncinya di dinding bahkan nafas Andi terasa di wajahnya.
"Kamu jangan membantah terus May." ujar Andi pelan tapi terdengar jelas.
Maya langsung memalingkan wajahnya kesamping.
"Aku gak membantah Mas tapi kamu berlebihan.
Biarkan aku yang mencari pekerjaanku sendiri." jawab Maya tanpa melihat Andi.
"Gak akan, ayo sekarang kamu duduk di situ itu meja kamu dan kerjain berkas yang ada disitu kalo gak paham tanya aja." lanjut Andi lalu menjauhkan tubuhnya.
Maya hanya menghela nafas panjang lalu duduk di meja yang berhadapan dengan Andi.
Maya mulai membuka satu persatu berkas di depannya.
Alhasil satupun tidak ada yang di mengerti olehnya, apa Andi sedang mengerjainya?
Sekarang ia melihat komputer rasanya ia ingin membuka youtube lalu mendengarkan musik.
Disisi lain Andi memang sedang berkutat dengan komputernya tapi matanya terus saja melirik Maya yang terlihat kesal.
"Mas aku nggak paham semua ini, aku lebih baik nyuci piring aja." kesal Maya sambil menghentakkan kakinya di bawah meja.
Andi malah mengulum senyum melihat ekspresi Maya yang sangat menggemaskan.
Tanpa membuang waktu ia langsung berdiri lalu mendekati Maya tidak lupa ia menyeret satu kursi.
"Sini aku ajarin file berkas ini semua ada di sini jadi kamu tugasnya tinggal ganti nama, tanggal, dan ini semua, selebihnya udah tinggal di print." Andi menjelaskan semuanya secara detail pada Maya.
Ia juga mengerjakan beberapa berkas sebagai contoh untuk Maya.
Setelahnya ia menyuruh Maya untuk mengerjakannya perlahan Maya mengambil satu berkas lalu mengerjakannya dengan teliti.
Sedangkan Andi ia malah fokus melihat wajah Maya yang begitu serius.
"Gini ya Mas." panggil Maya membuat Andi tersadar lalu melihat hasil kerjaan Maya.
"Bagus, iya gitu." jawab Andi santai.
Tapi tidak dengan Maya ia malah tertawa girang seperti anak kecil.
"Berarti aku bisa?" tanya Maya yang di balas anggukan oleh Andi sambil tersenyum karena melihat Maya sangat senang.
"Kamu udah bisa ngerjain sendiri?" tanya Andi sebelum ia berdiri.
Maya hanya mengangguk tanpa menoleh membuat Andi geleng-geleng.
Hari menunjukkan pukul 1 siang itu artinya waktu istirahat sudah masuk.
"May lima menit lagi istirahat kamu mau makan di sini atau di bawah?" tanya Andi saat melihat Maya masih fokus dengan komputer.
"Gak usah Mas, nanti aku beli roti aja." tolak Maya karena tadi pagi ia hanya membawa uang 20ribu.
Andi berdecak kesal mendengar jawaban Maya.
"May kamu lagi hamil dan butuh makanan yang sehat." kesal Andi membuat Maya langsung berhenti fokus lalu melihat ke arah Andi.
"Roti juga kan sehat Mas lebih murah juga." jawab Maya santai membuat Andi menghembuskan nafas kasar.
"May jangan me-"
"Mas Andi! Yuk makan siang bareng di bawah" pekik seseorang di ambang pintu membuat keduanya langsung menoleh.
Andi tampak kaget melihat siapa yang datang tapi tidak dengan Maya.
Ia malah santai sambil menyunggingkan senyum lalu kembali fokus ke komputer di depannya.
"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk."Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian."Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut."Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya."Laper nggak say
Maya yang mendengar itu langsung kaget dan kembali mundur.Jantungnya berdebar kencang hampir saja ia kecelakaan karena terlalu senang membeli rujak."Kamu nggak apa-apa?" tanya Andi tiba-tiba membuat Maya langsung mendongak lalu menggeleng."Nggak kok Mas ini kembaliannya." jawab Maya lalu menyodorkan uang kembalian rujak tersebut. Andi tidak menghiraukan ucapan Maya, ia langsung menarik tangan Maya membawanya menyebrang.Malam hari Maya keluar dari gudang ia melihat Andi sedang menonton televisi.Tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri suaminya itu."Mas." panggilnya Andi langsung mendongak."Kenapa?" tanya Andi singkat.Maya langsung menyodorkan selembar uang merah membuat Andi mengangkat alisnya sebelah."Apa ini?" tanyanya bingung."Uang rujak tadi." jawab Maya polos.Belum sempat Andi ngomong tiba-tiba ponselnya berbunyi.Saat melihat siapa yang nelpon Andi langsung berdiri."Nggak usah pegang aja uangnya." jawabnya singkat lalu pergi menjauh dari Maya.Sedangkan Maya yang
Tanpa membuang waktu Andi langsung berlari keluar dari restoran.Lalu ia mengikuti jalan mencari rumah sakit terdekat.Disisi lain Dokter Devan masuk ke dalam ruangan menghampiri Wini."Bagaimana temanmu?" tanya Devan pada Wini.Wini langsung tersenyum walaupun matanya masih sembab."Terima kasih banyak Dokter kalo tadi tidak ada Dokter di restoran saya tidak tahu harus berbuat apa.Alhamdulillah Maya baik-baik saja ia sedang istirahat kecapean." jawab Wini dengan suara serak yang dibalas anggukan oleh Devan."Sama-sama, bayinya mana?" tanya Devan lagi.Belum sempat Wini menjawab suster datang sambil membawa bayi."Ini bayinya." ucap suster tersebut memberikannya pada Wini."Boleh saya gendong." ujar Devan ingin mengambil alih bayi itu dari tangan suster tersebut Wini mengangguk sambil tersenyum."Bayi yang cantik mirip ibunya." gumam Devan membuat Wini mangut-mangut."Dokter." panggil Wini yang dibalas deheman oleh Devan."Saya boleh minta tolong lagi nggak?" tanya Wini hati-hati mem
Andi langsung berbalik dengan tatapan tidak suka melihat Devan yang masih setia di tempatnya. Andi berusaha mengontrol emosinya mengingat pria yang di hadapannya itu adalah orang baru saja menolong Maya.Jika tidak rasanya ia sudah ingin menghajarnya."Kenapa Dokter harus ikut campur dalam urusan rumah tangga saya, apa Dokter menyukai istriku?" tanya Andi dengan tatapan penuh selidik.Devan yang mendengar itu langsung menggedikkan bahunya."Bukan masalah suka nggak suka sih tapi menurut saya jika cara Pak Andi memperlakukan istri seperti ini.Saya khawatirnya Bapak akan kehilangan mereka selamanya karena setiap orang punya batas sabar." jawab Devan sambil matanya melihat orang-orang yang keluar masuk dari dalam rumah sakit."Terima kasih atas nasehatnya tapi lain kali sepertinya Dokter harus menasehati diri sendiri juga termasuk cara yang tepat untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain." ujar Andi sinis lalu pergi begitu saja.Devan yang melihat itu langsung gegeleng-geleng.'T
Hari demi hari Maya merasa tidak begitu memikirkan Andi semenjak adanya Hana.Sedangkan Andi, ia tidak bisa melupakan Nora walaupun ia tahu sekarang posisinya sudah menjadi seorang Ayah tapi tetap saja ia berhubungan dengan Nora.Malam itu, tidak sengaja Maya kembali mendengar gombalan romantis Andi untuk Nora.Tiba-tiba bibirnya tersenyum kecut mendengarnya.'Jika cinta mati banget kenapa nggak lepasin aku aja, sih? Baik Mas kita lihat sampe mana aku bertahan.Satu kesalahan lagi yang membuatku sakit hati selamat tinggal semua ini." ucapnya dalam hati dengan mata yang mulai berembun.Lalu kembali menutup tirai kamar ternyata Andi menelpon tepat di balkon dekat jendela kamar mereka.Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu Maya terkabul. Dimana ia melihat dari kejauhan mobil Nora mulai terparkir di halaman depan untuk pertama kalinya."May ... May," panggil Andi buru-buru ke dapur menemui Maya seperti di kejar-kejar setan."Kenapa?" tanya Maya
Deg!Tidak ingin membuang waktu Andi langsung pamit setelah mendapatkan alamat Dokter Devan. Dengan kecepatan tinggi ia melajukan mobil menuju alamat rumah Devan.Hampir satu jam perjalanan akhirnya ia sampai di depan rumah Devan.Tanpa membuang waktu ia langsung mengetuk pintu rumah yang terlihat begitu sepi."Iya Den nyari siapa?" tanya seorang ibu paruh baya yang baru saja keluar dari dalam."Devannya ada nggak, Bi?" tanya Andi tanpa basa-basi.Terlihat Ibu tersebut melihat ke arah dalam sekilas."Ada Pak, tapi Den Devan lagi nemenin temennya di kama.," jawab Ibu tersebut membuat rahang Andi langsung mengeras.'Pasti itu Maya,' ucapnya dalam hati."Perempuan atau laki-laki Bu?" lanjut Andi semakin memperjelas."Perempuan." lanjutnya tanpa membuang waktu Andi langsung memaksa masuk dan membuka pintu secar kasar.Brak!Devan langsung menoleh ke pintu mendengar suara dobrakan tersebut.Matanya langsung membola melihat Andi yang datang."Andi," ucap Devan tidak percaya.Sedangkan Andi
"Ceraikan Maya atau Ayah yang akan mengurus surat perceraian kalian!"Deg!Tiba-tiba Andi menjatuhkan tubuhnya bersimpuh di lantai membuat Ayah dan Ibunya kaget.Andi menunduk bahunya terlihat lemas. Ibunya langsung menutup mulutnya melihat Andi seperti ini."Apa yang kamu lakukan Andi?" tanya Ayah bingung."Andi belum bisa kehilangan mereka berdua Ayah.Untuk kali ini Andi mohon banget Ayah biarkan Andi menyelesaikan masalah ini jujur Andi nggak suka liat laki-laki lain dekat sama Maya. Andi nggak suka Ayah." terang Andi membuat kedua orang tuanya saling melempar pandangan lalu menghela nafas panjang."Kalo kamu tidak suka Maya dekat dengan laki-laki lain kenapa kamu malah dekat dengan perempuan lain? Kamu nggak menghargai Maya sedikitpun kenapa kamu nggak perjuangin Maya?" tambah Ibu.Andi sendiri bingung dengan dirinya benarkah ia cemburu? Benarkah ia mencintai Maya?"Baik, untuk kali ini Ayah kasih kamu kesempatan untuk menyelesaikan masalahmu dengan Maya.Tapi ingat Andi selagi
"Hah? Berarti-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Roni sudah mengangguk."Itulah kenapa berkasnya masih disini ya karena kemaren aku mencoba menghubunginya dan dia bilang dia benar-benar minta maaf karena ia tidak bisa meninggalkan putrinya yang masih berumur satu bulan lebih kalo nggak salah," terang Roni membuat Andi kembali lesu, harapannya untuk ketemu Maya kembali sirna.'Pasti Hana udah aktif banget,' ucapnya dalam hati."Ya sudah kalo gitu aku minta berkas ini ya," lanjut Andi yang dibalas anggukan oleh Roni."Bawa aja, udah nggak penting kok," jawab Roni sambil menyusun berkas-berkas di mejanya.***Disisi lain Nora sudah sampai di kantor Andi, namun ia tidak mendapati kekasihnya itu di dalam ruangannya."Mas Andi kemana sih? Ini udah jam 1 siang," gumamnya sambil mengutak-atik ponselnya.Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu dibuka membuat Nora langsung senang."Mas … kamu dari mana aja sih? Aku udah lama nunggu," tanya Nora dengan muka cemberut yang dibalas s