Pov VionaSebelum beranjak dari lapangan parkir rumah sakit. Aku menghubungi orang suruhanku lagi. Orang yang direkomendasikan seorang kenalan. Orang yang menjual jasa apa saja demi rupiah. Termasuk melakukan kejahatan. “Hallo! Gimana, apa target utama sudah dieksekusi?” tanyaku. “Maaf, Mbak. Gue sepertinya gak lanjut jalanin tugasnya kalau target yang harus dicelakai itu Ayu yang itu. Gue tak bisa melakukan hal itu pada perempuan yang pernah menolong Kakek gue. Bisa ganti yang lain gak? ” tanyanya. Aku mendelik, memutar bola mata dengan jengah. “Jadi orang jahat jangan nanggung, dong! Kerjaan kok pilih-pilih! Kalau lo gak kerjain sisanya, jangan harap gue juga mau lunasin pembayaran sisanya!” bentakku. Aku lekas mematikan telepon. Jadi orang jahat kok milih-milih, aneh. Namun belum satu menit sambungan telepon mati. Nomor itu kembali menghubungi. Aku tersenyum miring. Pastinya dia gak mau kehilangan uang yang menggiurkan itu. “Gimana, berubah pikiran?” tanyaku seraya tersenyum
“Kabar apa, Vio? Rasanya gak ada lagi yang bisa bikin Mama gembira selain keluar dari sini.” Dia berucap lemah. “Mama pasti senang … ini kurasa lebih menggembirakan dari pada kabar Mama keluar dari sini.” Aku tersenyum penuh keyakinan. Lantas aku mengetik pada layar gawai. Gak berani bilang takut polisi jaga itu dengar atau bisa jadi di ruang tahanan ini ada CCTV tersembunyi. Kuangsurkan pesan dalam kolom WA yang kukirim pada nomor Papa. Foto Tante Lani di rumah sakit bukti keberhasilanku membalaskan perbuatan Tante Lani untuk Mama.[Vio sudah balesin sakit hati Mama. Lihat, Tante Lani sekarang lagi kritis. Efek dari tabrakan itu ada benturan keras di kepala dia, jadi dia gak sadar-sadar sampai sekarang. Vio rasa itu setimpal untuk semua yang dia lakukan sama Mama.] Mama tampak tersentak ketika membaca sederet tulisan itu. Dia menatap padaku seolah tak percaya.“K--kamu nabrak Lani?” Mama melotot dan mengucap kata itu tanpa suara. Aku paham, Mama kaget dan pastinya bangga. Aku pun
[Aktris bernama asli Dewi Tresno Sugiarto yang tengah naik daun dan terkenal dengan nama panggung Dewi Maya, hari ini dilarikan ke rumah sakit terdekat. Terkonfirmasi dari Nyonya Friska---Ibu dari Dewi Maya, putrinya tersebut menderita kanker rahim.] Headline news di atas sudah menjadi trending topik. Menyisakan luka dan sesal pada seorang perempuan yang tengah tergeletak di atas ranjang rumah sakit. Dewi tergugu, kabar tersebut benar-benar telak memukulnya. Tak manyangka sama sekali kalau rahimnya harus terkena penyakit yang mematikan. Penyakit yang mungkin menjadi sebuah teguran karena dia sering sekali mempermainkan kehamilan. Beberapa kali aborsi dan menyembunyikan semua itu dari keluarga dan dunia luar hanya demi satu hal yaitu job yang mengalir lancar dan namanya menjadi semakin terkenal. Sesel, kini hanya itu tersisa. Beberapa hari ini, bahkan dirinya hanya terbaring dan bengong memandangi langit-langit kamar rumah sakit. Friska---sang ibu awalnya begitu benci atas tuduhan
“Ke sinilah, maafkan kalau istri saya tak mengenali kalian. Istri saya mengalamai hilang ingatan sementara.” Deg!Friska dan Lira tampak terkejut, lalu keduanya memburu ranjang rawat inap di mana Lani terbaring di sana.“Lani, kami sahabat kamu. Maaf kalau jadi seperti ini?” Lira yang teringat ini adalah perbuatan Viona langsung memeluk Lani diikuti Friska. Lani menatap dengan pandangan bingung, apalagi Lira terisak dengan sangat kencang. Rasa bersalahnya makin menjadi mengetahui apa akibat kenekatan Viona yang sudah bermain-main dengan nyawa. “Lani, maafkan aku. Maafkan putriku.” Lira berucap seraya menggenggam tangan Lani. “Kamu siapa, kenapa saya harus memaafkan kalian?” Lira menyeka air mata dan menatap Lani.“Saya Lira, ini Friska, kita sahabatan sudah sangat lama. Kalau anak sekarang bilang, kita ini adalah Bestie. Kamu beneran gak ingat kami, Jeng?” Lira menyeka air matanya. Lani menggeleng, dia membagi pandangan pada dua perempuan paruh baya itu. “Maaf, saya gak ingat.”
“Saya nikahan dan kawinkan engkau, Ananda Lingga Bardion Bin Ahmad Subekti dengan Ayunda Maulida Binti Gopur Hermawan dengan mas kawin, uang tunai sebesar seratus juta rupiah dibayar tunai!”“Saya terima nikah dan kawinnya Ayunda Maulida Binti Gopur Hermawan dengan mas kawin tersebut, tunai!” Aku menunduk dalam ketika segumpal haru menyelinap ke dalam kalbu. Lelaki yang dulu kusimpan bayangnya di dalam angan, kini nyata ada di sampingku. Menjabat tangan penghulu sebagai wali hakim dan mengucap akad sebagai pengambilan tanggung jawabnya terhadapku. “Bapak … kini aku tak lagi merasa sendiri … ada sosok lain yang hadir untuk menjadi pelindungku. Bapak … andai Bapak masih ada, tangan kokoh yang berjabat dengan tangannya sudah pasti tanganmu, melimpahkan tanggung jawab pada lelaki yang dipilihkan Allah untukku.” Bulir bening yang kutahan-tahan menyeruak berjatuhan. Aku sudah kuatkan hati agar tak nangis, tetapi tetap saja kebahagiaan yang memenuhi rongga dada mengalirkan rasa haru yang
Lelah? Tentu saja, tetapi semua itu terbayar dengan limpahan kebahagiaan. Pak Anton Wijaya---sang Sutradara pun datang memenuhi undanganku. Yang lebih aku buat terharu pemilik PH pun turut serta membawa ucapan selamat dan karangan bunga yang megah. Dia memberikan apresiasi yang sangat luar biasa karena salah satu film dari novelku yang diangkat ke layar lebar, berhasil menyabet penghargaan dalam festival film internasional. “Terus berkarya, Mbak Peri Aksara. Torehkan semua pesan kebaikan melewati tulisanmu dan sebarkan kepada lebih banyak orang dengan media pendukung yang memungkinkan. Kabari saya jika ada novel baru lagi yang berkualitas dan berkelas, ya!” Satu tepukan dari Pak Rafli---pemiliki salah satu PH yang menaungi film dari novelku, mendarat pada bahu. Ditepuknya berulang dan tampak penuh kebanggaan di akhir ucapan selamat yang dia berikan padaku dan Dion. Dia pun melirik Dion dan berpesan, “Istrimu memiliki misi penting, menyampaikan pesat tersirat lewat tulisannya yang m
Pernikahan terkadang adalah gerbang. Dari gerbang inilah bermula sebuah perjalanan antara lelaki dan perempuan. Menikah, merupakan komitment yang harus dijalankan. Aku, tetap berprofesi sebagai guru TK di samping kesibukkanku menjadi seorang Nyonya Lingga Bardion. Mulai dari hari pertama menikah, di mana kami kembali saling melewati masa penjajakkan sikap dan sifat. Banyak hal baru yang dulu tak aku tahu. Aku tetap menjalankan porsiku sebagai seorang istri, di samping tetap mengisi kesibukkanku dengan mengajar. Satu tahun pernikahan, aku baru diberikan kepercayaan. Aku mengandung seorang anak lelaki, itu seperti hasil USG. Suamiku, selalu baik dan semakin baik. Dia menjadi seorang suami siaga. Meskipun waktunya tak banyak, tapi ponselnya selalu 24 jam bisa kujangkau. Dion, dialah lelaki yang tujuh tahun terpisah jarak dan waktu. Namun, tiba-tiba kembali hadir. Beberapa peristiwa nyaris membuat kami tak bersama. Namun berbicara lain kalau sudah berhubungan dengan takdir. Aku dan di
"Fa … ini surat undangannya. Irfan gak berani datang ke sini sendiri, dia takut kamu sedih. Hanya saja Mama harap kamu bisa datang. Bagaimanapun, Merina itu kakak kamu juga. Apa kata para tetangga kalau kamu tak datang.” Namaku Assyfa Maulida Husna. Bekerja sebagai pramuniaga di Mama Mart. Mama Mart adalah sebuah mini market. Meskipun hidupku tak seberuntung orang lain. Sejak kecil, aku sudah berhadapan dengan banyak kesedihan. Aku tumbuh menjadi seorang pemberontak, tak terlalu suka ikut aturan. Namun, aku tak suka ditindas. Aku pun tetap meneruskan gerakkan tanganku yang tengah melipat pakaian. Rasanya tubuh ini lelah karena baru saja pulang kerja. Apalagi kalau hari minggu, para pengunjung minimarket cukup banyak. Ibu tak sempat melipat baju-baju milik kami. Hari ini Ibu rewang di rumah Bu RT. Anak gadisnya Bu RT mau dilamar malam ini. “Ya, Ma … nanti Syfa datang. Mama gak usah cemas.” Aku bicara datar. Rasa sakit hati dan perih ini tak pernah aku tunjukkan di depan istri pertam