Semua Bab BLIND HEART [INDONESIA]: Bab 1 - Bab 10
48 Bab
Bab I - Pelayan Bayi Besar
              Namaku Silvana Larasati, seorang mahasiswi keguruan yang sedang pusing memikirkan skripsi, ditambah lagi biaya wisuda yang jumlahnya membuat kepalaku pusing tujuh keliling.              Aku bukan berasal dari kalangan keluarga berada, Ayah hanya seorang pengrajin kayu biasa, sementara Ibu membuka usaha gorengan kecil-kecilan. Meski begitu, aku tetap bersyukur, kedua orangtua ku masih mampu menyekolahkan empat anaknya meski harus diimbangi dengan lauk seperti tahu dan tumis kangkung.  &nbs
Baca selengkapnya
Bab II - Mulai Melayani
              Aku bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah sebelum berangkat menuju kediaman majikan baruku. Ya, akhirnya aku tak punya celah untuk menolak menjadi pelayan pria itu, semoga saja tiga bulan ke depan berjalan dengan lancar tanpa ulah kejam pria bernama Max itu.              Sampai saat ini, rasanya aku masih belum percaya denga kenyataan bahwa pria itu buta. Entahlah, aku merasa aneh dengan diriku sendiri yang merasa iba padanya, padahal jika diingat kembali, kelakuan pria itu benar-benar menjengkelkan.
Baca selengkapnya
Bab III - Si Tuan Pemarah
              Sore ini, aku kembali datang ke rumah besar itu setelah mengurus beberapa hal di kampus mengenai skripsiku, ada sebagian dosen yang belum aku temui untuk melancarkan kelulusanku.              Sebuah keributan terdengar saat aku hampir mencapai pintu utama, terlihat seorang wanita cantik bak bintang film sedang mengamuk di hadapan beberapa pelayan yang berbaris kaku.              "Beritahu aku, di mana calon suamiku!" hardik wan
Baca selengkapnya
Bab IV - Memilih Berlari
              Aku mengamati Tuan Max yang makan dengan kesusahan, berusaha menyendok kuah yang akhirnya berjatuhan, atau tertinggal di sudut bibirnya, lalu mengalir melewati dagu. Wajahnya masih ditekuk masam.              Entah mengapa, rasa sakit di hati hinggap begitu saja melihat keadaanya. Meski begitu pemarah, tapi di lain waktu juga terlihat sangat lemah, dan hal itu membuat rasa iba menelusup di dalan hati.              Tiba-tiba, pr
Baca selengkapnya
Bab V - Akhirnya Kembali
              Aku memandang wajah sayu itu di depan cermin, sisa-sisa air mata masih membekas di sana. Rambut kusam serta bibir pucat menjadi pemandangan utama.              Kuhela napas sekali lagi, lalu mengambil tas yang tergeletak di sisi ranjang. Pagi ini aku memutuskan untuk kembali ke rumah besar tempatku bekerja beberapa hari ini. Aku mengesampingkan ego dan emosiku kemarin demi untuk tetap bisa bekerja di sana dan berharap gajiku nanti mampu membantu Ayah dan Ibu.      &nbs
Baca selengkapnya
Bab VI - Perjodohan Silvana
              Aku melotot kaget, kalimat yang dilontarkan bayi besar ini membuat mulutku menganga lebar, tidak menyangka dengan pertanyaan kurang ajarnya.              Tidur denganku katanya? Huh, dasar mata keranjang! Meski tak dapat melihat, nyatanya pikiran mesum tetap berjalan lancar di otak besarnya.              "Kenapa diam?" tegurnya tajam.
Baca selengkapnya
Bab VII - Wanita Tuan Max
              Aku berusaha memejamkan mata, meninggalkan sejenak kemelut yang memenuhi dada. Sore tadi aku sempat meminta izin pada Jo agar tak masuk bekerja karena merasa pusing teramat sangat di kepala.              Bekerja pun percuma, aku tak akan bisa fokus karena masalah yang melanda membuatku pusing setengah mati. Demi Tuhan, aku bahkan belum menyelesaikan masalah skripsi, lalu kebakaran yang menimpa usaha Ayah juga menyita perhatianku, dan kali ini tiba-tiba ada yang melamar dengan iming-iming akan meringankan hutang keluargaku.
Baca selengkapnya
Bab VIII - Hukuman Tak Berdasar
              "Tapi sebenarnya ini semua karena kau!" hardiknya tiba-tiba.              Aku bahkan sampai meloncat mundur saking terkejutnya. "Apa salahku?" ucapku tak terima.              "Seharusnya kau tidak terlambat!"              Bibirku menipis seke
Baca selengkapnya
Bab IX - Pertolongan Mencurigakan
              Aku menyantap nasi goreng di kantin kampus karena bayi besar itu telah merampok sarapan pagiku. Tidak mungkin aku mengikuti perintahnya mengambil makanan di dapur rumah mewahnya untuk mengganti bekalku, meski sedikit rasa di hatiku menginginkannya. Bukan tanpa alasan, naluri kemiskinanku seolah menggeliat ingin mencicipi sarapan mewah orang kaya.              Namun, segera kutepis keinginan memalukan itu, dan aku terpaksa merogoh kocek lebih untuk sarapanku pagi ini. Padahal niat hati ingin menghemat, tapi apa daya aku tak mampu melawan keinginan tuan besar.
Baca selengkapnya
Bab X - Hadiah Mengejutkan
              Sampai sore hari, aku masih memikirkan tentang kontrak yang menurutku tak masuk akal itu. Mereka berani memberi modal tanpa takut kerugian. Bagaimana jika usaha Ayah tak mendapat keuntungan? Sudah barang tentu merekalah yang paling merasa dirugikan.              Bukannya aku tak percaya keajaiban, hanya saja di zaman sekarang ini tak akan mudah mendapati hal semacan itu. Bahkan orang rela menjadi raja-rajaan demi menipu orang.            &
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status