Semua Bab Truly in Love 2: Bab 1 - Bab 10
69 Bab
1. Rindu
Alena berjalan menyusuri pinggir pantai Parangtritis, pasir putihnya terasa lembut di kaki. Debur ombak yang menghempas bibir pantai membentuk harmoni suara yang menenangkan. Sudah seminggu berlalu sejak ia mengantar Alva ke bandara hari itu. Dan selama tujuh hari itu juga, Alena seperti tersiksa oleh rasa rindu yang mengacau-balaukan hatinya.Apa sih sebenarnya rindu itu? Dan kenapa bisa membuat seseorang jadi tak berdaya dengan perasaannya seperti ini? Tapi Alena tak bisa membohongi dirinya sendiri, ataupun memaksa dirinya untuk melupakan Alva bahkan sedetik saja. Wajah Alva, senyumnya, tatapan bola mata coklatnya, suaranya... Semuanya seperti membayang-bayangi Alena, ke mana pun ia pergi.Alena baru sadar ada yang mendekati dari belakang. Ia menoleh. "Kamu ngelamun aja...""Kak Evan..."Ya, kakak lelaki satu-satunya itu sedang pulang ke Jogja. Kakaknya sudah dua tahun kuliah di Australia, tepatnya di kota Sydn
Baca selengkapnya
2. Pulang
Hari Kamis menjadi hari yang paling dinanti-nanti Alena, karena Alva akan pulang kembali padanya. Alva sudah berangkat dari Berlin sejak Rabu pagi, dan akan tiba di Jogja hari Kamis, sekitar jam tiga sore. Penerbangan dari Berlin ke Jogja memang memakan waktu lumayan panjang, lebih dari 24 jam. Alena terus-menerus menghubungi Alva saat dia sedang transit, untuk menanyakan kabarnya. Rasanya Alena sudah tak sabar ingin segera berangkat menjemput Alva."Kamu takut aku hilang ya?" Alva menggodanya, ketika Alena menelepon lagi. Pesawat Alva sedang transit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Setelah itu, pesawat akan langsung membawa Alva ke Jakarta, dan terakhir ke Jogja. Saat ini, sudah hampir tengah malam di Jogja. Alena tertawa. "Aku takut kamu lupa pulang...""Coba kamu pejamkan mata dan tidur... Besok, aku pasti udah sampai di Jogja," sambung Alva lagi."Aku nggak bisa tidur... Kamu lagi apa?""Ini lagi jalan-jalan d
Baca selengkapnya
3. Kelas XII
Libur kenaikan kelas telah berakhir. Kembali ke sekolah berarti kembali ke kesibukan, dan kerja keras dimulai. Alena sangat gembira ketika dia dan Alva bisa tetap sekelas, mereka masuk ke kelas XII C sekarang. Sedangkan Karin dan Lucky berdua masuk ke kelas XII A. Lucu juga pengaturannya bisa begitu pas, Alena membatin dalam hati. Dia dan Alva tidak lagi duduk bersebelahan, tapi yang penting mereka tetap sekelas.Karin agak memprotes setelah hari pertama masuk sekolah lagi, mereka sedang mengobrol berdua di kamar malam harinya."Ah, nggak seru... Aku nggak bisa pinjam PR kamu lagi, nggak bisa belajar bareng...," keluh Karin."Ya tetap bisa belajar bareng, Rin… Lagian, kamu harusnya senang, karena sekelas sama Lucky," Alena menanggapi."Iya, sih... Kamu juga sama Alva, nggak bisa dipisahin deh...," Karin terkikik. "Kayaknya, guru-guru nggak mau pasangan Alvalena yang paling populer di sekolah ini terpisah."
Baca selengkapnya
4. Bandung
Enam bulan kemudian, setelah melalui ujian sekolah semester pertama, tiba saatnya bagi Alena dan Alva untuk mengikuti ujian Bahasa Jerman di Goethe Institute. Mereka memilih mengikuti ujian di Goethe Institute di Bandung. Kebetulan Om Andre mau mengantar dan menemani mereka selama di Bandung. Om Andre memang memiliki jadwal kerja yang jauh lebih fleksibel daripada Papa dan Mama. Ia langsung menawarkan diri, begitu tahu rencana Alena dan Alva.Mereka bertiga berangkat dengan pesawat pada hari Minggu pagi. Ujian level B2 akan diadakan pada hari Senin untuk Alena, dan ujian level C1 untuk Alva pada hari Selasa. Jadi, mereka sudah meminta izin khusus dari sekolah selama tiga hari.Sampai di Bandung, mereka menginap di hotel, yang tidak terlalu jauh dari lokasi Goethe Institute. Om Andre sudah sering ke Bandung, ia langsung mengajak mereka untuk jalan-jalan mencari makan, begitu sampai di hotel. "Ayo, mumpung masih siang, kita jalan-jalan dulu. Kalian
Baca selengkapnya
5. Ujian
Hari Kamis, satu hari setelah mereka pulang dari Bandung, bertepatan dengan satu tahun sejak Alva meminta Alena menjadi kekasihnya. Alena tidak yakin, apakah Alva ingat atau tidak, tapi ia tetap ingin menghabiskan waktu hari ini hanya bersama Alva.Selesai pelajaran sekolah, ia mengajak Alva bertemu di rooftop. Setelah mandi dan makan siang, mereka berdua naik ke rooftop. Alva membawa biolanya."Kamu mau latihan buat komunitas musik klasik?" tanya Alena, begitu mereka sudah berada di tempat rahasia mereka berdua itu."Aku mau kamu dengerin satu lagu ini," jawab Alva, sambil memegang biolanya pada posisi siap bermain. Alena merasa jantungnya berdebar-debar, apakah Alva ingat?Alva mulai memainkan biolanya. Sebuah lagu oldies yang juga menjadi favorit Alena. When I See You Smile, dari grup musik Bad English. Lagu yang bermakna sangat indah. Tidak seperti biasanya, Alva memainkan lagu tidak dengan mata setengah terpejam, melainkan
Baca selengkapnya
6. Berlin
Semua kenangan indah itu terbingkai sempurna dalam hati dan ingatan Alena, menjadi semacam kekuatan dan penyemangat di saat ia sedang membutuhkan. Tidak terasa, sudah tiga bulan Alena berada di Berlin. Jika diingat kembali, Alena juga tidak tahu bagaimana semuanya bisa terwujud. Yang Alena tahu, hanyalah kehendak Tuhan yang mengantarkan mereka berdua. Alena dan Alva sama-sama diterima di Studienkolleg FU Berlin, sesuatu yang terasa seperti keajaiban bagi Alena. Namanya sempat masuk daftar tunggu, dan selama menunggu itu, ia sudah dibayang-bayangi ketakutan, jika sampai harus berpisah dengan Alva. Kabar gembira itu datang seminggu kemudian, ada peserta lain yang tidak jadi masuk ke Studienkolleg itu, sehingga nama Alena-lah yang dipanggil.Belajar di Studienkolleg sama seperti jadwal sekolah, tiap hari Senin sampai Jumat, dari jam delapan pagi sampai jam satu siang. Sistem belajar di Jerman memang jauh lebih disiplin dan berat. Mereka dituntut harus selalu b
Baca selengkapnya
7. Keluarga
Alena dan Alva berjalan bergandengan tangan, menuju taman umum dekat rumah Tante Jenna. Ini adalah salah satu tempat favorit mereka berdua. Taman ini sangat luas, ada danau buatan yang cukup besar di tengahnya, dengan jembatan kayu melengkung di atasnya, menghubungkan kedua sisi danau. Bangku-bangku dari batu tersebar di seluruh taman. Alena ingat waktu ia pertama kali datang ke taman ini, pepohonan rindang berdaun kekuningan memberi keceriaan bagi yang ingin menikmati suasana taman. Tapi saat ini sudah akhir musim gugur, bahkan cuacanya cenderung masuk ke musim dingin. Pohon-pohon sudah meranggas semuanya, menyisakan ranting-ranting kering, memberikan kesan sunyi dan sendu."Kalau musim dingin, gimana ya kondisi di sini? Salju semua?" tanya Alena ingin tahu. Ia belum pernah merasakan musim dingin di Berlin."Biasanya hujan dulu. Setelah hujan makin sering, baru turun salju. Setidaknya itu yang aku ingat. Tapi sekarang, cuaca mulai susah diperkira
Baca selengkapnya
8. Pondok Kayu
Hari Minggu pagi, sekitar jam sembilan, Alva sudah sampai di rumah Tante Jenna dengan menaiki sepedanya. Sepeda memang alat transportasi yang sangat umum di Berlin. Selain ramah lingkungan, jalur sepeda juga dibuat khusus, sehingga bersepeda sangatlah aman dan nyaman di kota ini.Alva mengajak Alena untuk berziarah ke makam Papanya. Alena meminjam sepeda Tante Jenna, lalu mereka berdua bersepeda dengan santai menyusuri jalan. Mereka masing-masing menyandang ransel, berisi perlengkapan pakaian hangat. Seperti kata Alva, cuaca menjelang musim dingin seperti sekarang ini tak bisa diprediksi, lebih baik berjaga-jaga. Pagi ini suhunya tidak terlalu dingin, sehingga mereka tidak memakai mantel, hanya jaket yang agak tebal.Hampir sebulan sekali, Alva mengajak Alena berziarah ke makam Papanya, ini sudah ketiga kalinya bagi Alena. Pemakaman itu terletak di perbatasan kota, sekitar tiga puluh menit naik sepeda. Jalan yang tidak ramai dan cuaca yang sejuk membuat perjalana
Baca selengkapnya
9. Studienkolleg
Alena sekarang belajar sendiri di Studienkolleg tanpa ditemani Alva. Kelasnya hanya berisi tiga puluh siswa. Ada lima siswa dari Indonesia, termasuk Alena sendiri. Mereka cukup akrab dengan Alena, tapi Alena juga berteman dengan teman-teman lain dari berbagai negara. Ada yang dari Amerika Latin, Asia Timur, Afrika, dan Asia Tenggara.  Perasaan senasib yang membuat mereka semua mudah akrab, sama-sama jauh dari keluarga, demi melanjutkan kuliah di negara yang masih terasa asing. Sebagian besar teman-teman sekelas Alena tinggal di asrama mahasiswa, yang banyak terdapat di Berlin. Mereka sering bercerita perjuangan mereka beradaptasi dengan kehidupan baru di Berlin. Namun Alena memiliki Alva dan keluarganya, ia merasa ia harus lebih bersyukur, karena tidak perlu memulai dari nol, dan menjalani semuanya sendirian.Alena hampir tiap hari menelepon Papa dan Mama, di awal-awal kedatangannya di Berlin. Ia teringat ketika ia harus berpisah dengan orang t
Baca selengkapnya
10. Universitat der Kunste
Beberapa hari kemudian, hasil FSP diumumkan, Alena berhasil lulus dengan baik. Setelah mendapatkan hasil ujian, langkah berikutnya adalah mendaftar ke Universitat der Kunste. Alva menemaninya mendaftar ke Fakultas Seni Pertunjukan, Jurusan Teater, sekaligus berkeliling mengenalkan lingkungan kampus."Kamu nggak sibuk? Aku bisa sendiri kok, kamu nggak usah kuatir...," kata Alena, setelah ia selesai mendaftarkan diri. "Lagi nggak ada jadwal kuliah. Lagian, aku takut kamu hilang nanti...," gurau Alva.Alena tertawa dan mencubit lengan Alva dengan gemas. Mereka berjalan bergandengan tangan. Gedung Universitat der Kunste memiliki arsitektur bergaya antik, tetapi sangat megah dan luas. Universitas ini adalah universitas seni yang terbesar di Eropa. Mahasiswanya berasal dari berbagai negara di seluruh dunia.Fakultas Musik dan Fakultas Seni Pertunjukan berbeda gedung, tetapi jaraknya berdekatan. Alena merasa senang, karena ia bisa dekat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status