All Chapters of PENDEKAR TAPAK DEWA: Chapter 1 - Chapter 10
151 Chapters
PART 01
         SUASANA rimba Sorowua, seperti biasa, begitu lengang. Burung-burung pun seakan-akan enggan bernyanyi kepada alam. Hari sebenarnya sudah menjelang siang, namun karena rimbunnya pepohonan yang demikian rapat dan berlumut, menjadikan keadaan di rimba ini seperti senja saja. Sinar matahari tak mampu menembus langsung ke dalamnya. Kabut-kabut abadi yang bertebaran di seantero rimba membatasi jarak pandang. Batu-batu cadas yang besar-besar dan berlumut bertebaran di mana-mana. Kondisi yang demikian bukan saja menjadikan suhu di daerah ini begitu dingin, namun juga memberi kesan demikian angker. Maka tidaklah berlebihan, jika warga di desa-desa sekitar kaki gunung rimba ini menilainya sebagai rimba yang sangat besar uraga-nya (sangat angker dan wingit), sehingga amat jarang orang yang memasuki rimba ini seorang diri, baik untuk berburu rusa, sarang madu, maupun untuk mengambil kayu.         Konon, rimba Sorowua dijaga ol
Read more
PART 02
      Setelah berkata demikian, si bocah membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan tempat itu. Mendadak suara cekikikan yang bernada mengejek mengurunkan langkahnya.       Si bocah segera menoleh ke arah datang suara cekikikan itu. Lihainya pula, begitu si bocah menengok, suara cekikikan itu berhenti. Si bocah mengamati setiap detail rimba dengan seksama yang disertai sikap waspada. Tetapi bayangan pun orang yang tertawa itu tak ada.      "Kikikikikiki...."      "Hmm...??"       Sontak si bocah menoleh ke belakang, dari mana suara cekikikan itu berpindah. Namun lagi-lagi suara cekikan itu berhenti mendadak. Si bocah benar-benar merasa dipermainkan oleh manusia misterius itu. Manusia itu bukan hanya mengeluarkan cekikikan ejekan saja, melainkan suara cekikikan dikirimkan dengan kekuatan tenaga dalam yang cukup tinggi, yang efekn
Read more
PART 03
       Saat Dato Hongli menoleh, dan langsung mengirimkan pukulan kembali. Tetapi baru saja pukulan berupa gumpalan cahaya panas sebesar kepala manusia itu dikiblatkan ke atas, La Mudu telah lebih dahulu mengirimkan serangannya berupa gumpalan cahaya panas yg sama.          Duearrrr.....!!          Satu ledakan yang cukup dahsyat pun terjadi di depan Dato Hongli. Dan Tak ayal, tubuh orang tua yang masih terus menyelimuti dirinya dengan cahay putih kemilau itu pun terpental ke belakang dan jatuh membanting pantat di atas reranting kering yang menumpuk.         Dato Hongli merasakan sakit di bagian pinggangnya, sehingga mau tak mau harus meringis juga. Ia hendak mencoba mengatur kembali nafasnya dengan menyalurkan tenaga murni ke seluruh jaringan tubuhnya. Namun belum lagi ia melakukannya, tiba-tiba telinganya menangkap suara decakan seperti suara c
Read more
PART 04
      MARI KITA kembali dulu ke enam belas tahun yang silam...       Desa Tanaru adalah sebuah desa yang cukup padat, berada di pesisir timur Pulau Sumbawa, yang letaknya berhadapan langsung dengan Pulau Sangiang. Sumber mata pencaharian warganya adalah berlaut. Namun mereka juga bercocok tanam dan beternak kerbau, kuda, dan kambing. Lahan sabana dan persawahan yang luas dan subur yang berada di belakang perkampungan, mendukung setiap usaha yang mereka lakukan. Maka tidaklah heran, jika desa Tanaru merupakan salah satu desa yang sangat makmur di negeri Babuju kala itu. Dan teknologi penangkapan ikan untuk ukuran saat itu pun cukup maju di desa ini, sehingga menghasilkan penangkapan yang berlimpah, lalu disuplay di pasar-pasar di kota raja. Ya, kedamaian dan kemakmuran benar-benar terkaruniakan kepada segenap warga desa Tanaru. Kondisi tersebut juga tak lepas dari sifat kepemimpinan galara (kepala desa) mereka, Jara Tawera alias Ompu
Read more
PART 05
     Saat matahari pagi telah menerangi jagat, kondisi bekas Desa Tanaru demikian mengenaskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Dan kondisi mayat-mayat itu nyaris serupa, yaitu gosong bersama pemukiman mereka yang sudah menjadi abu. Kepulan dan sisa-sisa api masih terlihat menyala di sana sini.        Dan, entah dari arah mana datangnya, tiba-tiba sesosok manusia yang berusia cukup lanjut, berkulit putih, bermata sipit, jenggot dan kumis panjang memutih laksana sutera, seputih rambutnya yang tergelung dan diikat dengan semacam pita putih yang cukup lebar dan panjang, telah berdiri di tengah-tengah bekas perkampungan itu.       "Haiya...! Benar-benar manusia biadab La Afi Sangia! Aku benar-benar merasa berdosa telah memaafkannya dulu! Biadab keparat!" bergumam laki-laki tua berjubah putih yang tak lain adalah Dato Hongli itu geram, menggeleng-geleng pelan sembari mengusap-usap janggutn
Read more
PART 06
    Seorang laki-laki setengah baya yang diikuti oleh seorang wanita setengah baya memasuki kamar dan mendekati Jenderal Hongli. Tampaknya mereka adalah pasangan suami isteri pemilik rumah. "Syukurlah, Tuan sudah siuman," ucap si laki-laki dengan ramahnya.       "Saya di mana? Maaf, Tuan berdua siapa?" bertanya Hongli, tentu dibantu dalam bentuk bahasa isyarat. Ia kebingungan. Bingung dengan keberadaan dirinya, lebih-lebih terhadap sepasang suami-istri dengan bahasanya yang sangat asing baginya. Namun karena dibantu dengan isyarat berupa gerakan-gerakan tangan, ia bisa menangkap dan membalas ucapan mereka. Ia berusaha bangun untuk sekedar menyandarkan tubuhnya di pada sandaran tempat tidur. Tapi kondisinya begitu lemah. Ia merasakan tulang-tulang di seluruh tubuhnya seolah-olah telah remuk.        "Baiknya Tuan jangan banyak bergerak dulu, " ucap laki-laki itu lagi, sambil memberi isyarat pula, se
Read more
PART 07
Malam hari, Hongli mengajak La Gunta untuk cerita-cerita di pinggir pantai. Bulan purnama menerangi jagat malam, memantulkan cahaya keperakan ke permukaan lautan. Api unggun dibuat untuk sekedar menghangatkan tubuh dari terpaan udara pantai.     "Bagaimana perkembangan penggemblenganmu, Gunta?"     "Yeah lumayanlah, Tuan. Cukuplah untuk sekedar membela diri, " sahut La Gunta seraya sekali-sekali memasukkan potongan-potongan kayu yang dikumpulkannya di sekitar pantai ke dalam api unggun. "Sekitar tiga purnama lagi kami sudah siap untuk digabungkan dalam barisan tamtama kerajaan, Tuan."      "Guru gembleng kalian pendekar dari mana?"       La Gunta mengambil tempat duduk agak di samping Hongli "Beliau pendekar khusus dari asi juga, Tuan. Namanya Dato Kandili. Beliau adalah pendekar terbaik dalam Kerajaan Tambora." (Asi = istana).       "Hmmm.." Hongli mengangguk
Read more
PART 08
Mungkin pendekar penguji utama merasa belum saatnya untuk melawan dengan senjata sejenis. Setiap tebasan kedua parang di arahkan ke bagian-bagian tubuhnya yang mematikan, maka dengan cepat pendekar penguji menghindari sembari mengiblatkan pukulan dan tendangan dengan kecepatan tinggi. Beberapa pukulan dan tendangannya pun telak dan keras mengenai tubuh pendekar berparang kembar hingga terlempar beberapa tombak ke belakang dan terduduk. Namun, dengan semangat kejawaraan sejati, pendekar bertubuh ceking itu segera mengumpulkan kembali tenaga dalamnya, dan kembali melakukan penyerangan dengan gerakan jurusnya yang lebih lihai dan dahsyat lagi.        Namun, mungkin karena tak ingin memperpanjang waktu, pendekar uji utama pun menyambut serangan itu dengan mengarahkan kedua kepalanya ke depan. Pancingannya kena. Saat pendekar berparang kembar mengarahkan tebasan kepada kedua pergelangan tangan pendekar utama, dengan cepat pendekar penguji menarik
Read more
PART 09
Pertarungan antara kedua pendekar adisakti itu pun berlangsung dahsyat. Pergerakan keduanya pun demikian cepatnya, sehingga sulit diikuti oleh pandangan mata awam. Namun sebagai seorang pendekar dengan julukan besar di negerinya, Hongli  bisa melihat kemampuan lawannya. Dalam jurus-jurus awal, ia sengaja bertahan dulu terhadap serangan-serangan gencar lawannya dengan gerakan supercepat  dan sengaja membuat bingung lawannya. Namun saat itu ia ingat dengan peraturan tarung itu, bahwa ia akan menghadapi pertarungan-pertarungan beberapa tingkat lagi dengan jumlah lawan yang bertingkat pula, yang tentu akan membutuhkan tenaga lebih. Jadi dia harus menghemat tenaga.           Maka setelah lebih dari sepuluh jurusmenghindar ia peragakan, Hongli pun memperagakan jurus serangan yang sangat cepat, sehingga membuat serangan lawannya menemui udara kosong. Sampai pada suatu momen yang tepat, yang dibarengi dengan
Read more
PART 10
Paduka Sangaji tersenyum bahagia menyambut calon pemangku panglima angkatan perang kerajaannya. Beliau merentangkan kedua tangannya lalu memeluk tubuh Hongli dengan penuh keyakinan. Sang Jenateke (putra mahkota), yang duduk setengah berbaring di sebuah kursi kebesarannya karena masih sakit di sebelah kursi kebesaran ayahnya, menyambutnya dengan senyuman mengembang sambil mengangkat jempolnya kepada calon penggantinya sementara sebelum merentangkan kedua tangannya. Hongli membungkukkan badanya dan memeluk tubuh sang Jenateka. Mungkin karena terlalu erat pelukan itu dan Hongli tak mengerti di bagian tubuh mana Sang Jenateke terluka, sehingga menjadikan sang pewaris tahta Kerajaan Tambora itu terdengar menjerit tertahan.       "Oh, maafkan hamba, Yang Mulia Raja Muda," berucap Hongli terkejut dan merasa bersalah.        "Tidak apa-apa...."        "Hongli. Nama hamba Hon
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status