All Chapters of MELODI ABELIA: Chapter 1 - Chapter 10
51 Chapters
1. How It Started
Mereka bilang, cinta itu sederhana. Hanya saja para pencinta yang membuatnya rumit. Benarkah begitu? Kurasa ada benarnya. Karena kita mengalaminya. Kitalah dua orang rumit itu, yang memilih menyatukan cinta di atas asa genting yang siap menjatuhkan kita kapan saja. Kita bertahan meski benteng pertahanan hampir runtuh, meski kewarasan jiwa nyaris luruh. Tapi tak apa, aku bahagia bisa saling menguatkan denganmu. Akan tetapi, semua keyakinanku hancur berantakan saat kamu memilih untuk menghilang dalam persembunyian. Kamu mungkin tak akan pernah kutemukan lagi, tapi kenangan tentangmu tetap menyala dan tak pernah mati. Aku merindukanmu, kamu tahu itu. Maka aku merajut rangkaian kata ini, menulis kisah kita sehingga kenangan-kenangan kita tak menjadi layu. Agar aku tetap kuat menjaga rindu hingga yang aku mampu. Kisah kita mungkin tak akan ada artinya bagi mereka. Mungkin mereka akan menganggapnya sebagai cerita cinta picisan yang membangkitkan halusinasi. Tapi biarlah. Kita tak perlu mem
Read more
2. Permintaan Mama
“Sudah saatnya kamu memiliki pendamping hidup, Arsya.” Yunita berkata pada anak laki-lakinya. Arsya tak menyahuti perkataan wanita paruh baya di hadapannya. Ini bukan pertama kalinya sang mama menyampaikan hal itu. Mengatakan padanya bahwa ia seharusnya sudah menikah. Padahal usia Arsya masih 28 tahun, belum mencapai kepala tiga. Masih bisa dibilang muda, apalagi untuk seorang laki-laki. Tapi Arsya sudah terbiasa. Sejak usianya 25 tahun, Yunita sudah mulai menyinggung soal pendamping hidup bagi Arsya. Hal itu yang membuat Arsya sedikit enggan untuk pulang ke rumah orang tuanya, meski masih sama-sama berada di ibu kota. Ia lebih memilih berada di apartemennya. Bukannya ia tak menyayangi mamanya. Apalagi sejak papanya meninggalkan mereka beberapa tahun lalu, Arsya mengerti bahwa mamanya sering merasa kesepian berada di rumah. Namun tinggal sendiri sudah menjadi pilihan Arsya sejak ia selesai kuliah dulu. Ia hanya ingin merasa lebih leluasa. “Kamu tahu Tante Rianti, 'kan?” tanya Yunita
Read more
3. Online Chatting
Setelah menilik satu per satu foto di galeri ponselnya, akhirnya Arsya menemukan satu foto yang dianggapnya tepat untuk menjadi foto profil pada akun yang baru saja dibuatnya di TheCupid. Kalau mengisi foto profil bukanlah hal yang wajib, sudah pasti dibiarkannya begitu saja tanpa foto. Selain karena Arsya tak ingin menampakkan wajah aslinya, ia juga memang tak punya banyak foto diri. Galeri foto di ponselnya lebih banyak berisi foto dokumen, pemandangan, atau objek benda mati yang kadang menarik perhatiannya.Foto yang dipilih Arsya sebagai foto profil tadi adalah foto tangannya yang berada di atas meja kerja ditemani laptop dan secangkir kopi. Meski hanya menampakkan tangan dan lengan bagian bawahnya, bisa dilihat bahwa dalam foto itu Arsya mengenakan setelan jas dengan dalaman kemeja putih dan arloji mahal yang menghiasi pergelangan tangannya. Begitu selesai mengisi profil dan mengunggah foto, Arsya langsung menerima banyak permintaan chat dari para wanita ya
Read more
4. Meet Up
Sekali lagi aku menatap bayangan diriku di depan cermin, merapikan sedikit rambutku yang kubiarkan tergerai. Blouse putih berlengan panjang—dengan sedikit gelembung di bagian ujungnya—kupadukan dengan celana panjang warna khaki dan sepatu hak rendah berwarna hitam. Sengaja aku memilih outfit yang terkesan formal karena aku menebak Arsya juga pasti akan mengenakan outfit formal mengingat dia akan menemuiku di sela istirahat kerja. Dengan begitu orang-orang akan mengira bahwa kami adalah klien yang akan membicarakan pekerjaan, bukan sepasang pria dan wanita yang bertemu setelah berkenalan di situs kencan online.Setelah yakin dengan penampilanku, aku bergegas berangkat, khawatir terjebak macet. Di tengah perjalanan, ada pesan masuk dari Arsya. Dia mengatakan mungkin akan sedikit terlambat dari jam pertemuan yang sudah kami sepakati. Aku mengiakan. Tentu saja aku memakluminya karena ini hari kerja. Untuk ke sekia
Read more
5. The Offer
Seminggu berlalu setelah pertemuanku dengan Arsya. Aku sudah mengirim lamaran ke perusahaan kolega Arsya. Akan tetapi dari sekian lamaran yang kukirim, tak ada satu perusahaan pun yang mengundangku untuk wawancara. Sampai pagi ini aku masih belum bersemangat melakukan apa pun. Mataku masih sembab karena menangis semalaman. Aku masih berada di bawah selimutku menatap langit-langit, padahal hari sudah menjelang siang. Ini hari Senin, hari kerja, tapi tidak ada bedanya dengan akhir pekan untukku yang pengangguran ini. Aku benar-benar bingung. Beberapa hari lagi aku harus membayar uang indekos. Jangankan untuk bayar indekos, untuk biaya makan saja aku tak yakin akan cukup. Saat aku sudah mulai akan menangis lagi, ponselku berdering. Aku tak berniat mengangkatnya. Sedang tak ingin berbicara dengan siapa pun. Setelah beberapa kali berdering, lalu senyap, baru aku meraih ponselku. Ada pesan dari Arsya, dia mengajakku untuk bertemu lagi. Aku belum membalasnya, karena aku tidak tahu jawabanny
Read more
6. Perjodohan Masa Kecil
Melalui dinding kaca ruangan kantornya, Arsya memandangi langit yang terlihat begitu cerah. Sudah jam makan siang, namun Arsya belum beranjak dari kursinya. Pikirannya melayang lagi pada Abelia. Penampilan wanita itu tidak terlihat misterius seperti yang terlintas dalam pikirannya sebelum mereka bertemu. Abelia cantik dan berpenampilan menarik, seperti banyak wanita yang ia temui. Tubuh wanita itu mungil dan wajahnya terlihat lebih muda dari usianya. Rasa penasaran yang sudah singgah di sudut hati Arsya saat pertama kali mengenal Abelia melalui situs kencan online semakin kuat saat mereka bertemu. Dari dua kali pertemuan mereka, Arsya tetap melihat ada keanehan atau ada hal yang disembunyikan oleh Abelia meski wanita itu tak terlihat misterius. Dan entah kenapa, Abelia selalu mengingatkan Arsya pada masa kecilnya. Hal itu yang membuat Arsya ingin mengenal wanita itu lebih jauh. Lamunan Arsya terhenti ketika ponselnya berdering. Sebuah nomor yang tak dikenalnya. Ia be
Read more
7. The Agreement
Gelap. Kubiarkan mataku terpejam dan untuk menambah pekat, aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Berharap kegelapan ini dapat menelanku. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Sepertinya aku memang harus menghadapi problematika hidup ini. Rasanya aku ingin menjadi tokoh dalam cerita romance yang permasalahannya hanya seputar cinta dan hal picisan lainnya. Tidak sepertiku yang harus menghadapi pelik karena masalah finansial. Tawaran dari Arsya sudah terlanjur menerima. Namun, aku memilih sebutan perjanjian kami ini sebagai Relationship Contract dan Arsya menyetujuinya. Kami sudah berjanji untuk bertemu besok di restoran tempat dua pertemuan kami sebelumnya. Aku menghela napas sambil memikirkan apa yang harus kupersiapkan agar pria itu tak menjebakku nantinya. Ah, benar. Kontrak! Aku harus membuat kontrak. Kontrak perjanjian kubuat ke dalam dua lembar kertas berukuran A4. Lembar pertama berisi penjelasan tentang pelaku kontrak. Lembar kedua berisi poin-poin ketentuan dariku. Sungguh a
Read more
8. New Apartment
Abelia tak punya pilihan lain. Ia sudah terlanjur menandatangani kontrak perjanjian menjadi sugar baby tersebut. Maka ia pun terpaksa mengikuti permainan Arsya. Hari itu Pak Luki—sopir keluarga sekaligus orang kepercayaan Arsya—datang membantu Abelia pindah dari indekos ke apartemen baru yang disediakan oleh Arsya di kawasan Sudirman, Jakarta. Sepeninggalan Pak Luki, Abelia mulai menyusun barang-barang di apartemen barunya. Apartemen itu memiliki satu kamar tidur all in dilengkapi kamar mandi dan dapur mini, serta area ruangan untuk menonton TV yang dibatasi dengan partisi berupa lemari sebagai pemisah dengan area tempat tidur. Meski hanya berupa apartemen studio, Abelia tahu harga unit apartemen itu sangat mahal karena berada di salah satu kawasan pusat bisnis ibu kota. Selesai berkemas, sore itu Abelia memutuskan untuk tidur sebentar. Malam nanti, Arsya sudah bilang akan datang menemuinya. Kebetulan ada beberapa hal yang ingin Abelia diskusikan, salah satunya adalah nominal uang bu
Read more
9. Masa Lalu
Kala itu aku masih berumur 6 tahun dan kakakku, Ruben, berumur 10 tahun. Kami sedang bermain di taman dekat rumah dengan anak-anak lainnya. Lelah bermain, Ruben mengajakku pulang. Ibu sedang tak ada di rumah, ia pergi selama beberapa hari ke rumah kerabat yang sedang mengadakan pesta, dengan membawa serta adikku, Dikta. Seharusnya hanya ada ayah di rumah. Tapi siang itu ayah tak sendiri.Setelah memasuki pagar yang tak terkunci, aku dan Ruben seperti mendengar suara-suara aneh. Kami menajamkan pendengaran, ternyata berasal dari kamar ayah dan ibu yang berada di bagian depan rumah. Ruben pun mengajakku mendekati kamar ayah dan ibu untuk memastikan. Dari balik tanaman hias yang mulai meninggi, kami mengintip melalui jendela kaca yang tirainya sedikit terbuka. Ayah sedang bersama seorang wanita, tapi bukan ibu.Ayah dan wanita itu bergumul di atas ranjang dengan desahan-desahan yang terdengar menjijikkan di telingaku. Saat itu, aku tak tahu persis apa yang mereka lakukan,
Read more
10. Mengubah Kontrak
Jalanan ibu kota tak terlalu padat di akhir pekan. Arsya melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, namun tak terburu-buru. Kami sama-sama mengenakan pakaian kasual hari ini. Meski berpakaian kasual, Arsya tetap terlihat seperti orang berada. Aku memandangi wajah pria di sampingku itu. Walaupun dia menyebalkan, aku harus mengakui bahwa dia memang sangat tampan. “Kenapa menatap saya seperti itu?” tanya Arsya tanpa menoleh. Aku berdehem. “Tidak. Saya hanya ingin memastikan bahwa kamu memang orang yang dapat dipercaya. Tentang kontrak perjanjian kita, saya harap kamu tidak melanggarnya." Arsya tersenyum. “Tenang saja. Saya adalah orang yang bisa dipercaya, makanya saya bisa menjadi direktur di usia muda." “Kamu terlalu jemawa," cibirku. “Semuanya akan lebih mudah kalau saat itu kamu hanya meminjamkan uang pada saya, tanpa meminta saya menandatangani kontrak menyebalkan itu." “Saya sudah bilang kalau saya hanya meminjamkan uang padamu, maka tidak ada keuntungannya bagi saya.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status