Istri Lima Belas Ribu의 모든 챕터: 챕터 1 - 챕터 10
608 챕터
Penemuan Buku Rekening Gaji
“Dek, uang bulanan ada di meja rias, ya? Mas berangkat kerja dulu.” Aku yang sedang menjemur baju sekilas menoleh, tersenyum dan mengangguk. “Ada bonus, buat beli lipstick kamu.” Dia berkata seraya memainkan kedua alis. Kebiasaan yang ia lakukan saat sedang menggodaku. “Jangan lupa! Beli yang warnanya merah menyala, mas suka itu.” Tambahnya lagi, saat sudah berada di atas motor. Aku memonyongkan bibir, tanda mengejek. Ia lantas melajukan motornya perlahan menuju tempat dimana ia bekerja. Menjadi guru PNS di sebuah Sekolah Dasar. Lalu beranjak tubuh ini kubawa masuk ke dalam rumah. Langkah kaki terayun menuju kamar tidur. Kuambil amplop berisi uang bulanan dari suamiku. Lima lembar uang seratus ribuan. Aku tersenyum kecut. Mengingat permintaannya untuk membeli pewarna bibir. Memang benar ia memberiku bonus lima puluh ribu. Karena untuk sehari-harinya ia memberikanku
더 보기
Kepergian Mas Agam
Hari ini, jadwal Mas Agam pulang ke rumahku. Iya, rumahku. Karena rumah ini diberikan oleh orangtuaku. Mereka membuat rumah ini saat Dinta berumur satu tahun. Jarak dengan tempat tinggal Ibu dan Bapak hanya lima ratus meter. Aku tidak langsung menanyakan perihal buku rekening yang kutemukan tadi siang. Menunggu saat yang tepat. Setelah anak-anak tidur, dan kami berdua tengah menonton televisi, barulah aku menyusun bahasa untuk memulai menanyakan tentang gajinya. Lebih tepatnya menginterogasi. “Mas, saat bersih-bersih tadi siang, aku menemukan ini.” Kuberikan buku rekening miliknya. Buku tersebut sebelumnya sudah kusimpan di bawah kasur yang sengaja digunakan saat anak-anak menonton TV. Wajahnya terlihat pucat. Tangan bergetar saat memegang benda berharga miliknya itu. “Ka Kamu nemu dimana dek? Ka kamu udah buka isinya?” Tanyanya dengan nada terbata-bata. &
더 보기
Memulai Usaha Keripik
Pagi ini, aku sudah mendapatkan orang yang akan membantuku membuat keripik. Dengan bahan sisa yang ada, mereka mulai bekerja. Setelah sebelumnya kuajari mereka tentunya. Kulanjut menyiapkan sarapan untuk Dinta dan Danis. Setelahnya berangkat ke TK bersama Danis yang sudah mulai masuk nol kecil. Mulai hari ini kantin akan aku isi dengan makanan ringan saja, agar tidak repot. Selepas pulang nanti, aku berencana ke petani pisang sama singkong, meminta agar dikirim stok barang agak banyak. Seminggu sudah berlalu, Mas Agam belum juga pulang. Pun tidak memberi kabar. Keripik-keripik produksiku juga sudah kupasarkan melalui story WA. Banyak warung desa lain yang ikut memesan. Ada tiga toko lagi di pasar yang meminta distok juga. Rasa yang lebih enak, menjadi alasan makanan ini semakin laris di pasaran. Namun aku percaya bahwa ini semua merupakan kemudahan yang Allah berikan. Untuk sementara, aku belum ada keinginan untuk menyusul Mas Agam. Pesanan yang semakin banyak,
더 보기
Menyusul Ayah
Selepas kepergian Bapak dan Mbak Eka, kuajak anak-anak naik motor. Sekedar cari angin, menghibur dua kakak beradik ini. Karena kutahu, meski hanya sebuah insiden kecil, tapi sudut hati buah hatiku merasa terluka. Ada perih yang menggores, saat mereka yang tidak bersalah sedkitpun harus ikut merasakan kemarahan kakeknya. Saat tengah menunggu pesanan bakso di warung lesehan, Dinta bertanya mengapa ayahnya tidak pulang. “Ayah ngembek ya, Bu?” tanyanya lagi saat tidak mendapat jawaban dari aku. Aku mengangguk mengiyakan, seraya tersenyum. Bingung mau menjelaskan apa pada anak sekecil mereka. “Kalau Ayah tidak pulang, kita susul kesana ya, Bu? Adek gak mau kalau Ayah pergi. Adek takut tak punya ayah lagi…” Danis ikut nimbrung pembicaraan kami. Matanya terlihat berkaca-kaca. Lagi-lagi hanya anggukan yang mampu aku lakukan. Setelah baksonya datang, keduanya tak lagi mebicaraka
더 보기
Bertemu Ayah
Tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Aku yang semula hendak mengajak mereka pulang, kuurungkan, menunggu hujan reda. Kami berteduh. Mepet ke depan pintu, agar tidak basah terkena air hujan. Dinta dan Danis tertidur setelah menangis. Dinta kubaringkan dengan berbantalkan tas. Sedang Danis berada di pangkuan. Gawaiku bergetar. Ada sebuah pesan di aplikasi dari Fani.   [Mbak, udah kuantar semua keripiknya. Tadi bagi tugas sama Anis. Ini dapat uang enam juta.]   [Ya, Fan…]   [Mbak, kapan pulang? Gak kenapa-napa kan di sana?]   [Iya, gak terjadi apa-apa. Bentar lagi pulang. Nunggu hujan reda.] Fani serta Bapak Ibu pasti mengkhawatirkanku. Biar nanti di rumah saja aku cerita sama mereka.   [Paket krimnya tadi ada yang ambil. Temen Mbak katanya. Udah kasih uang juga. Habis mbak, creamnya] Lanjutnya lagi.   Alhamdulillah usahaku maju.   Segera kum
더 보기
Ayah Lebih Sayang Aira
Part 6 Semakin sesak kurasakan beban dalam dada. Bila tidak sedang berada di tengah-tengah keluarganya, ingin aku menangis. Demi melihat teganya ia pada darah dagingnya sendiri.“Danis, sini. Peluk Ayah. Gak kangen sama Ayah?”  Tangan suamiku terulur hendak mengangkat Danis. Tubuhnya perlahan mendekati Dinta dan Danis.“Ayah yang gak kangen sama kami. Ayah pergi gak pulang. Juga gak telpon. Ayah lupa ya sama Kakak sama Danis?”  Dinta, tiba-tiba ia berani berkata seperti itu terhadap Ayahnya. Aku berfikir, ini adalah luapan kekesalan hati yang sejak tadi ia pendam.“Iya, Ayah jahat. Ayah gak pernah ajak piknik. Tapi ajak Aira. Ayah lebih sayang Aira. Danis gak pernah dibelikan mainan sama Ayah. Tapi Aira sering.” Setelah berkata seperti itu, Danis menangis.“Kakak juga belum pernah Dek, dibelikan boneka kayak gitu sama Ayah.”  Aku bingung, anak-anakku kenapa bisa berkata se
더 보기
Dukungan Bapak
Part 7 Aku memilih pulang ke rumah Ibu. Agar Danis dan Dinta tidak larut dalam kesedihan. Di rumah Ibu lebih rame. Mereka pasti terhibur bila bermain bersama Tante dan Mbah Kakungnya.Nyatanya aku salah. Kedua anakku malah menangis sesenggukan di kursi ruang tamu. Fani bergegas memeluk dan menenangkan Dina, sedang Bapak menggendong Danis. Ibu yang tidak tahu menahu langsung memberondongku dengan banyak pertanyaan. Akhirnya di depan Bapak, Ibu serta Fani kuceritakan semua hal yang terjadi di rumah itu. Di luar dugaan, Bapak yang biasanya bersikap bijaksana, kali ini terlihat menahan amarah. Kedua bola mata itu memerah. Rahangnya terlihat mengeras.“Nia, selama ini Bapak berusaha untuk tidak ikut campur urusan kalian. Meski sebenarnya, Bapak merasa janggal dengan sikap Agam yang seringkali tidak pulang. Naluri lelaki Bapak menangkap ada sesuatu yang tidak beres. Namun Bapak masih bisa mentolerir hal itu. Tapi tidak untuk kali ini. Bapak tidak s
더 보기
Mas Agam Pulang
Di toko ini, aku sudah mendapat barang yang kuinginkan. Aku yakin, mereka akan bahagia melihat kejutan dari Ibunya. Sebuah mobil sport mini untuk Danis, sepeda motor matic mini berwarna pink untuk Dinta serta kolam renang plastik untuk bermain air berdua. Kutelepon sopir angkot untuk membawa barang-barang tersebut. Setelah diangkut mobil, tak lupa aku mampir ke toko pakaian. Membeli banyak untuk diriku sendiri. Dan beberapa potong untuk Dinta, Danis, Ibu serta Bapak. Selama ini, anak-anakku sering kubelikan pakaian bagus. Sedangkan aku, paling banyak dua tahun sekali membeli baju. Ah, betapa diri terlalu menyiksa sendiri. Sedang di belahan bumi sana, ada yang bahagia menikmati uang suamiku. Sebelum pulang, entah mengapa aku ingin mampir ke bank untuk mengeprint buku tabungan. Selama ini memang aku tak pernah menabung. Mas Agam langsung mentansfer uang dari rekeningnya ke rekeningku yang berbeda bank. Ia hanya menunjukkan bukti transfer setelahnya. Tertera nomina
더 보기
Luka Hati Nia
Part 9 Pengiriman hari ini telah selesai. Kurir juga sudah mengambil ke rumah Ibu tadi. Anak-anak tertidur di sini juga. Bimbang, mau pulang males ada Mas Agam. Tidak pulang, aku perlu mandi dan berganti baju. Sembari menimbang-nimbang keputusan, hendak pulang atau tetap di sini, iseng kulihat story di aplikasi hijau. Jariku berhenti pada sebuah unggahan seseorang, Rani, Ibu Aira. Tumben buat story. Atau selama ini disembunyikan dari aku?Nangis, ditinggal pulang Pak Dhe. Efek terlalu dimanja. Biasanya jam segini diajak jalan-jalan. Begitu bunyi story-nya.Apa kabar anak-anakku yang ditinggal tiga minggu? Gatal terasa jari ini ingin bermain perasaan dengannya. Segera kupencet tombol balas.[Anak kesayangan. Caption love] Read[Iya Mbak. Nangis terus gara-gara ditinggal] Rani membalas.[Kalau ada Mas Agam aku gak capek jagain Aira][Terus, maunya Mas Agam yang ninggal anak-anak gitu?] Balasku dengan perasaan sengit.
더 보기
Luka Hati Nia 2
Part 10  Tiga hari di Jogja, banyak tempat yang sudah kami kunjungi. Mulai dari Pantai Parangtritis karena penginapan kami ada di sana, Keraton, Candi Prambanan di Klaten, Candi Borobudur di Magelang, Museum Dirgantara, hingga terakhir Mallioboro. Surganya wanita berbelanja. Sejenak lupa pada masalah yang sedang dihadapi.  Hingga saatnya kami pulang. Mengendarai taksi sampai stasiun. Saat berada dalam kereta menuju perjalanan pulang, sebuah pesan masuk dari Fani.[Mbak, tadi Mas Agam kesini, ambil kunci. Tapi pergi lagi. Aku gak tahu dia mau apa. Soalnya tadi kuncinya diantar kesini lagi.] Tak kubalas pesan dari Fani. Aku memilih menentramkan hati dengan lantunan dzikir.Iseng kubuka story teman-teman pada aplikasi hijau. Hal rutin yang kulakukan saat merasa kesepian. Sudut mataku memanas, melihat sebuah foto pada story Mas Agam, ia menuliskan sebuah kalimat, Tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan posisi
더 보기
이전
123456
...
61
DMCA.com Protection Status