Semua Bab Aku dan Teman Suamiku: Bab 1 - Bab 10
54 Bab
1. Diminta Jadi Istri Kedua
Rumah mungil itu hanya dihiasi cahaya lilin. Tak ada lampu penerangan, karena pemilik rumah tak mempunyai cukup uang untuk membeli token listrik. Untungnya dia memiliki tetangga yang baik hati, bersedia memberikan air dua ember besar, untuk bekal memasak dan mandi. Karena listrik mati, otomatis mesin air pun tak menyala.  Tetangganya sudah sangat baik beberapa kali memberikan pinjaman uang untuk membeli listrik ataupun yang lainnya. Hanya saja ia tak mau terlena dengan bantuan tetangga kanan kirinya. Meskipun janda dengan seorang anak yatim, ia tetap harus bisa mandiri, tidak ingin menyusahkan orang lain."Mama...susu!" pinta sang putri yang berusia dua tahun, kini terbaring lemah karena badannya panas."Sebentar ya, Dek. Mama buatkan, ade di sini aja ya, ga usah ikut ke dapur," ujar Tara pada putrinya." Tapi delap," cicit Sofia, nama balita itu." Ade'kan heb
Baca selengkapnya
2. Hari Pernikahan
Siang hari setelah mengajar Bimo; murid lesnya  calistung, Tara melanjutkan dunianya sebagai ibu rumah tangga. Tara menyuapi Fia dan juga merapikan rumah. Kondisi Fia sudah lebih sehat, hanya saja dokter tidak membolehkan Fia minum es, chiki dan coklat. Fia tengah asik bermain bersama boneka barbie, hadiah dari Mei saat Fia diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Tara masih memikirkan perkataan Zaka beberapa hari lalu, Zaka memberikan waktu kepada Tara untuk memikirkan hal tersebut selama dua pekan. Baru tiga hari saja rasanya otak Tara sedikit lemot, banyak bengong dan melamun."Mama, asap," seru Fia sambil menarik arah pandangnya ke bawah."Astaghfirulloh!" pekik Tara saat tersadar mukena terbagus pemberian almarhum suaminya gosong, karena Tara menyetrika sambil melamunkan perkataan Zaka. Cepat Tara menyingkirkan setrikaan dan menatap sedih mukenanya yang bolong bagian dadanya."Fia." Tara menarik Fia ke pangkuannya. Fia menatap wajah Tara sam
Baca selengkapnya
3. Zaka Menghilang
Sudah sebulan sejak hari pernikahannya dengan Zaka. Namun Zaka tak pernah menampakkan diri muncul di rumah Tara. Beberapa tetangga mulai kasak kusuk, ada yang mencibir ada juga yang bersimpati pada Tara. Entahlah Tara tak pernah ambil pusing. Toh dia juga menikah bukan karena atas dasar cinta atau pun suka. Semua ia lakukan demi kebaikan dirinya juga Sofia anaknya. Kurir yang biasa mengantar paket sembako dan titipan amplop dari Zaka, baru saja sampai saat Tara baru selesai melaksanakan sholat ashar. Pria muda itu menyerahkan bungkusan plastik besar berisi sembako dan sekardus aneka snack untuk Fia. "Terimakasih, Mas," ucap Tara sambil menyunggingkan sedikit senyumnya."Baik, Bu. Saya permisi," ucap pria muda tersebut."Mas, maaf, apakah Pak Zaka sudah kembali dari Malaysia?" tanyanya tiba-tiba, entah hatinya ingin sekali tahu di mana keberadaan lelaki yang sebulan lalu menikahinya."Sudah, Bu," jawabnya lalu segera pergi dengan mengend
Baca selengkapnya
4. Malam Pertama
Suka dengan cerita ini??jangan lupa masukin dalam reading list kamu yaa😘😘dan jangan lupa juga follow akun saya, biar dapat notif saat saya apdet😘😘Selamat MembacaTara memandang langit sore dari teras rumahnya, awan beriak seakan mengejek dirinya yang terluka nestapa saat ini. Satu dua burung beterbangan dengan riang. Menambah sahdu sejuk udara sore.Tara kadang berpikir, enak kali ya jadi burung, bisa kesana kemari tanpa perlu sakit hati dan terluka dan tanpa memikirkan apa-apa. Ya Allah kenapa aku harus mengeluh? Semua yang aku jalani saat ini adalah kehendakMu. Tara bermonolog pada dirinya. Masih mematung memandang awan luas yang terang benderang warnanya, jelas sekali hari ini tidak akan turun hujan, mengingat awan beriak melambai dengan cerahnya, tidak seperti kemarin malam, cuaca gerimis sendu. Sesendu hatinya yang menatap punggung lelaki terlelap yang telah sebulan menikahinya.Flash back"Ra ...," bisik Zaka."Ya, Mas," sahut Tara
Baca selengkapnya
5. Mei Hamil
Tara menatap pintu kamarnya yang kini telah tertutup kembali, setelahnya suara mobil suaminya meninggalkan pekarangan rumah. Tara mengahapus air mata yang menetes di pipinya, semakin lama semakin deras air itu tumpah, tanpa bisa dibendungnya. Bahu bergetar tanda menahan kepedihan atas semua yang ia jalani saat ini. Ditariknya selimut bulu bermotif hello kitty menutupi tubuh polosnya. Berjalan ke kamar mandi, membersihkan semua sisa percumbuan yang menyesakkan dadanya. Setelahnya, ia kembali memakai bajunya, kembali ke peraduan sambil memeluk tubuh mungil Fia anaknya. Berharap semua kepedihan ini hanya mimpi.Seminggu berlalu, tak ada kabar lagi dari Zaka. Terakhir Zaka mengirimkan uang melalui kurir yang biasa ditunjuknya, untuk membawa Fia kontrol ke dokter asma. Tara pun menjalani hari seperti biasa mengajar anak-anak tetangga calistung di pagi dan sore hari. Sore ini ia membuat kolak pisang untuk Fia, memang semenjak menikah dengan Zaka, Tara tidak pernah lagi kekurangan u
Baca selengkapnya
6. Kepergian Tara
Sakit kepalanya belum juga hilang, malah sekarang ditambah mual. Seharian tubuhnya sangat susah untuk beranjak dari tempat tidur, bahkan untuk ke kamar mandi saja, Tara terseok-seok. Alhamdulillahnya Tara mempunyai tetangga yang peduli dan sangat perhatian. Bu Siska, tetangga samping rumah Tara, membantu Tara mengurus Fia. Bu Yosi tetangga depan Tara, membantu memasakkan makanan untuk Tara. Sungguh Tara sebenarnya tak ingin merepotkan, namun apalah daya, tubuhnya tak bisa diajak berkompromi. Sangat lemah dan selalu mual jika banyak bergerak. Tetangga Tara mengetahui sejak dua bulan kehamilan Tara, Zaka tidak pernah ke rumah Tara. Bukan dari Tara mereka mengetahuinya, melainkan dari Fia, yang saat bermain selalu terlihat sedih. Apalagi melihat ayah dari teman-temannya yang ikut bermain. Pasti Fia berujar. "Om Papa Fia sedang kelja, tidak datang lagi." Itulah yang selalu Fia katakan pada teman-temannya. Miris didengar, namun apa mau dikata, karen
Baca selengkapnya
7. Keguguran
Tara sekarang berada di rumahnya, suasana pedesaan, yang tenang dan menyejukkan. Burung-burung saling bersahutan dipagi hari, Tara menghirup udara segar yang mampu membuat tubuhnya rileks dan nyaman. Meskipun masih belum bisa mengerjakan apa pun di rumahnya, tetapi paman dan ayahnya selalu membantu dan merawatnya dengan baik. "Tara, makan dulu," ucap pamannya dari dalam rumah. Tara menoleh ke asal suara."Iya Paman." Tara masuk lalu duduk di meja makan kecil yang berada di dekat dapur. Sudah ada ubi rebus, kentang rebus dan seteko teh manis."Paman tidak makan?" Tara melihat pamannya sudah rapi mau berangkat ke kebun sawit. "Sudah tadi, saya berangkat dulu ya, kamu baik-baik di rumah, kalau perlu bantuan, hubungi saya atau kamu ke Mbok Minah, tetangga sebelah ya," pesannya sebelum iya keluar dari rumah mengendarai motor bututnya. Tara duduk bersama dengan Fia yang tengah bermain di teras bersama anak Mbok Minah, yang bernama Sekar
Baca selengkapnya
8. Dijodohkan dengan Erik
Mei hari ini sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Meski tubuhnya masih lemah, tapi Mei berusaha menguatkan dirinya sendiri, bahwa semua ini takdir yang Maha Kuasa. Mei meminta kepada Zaka, agar mengantarnya ke pemakaman, dimana, bayi mereka dikubur. Dengan cucuran air mata kesedihan Mei menatap pusara anaknya, begitu juga Zaka, tertunduk lemah, menyesal tiada guna, semua sudah terjadi. Saat ini yang terpenting, dia menghibur Mei agar tak depresi atas kehilangan bayi yang sangat lama mereka nantikan.Beep..beep..Suara ponsel Zaka berbunyi, tampak nama yang tertera pada layarnya.Papa["Hallo, Pa. Assalamualaikum.]["Wa'alaykumussalam."]["Kamu di mana Ka?"]["Di pemakaman, Pa."]["Setelah mengantar Mei, kamu ke rumah, ada yang perlu papa bicarakan." ]["Baik, Pa."]Mei menatap wajah suaminya."Papa yang telpon, katanya Mas, disuruh ke rumah, ada yang mau dibicarakan." "Ya sudah ayo, kita pul
Baca selengkapnya
9. Tara Melahirkan
Zaka sedang menatap ponselnya, mengecek beberapa pesan masuk dari teman-temannya. Iseng Zaka mencoba menghubungi nomor Tara, namun masih tak tersambung. Mendadak Zaka mules, keringat sebesar biji jagung menari-nari di kening dan lehernya. Mei yang sedang rebahan di samping Zaka, memperhatikan suaminya. "Mas, kamu kenapa?" tanya Mei khawatir, sigap Mei duduk memeriksa wajah pucat suaminya."Mules, Mei," cicitnya sambil meringis."Ya udah sana ke kamar mandi, kok malah diem aja, ntar ce*irit lho Mas." Mei mencoba sedikit bercanda."Suami sakit kok malah dibecandain, gak lucu!" ucap Zaka sebal. Mei terdiam, baru kali ini suaminya bersikap seperti ini."Maaf, Mas. Mei ambilkan minyak kayu putih ya." Dengan wajah memelas Mei memandang wajah Zaka, Zaka pun tak tega, akhirnya mengangguk. Mei beranjak dari kasur, lalu mengambil minyak kayu putih di dalam laci. Kembali pada suaminya, dan mengolesi di perut suaminya yang terasa dingin. Wajah Mei semaki
Baca selengkapnya
10. Bayi Yusuf
Selamat Membaca😘Jangan lupa follow ya😘"Masa sih? Saya ndak bicara apa-apa. Kamu salah denger kali Ra, orang setengah sadar gitu." Erik mengelak, dengan akting yang sangat bagus, sehingga Tara percaya.CceupcceeuppBayi Yusuf berdecab, tanda ingin menyusu."Sabar ya Le, kakekmu ini sedang nyetir, nanti malah nabrak kalau kamu n*nen di sini," ucapnya datar, sambil terus fokus menatap jalanan. Sedangkan Tara sudah terkekeh geli. Pamannya ini sangat cuek, dan gak asik. Bisa-bisanya bicara begitu tanpa ekspresi apapun."eeeeekk...eeekkk ...."Bayi Yusuf mulai menangis."Ya sudah, kita berhenti di warung makan depan sana. Kamu menyusui di sini, biar paman turun dulu," ucap Erik, lalu menepikan mobilnya.Mesin mobil masih menyala, Erik turun masuk ke dalam warung makan, sesekali Tara melirik ke arah pamannya. Pamannya tengah asik berbincang dengan orang-orang yang berada disana. Lima belas menit berlalu, akhirnya bayi Yusuf sudah cuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status