Semua Bab PLAYGIRL'S POTION: Bab 1 - Bab 10
10 Bab
01. Duo Basthard
Sebuah tas ransel berisi beberapa helai pakaian, perlengkapan kamar mandi dan tentu saja dompet serta map transparan berisi persyaratan administratif untuk mengikuti sebuah seleksi bertengger manis di punggung seorang gadis berusia delapan belasan. Di depan rumahnya, seorang laki-laki sebayanya telah menunggu di atas sepeda motor matic. "Bu, aku berangkat." pamitnya setelah mencium punggung tangan ibunya. "Ya, hati-hati." Balas sang ibu sambil mengelus kepala anak gadis satu-satunya. "Bas, tolong awasi dia, ya." "Siap, Tante." jawab laki-laki teman si gadis. "Assalaamu 'alaikum." ucap salam si gadis dan temannya. "Wa 'alaikum salam." jawab sang ibu. Gadis yang mengenakana jaket denim itu pun kemudian mengenakan helm dan naik ke jok belakang sepeda motor matic temannya. Di ceruk antara kemudi dan jog sepeda motor teronggok sebuah tas ransel si pengemudi alias teman si gadis. Pengemudi itu menganggukkan kepala penuh horma
Baca selengkapnya
02. Ditraktir Cewek, Why Not?
"By the way kalian berdua ambil jurusan apa?" Dhimas membuka obrolan selagi menunggu pesanannya datang. "Akuntansi" jawab Bastian setelah menyedot jus kopi. Jus kopi? Adakah? Pokoknya itu lah. "Kalau kamu, Thalia?" Dhimas mengalihkan pandangannya pada Thalia di posisi diagonal darinya. "Sama." jawab Thalia singkat sambil mengaduk-aduk jus tomat. "Kalian pacaran? Sehidup semati?" "Mana ada?!" tukas Thalia dan Bastian serempak. "Demi nurutin ortu, Kak." jawab Thalia kemudian. "Lhah, yang kuliah kamu apa orang tua kamu?" "Long story. Mending nggak usah dibahas." "Kalau kamu, Bas?" "Aku ngikutin dia." Bastian menunjuk pundak Thalia. "Bucin, nih, ceritanya?" "Nggak dengar apa tadi? Nggak ada urusannya sama cinta-cintaan. Aku cuma nggak yakin aja minatku di mana, daripada bingung ya aku ngikut dia 'aja. 'kan lumayan, kali 'aja nanti butuh contekan." "Parasit." ledek Thalia. "Mut
Baca selengkapnya
03. Terkurung
Dari kampus perguruan tinggi berlambang Ganesha, Dhimas membawa kedua tamunya ke tempat kosnya. Dhimas dan Bastian memarkir sepeda motor di garasi yang berjarak dua puluh meter dari kamar Dhimas. Dan untuk sampai ke sana ia dan kedua tamunya harus melewati beberapa kamar. Beberapa kamar sepertinya sedang ditinggalkan oleh penghuninya, terlihat dari pintu dan tirainya yang tertutup. Sedangkan kamar-kamar lain pintunya terbuka, membiarkan aktivitas di dalamnya terlihat. Tampak oleh Thalia dan Bastian ada tamu perempuan di dalam satu atau dua kamar di antaranya. Positive thinking, hanya teman yang sedang bertamu. Sepertinya itu yang duo Basthard pikirkan. Seperti halnya Thalia saat ini yang terpaksa menitipkan bawaannya di kos Dhimas. "Masuk." Dhimas mempersilahkan Bastian dan Thalia masuk setelah ia membuka pintu kamarnya yang sebelumnya terkunci. "Iya." jawab Thalia. Pandangan Thalia menyisir ke sudut-sudut kamar itu, tapi ia berusaha agar tak
Baca selengkapnya
04. Trio Sial
Dhimas memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket."Kamu punya aplikasi ojol nggak?""Ada." Thalia menjawab dengan enggan."Tolong kamu pesan ojol sekarang, kamu balik ke kos bawa kunci, bukain Bastian pintu!""Terus kamu gimana, Kak?""Nggak usah dipikirin! Yang penting sekarang Bastian nggak b***r di kamarku!" wajah Dhimas mengernyit menahan cahaya matahari agar tak semakin banyak menimpa retinanya."Oke deh, aku pesan sekarang." segera saja Thalia menuruti perkataan Dhimas. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas selempangnya dan membuka aplikasi ojek online. Tanpa ragu dipilihnya titik penjemputan sesuai lokasinya dalam peta. Namun, kemudian ia berhenti. "Kak, tujuannya mana?""Masukin aja nama tempat kosku, 'Kos Tinggal Kenangan'." instruksi singkat dari Dhimas.Thalia mengetikkan nama yang Dhimas sebutkan pada kolom tujuan. Ketemu. Dan setelahnya, Thalia membuat pesanan.Beres. Tinggal menunggu kang ojol datang.
Baca selengkapnya
05. Akhir Derita
Akhirnya pada percobaan ke-43, pintu kamar berhasil terbuka, menyisakan satu buah kunci. Langsung saja, Bastian menerobos kerumunan yang bergerombol di depan pintu kamar Dhimas."Mas, salah! Kamar mandinya bukan di sana." teriak seseorang di antara kerumunan.aBastian lupa ini bukan di tempat kosnya yang lama—kos semasa SMA.Bastian mengerem mendadak, seperti sepeda motor dengan rem cakram depan belakang, lalu langsung berbalik arah. Dan langsung tancap gas lagi. Tepat di ujung lorong, Bastian menoleh kiri-kanan, gamang membuat pilihan antara belok kiri atau kanan. Tak nampak olehnya keberadaan kamar kecil."Kanan, Mas." Teriak salah seorang di antara kerumunan di depan kamar Dhimas.Tanpa mengucapkan 'terima kasih' Bastian langsung berbelok sesuai petunjuk suara yang tadi meneriakinya. Lalu berbelok ke kanan sekali lagi. Dan tampaklah empat pintu berderet.Tapi sialnya keempat pintu tertutup."Ada orangnya nggak?" Bastian menge
Baca selengkapnya
06. Park Bo-gem
Dengan ragu, Thalia memutuskan untuk menjawab panggilan di ponselnya."Ya, halo ..., dengan siapa?" jawab Thalia dengan suara mengambang."Saya Sumaryanto, Mbak. Masih setia menunggu di luar, sampai Mbak mau menemui saya.""Sumaryanto ..." Thalia masih mencoba mencerna nama itu dalam kepalanya."Ojol, Mbak.""Lhoh, kenapa, Mas?""Mbak 'kan belum bayar, helm saya juga masih dibawa sama Mbak?""Haah?" dengan keterkejutannya, Thalia menoleh ke arah ambang pintu kamar. Dan benar saja, ada sebuah helm yang tak ia kenali menggelundung di samping pintu. "Ya Allah, sori Mas. Tadi saya buru-buru banget soalnya. Tunggu ya, Mas. Tunggu sebentar, saya keluar sekarang."Langsung saja Thalia menyambar helm dan tasnya. Kemudian berjalan cepat-cepat menuju ke luar, ke tempat di mana Sumaryanto menunggunya.Tampak oleh Thalia punggung seseorang yang mengenakan jaket hijau-hitam khas ojek online. Orang itu—Sumaryanto—tengah be
Baca selengkapnya
07. Pasangan Sempurna
Akhirnya, meski dengan sedikit ragu, Thalia memutusan untuk menyentuh tombol hijau di layar ponselnya. Tak apalah mengambil sedikit resiko berbicara dengan sang mantan yang mungkin akan menagih uang untuk membayar helm mahalnya. "Halo, selamat si ... a...l ..." Belum selesai Thalia bicara, seorang perempuan di ujung sambungan menyemburnya. Untung saja mereka tidak sedang berhadapan, bisa-bisa muka Thalia basah terguyur hujan lokal. "Hei ... dasar cewek murahan, lonte, ba*****, tukang rebut pacar orang!! Sini kalau berani, kita ketemuan, jangan main belakang!!" "Oh, mantannya Bastian?! Ngajak gelud?! Oke, aku ladenin, mau ketemuan di mana?!" Seperti api tersiram bensin, Thalia terbakar emosi. "Pertigaan kuburan kembar jam sepuluh malam. Berani nggak situ?" "Kuburan kembar ...? Kecil, Bos! Jangankan kuburan kembar, kuburan tingkat pun aku datangin! Jangankan cuma kamu,
Baca selengkapnya
08. Teror Sang Mantan
Lewat pukul sembilan malam Anita dan yang lain telah sampai kembali di kos. Dhimas langsung pulang dengan membawakan Bastian sekotak pizza ukuran sedang. Sedangkan Thalia langsung masuk ke  kamar Anita di lantai dua, ia tak ingin mengganggu Anita dan Adrian yang sedang ingin berduaan. Thalia merogoh ponsel dari dalam tas selempangnya, lalu meletakkan tas itu di salah satu kasur yang ada di kamar dan merebahkan tubuhnya di kasur itu. Ia melihat ponselnya, 21.27, waktu yang tertera di layar ponselnya. Ia menatap layar ponsel itu dengan muka cemberut, seperti selimut kusut. Seharusnya ia ada jadwal adu mulut, adu jotos dan adu jambak rambut dengan mantan pacar Bastian 33 menit lagi. Tak mungkin Thalia mau menemempuh tiga jam perjalanan hanya demi adu-adu tak berfaedah dengan mantan pacar Bastian itu. "Ssshh ..." desis Thalia kesal. Ia membayangkan betapa kesal dan marahnya setan berwujud gadis preman kuburan itu saat menyadari telah dipermainkan olehnya. Da
Baca selengkapnya
09. Mantan Posesif
"Mau kamu apa?" tanya Thalia malas, sebelah tangannya menopang dagu. Matanya mengarah pada lalu lalang orang-orang di kantin kampus. Ia sama sekali tak ingin melihat penampakan sangar di depannya.Segelas es teh yang telah bermenit-menit diabaikan telah banyak berembun, meleleh, layaknya keringat atlet badminton yang minta dilap dengan lap kanebo, saking banyaknya. Embun meleleh membasahi meja."Ayo kita balikan." Bayu memohon dengan muka dibuat memelas, sebelah tangannya meraih tangan Thalia. "Kalau helmnya sih nggak masalah. Tapi kita balikan ya."Tetapi Thalia menarik tangannya dari genggaman tangan Bayu.Nada memelas Bayu itu kontras dengan tampang sangar brewokan dan alis tebalnya. Setiap yang melihat Bayu akan berpikir bahwa ia adalah seseorang yang harus dihindari. Lebih baik jangan dekat-dekat daripada terkena masalah. Padahal itu memang benar.Thalia melipat kedua tangannya di atas meja, membuang nafas malas lalu menoleh pada Bayu "Bay, ka
Baca selengkapnya
10. Serius, Calon Mantu?
Mobil Bayu kini tengah melaju kencang di jalan tol. Zig-zag, serong ke kiri, serong ke kanan, mirip bebek angsa mata duitan. Perumpamaan yang buruk. Dan  hanya dalam dua jam perjalanan mobil itu telah turun dari tol lewat Gerbang Waru Utama. "Ini di mana?" heran Thalia sambil menatap kagum pada menara menjulang tinggi sebuah masjid yang atapnya berwarna hijau toska yang tampak di kejauhan. "Surabaya." jawab Bayu santai. "Kamu mau menculik aku?!" "Aku nggak perlu menculik kamu. Aku cuma mau kita ketemuan sama mamaku." "Mama?" "Ya. Dia mau ketemu sama calon mantu." "Bay! Bercanda jangan keterlaluan dong! Ya Allah Ya Rab, sumpah, kamu bisa bikin emakku jantungan!" "Sudahlah, Yang. Aku tahu ibu kamu nggak keberatan kalau aku sama kamu." "Turunin aku sekarang!" ancam Thalia sambil mencari wujud menara menjulang yang kini hilang dari pandangan. "Yakin?" "Ya!" ketus Thalia. "Oke." tanpa rag
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status