Semua Bab Kubuang Suami Sampah Pada Tempatnya: Bab 1 - Bab 10
31 Bab
1
Bagian 1            “Mas, aku pinjam hapemu, ya!” teriakku pada Mas Zaki saat dia baru saja masuk kamar mandi.          “Ya!” Jeritan itu membuatku segera menyambar ponsel milik Mas Zaki yang tergeletak begitu saja di atas nakas. Kebetulan, ponselku baru saja mati sebab habis daya. Sementara aku, masih ingin melanjutkan menonton video-video tutorial make up di YouTube.          Saat aku sedang memainkan ponsel Mas Zaki, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke WhatsApp-nya. Terlihat di jendela notifikasi bahwa Ibun, mertuaku, yang mengirimi pesan. Penasaran, aku langsung membuka pesan tersebut. Betapa tercengangnya diriku saat membaca pesan itu.          [Zak, tolong transferin Ibun dua juta. Sekarang.]     &
Baca selengkapnya
2
Bagian 2            “Mas, kamu marah sama aku?” tanyaku dengan suara yang pelan. Kutatap mata Mas Zaki dalam-dalam. Meskipun ada cemas yang meliputi batin, tetapi kuberanikan diri buat bertanya padanya. Marah adalah tindakan tak biasa bagi suamiku, apalagi kepada istrinya. Selama menjadi istri bahkan saat berpacaran dulu, mana pernah Mas Zaki memarahi, terlebih sampai memelototi segalak itu.          “Astaga! Tentu aku marah! Kenapa kamu lancang membalas pesan Ibun?” Mas Zaki terus membentak. Membuatku semakin tak habis pikir pada lelaki itu. Lancang, dia bilang? Bukankah jawabanku hanya berisi hal yang wajar?          “Maafkan kesalahanku, Mas. T-tapi … bukankah kita sudah tidak punya uang lagi? Maksudku uang lebih—”       &n
Baca selengkapnya
3
Bagian 3            Tanganku semakin tremor usai menampar wajah Mas Zaki. Pria itu terhenyak dan bergeming selepas mendapatkan pukulan dariku. Untuk beberapa detik, kami saling membisu dengan perasaan masing-masing. Aku dengan ketakutan dan hati yang makin sakit, Mas Zaki dengan entah apa yang dia sembunyikan dalam kalbunya. Yang jelas, pria itu seperti tersentak tak percaya dengan sikapku yang begitu agresif kali ini.          Mas Zaki akhirnya pergi meninggalkanku sendirian di kamar lagi. Kali ini lebih lama. Setelah berjam-jam, dia bahkan tak masuk meski suara isak tangisku terdengar keras dari dalam sini. Entah ke mana perginya suamiku. Bahkan dia tak mengucapkan sepatah kata pun saat berlalu. Marahkah dia dengan tamparanku tadi?Memang, aku rasanya sedikit menyesal karena telah melakukannya pada Mas Zaki. Namun, seharusnya sebagai laki-laki Mas Zakilah yang
Baca selengkapnya
4
Bagian 4            “Ven, aku minta maaf. Sumpah demi Allah, aku tidak bermaksud untuk ngomong begitu ke kamu. Aku khilaf, Ven!”          Glek! Demi Allah, katanya. Bayangkan, dia rela menggadaikan nama Tuhan demi menyelamatkan diri. Suamiku, di mana dirimu yang dahulu kukenal? Mengapa dalam semalam saja kamu bisa berubah sedrastis ini? Inikah wujud asli yang selama kita saling kenal susah payah kau sembunyikan?          “Cukup, Mas! Kamu bermaksud begitu pun aku tidak apa-apa, kok! Semuanya sudah jelas. Mulai dari sikap Ibun yang selama ini hanya palsu, kakak dan adikmu yang kukira baik pun ikut-ikutan mencaci makiku lewat status WA, dan sifat aslimu yang kasar pun akhirnya juga ikut terkuak!”          Mas Zaki sontak melepaskan pelukan era
Baca selengkapnya
5
Bagian 5            “Ven … kamu dengar kan, ucapan Ibun?” Mas Zaki bertanya dengan mata yang masih berlinang dan bibir gemetar. Pria itu mengacungkan ponselnya ke arahku, tetapi aku bergeming. Diam saja sembari bersedekap acuh tak acuh. Tak akan aku percaya lagi. Sudah cukup. Aku tak sebodoh yang kalian pikir.          “Zak, Ibun ke sana, ya? Ibun bawa mbakmu sekalian. Supaya semuanya jelas. Ibun nggak mau Venda salah paham. Ibun inginnya kalian akur sampai maut memisahkan.”          Omong kosong! Statusmu jelas-jelas ingin menghancurkan rumah tangga kami. Mengapa tiba-tiba jadi berlagak pilon dan bersikap selayaknya malaikat begini?          “Iya, Bun. Zaki dan Venda tunggu di rumah. Ibun sama Mbak Lala hati-hati, ya. Maaf, jad
Baca selengkapnya
6
Bagian 6          “Alrik?” lirihku dengan gerak tubuh yang canggung.          “Sudah lama sekali!” Lelaki itu berseru dengan binar mata yang tak percaya. Kenapa harus bertemu dengan dia di saat begini, sih? Bikin moodku semakin payah saja!          “Iya, sudah lama. Silakan duduk.” Tawarku kagok. Pria berkulit putih bersih dengan tubuh yang atletis itu pun mengangguk. Senyumannya tampak lebar sekali, hingga geligi rapinya terlihat. Mau tak mau, aku yang belum mandi dan bau asem ini harus duduk berhadapan dengan seorang pria klimis metroseksual yang bahkan harumnya bisa tercium dari jarak beberapa meter. Astaga, betapa doublenya kesialanku hari ini.          “Kenapa tidak pernah muncul di grup SMP? Aku cari-cari namamu pun tidak ada d
Baca selengkapnya
7
BAGIAN 7              Main rapi, Ven, main cantik! Jangan gegabah, jangan grasa-grusu. Santai, tenang, jangan mudah tersulut emosi. Begitulah kalimat-kalimat afirmasi positif yang kuucap dalam batin. Melawan orang munafik berkepala dua, haruslah hati-hati. Aku tidak boleh salah langkah. Sedikit saja terpeleset, akulah yang jadi mangsa mereka.              “Aku di luar,” sahutku santai pada Ibun meski hati ini seperti sedang dikruwes-kruwes dengan garpu. Awas kau nenek lampir. Suatu hari nanti, pasti akan kena batunya juga.              “Di luar mana, Sayang? Pulang ke rumah suamimu dulu, ya? kita harus bicarakan baik-baik semuanya—”              Agak panas hatiku, la
Baca selengkapnya
8
BAGIAN 8               “Venda, Ibun minta maaf, Nak! Ibun yang salah. Kamu jangan mendiamkan kami begini seolah masalah kita tidak bisa diperbaiki!”              Aku yang baru saja tiba di depan pintu kamar, tiba-tiba ditarik pelan tanganku oleh Ibun. Perempuan paruh baya yang masih terlihat aura kecantikannya itu ternyata menyusulku dari belakang. Kutengok lagi ke depan sana, ada Mas Zaki yang mencoba menahan Mbak Lala supaya tidak mendekat ke arah kami. Mbak Lala yang berapi-api. Dia seakan ingin meledak melihat kelakuanku. Kenapa juga dia yang kebakaran jenggot?              “Bun, sudahlah! Ayo, kita pulang! Venda nggak bisa menghargai Ibun!” pekik Mbak Lala sambil sekuat tenaga berusaha menepis genggaman erat di tangannya. Mas
Baca selengkapnya
9
BAGIAN 9POV AUTHOR               “Keterlaluan Venda! Bisa-bisanya dia sekasar itu! Di mana rasa takut dan patuhnya? Siapa yang sudah merasukinya sampai berubah begini?” Zaki sibuk bertanya-tanya dengan gumaman ketika dia keluar dari kamar. Pipinya terasa begitu perih usai ditampar oleh sang istri untuk pertama kalinya. Venda yang selama ini dipandangnya sebagai wanita lugu, ternyata diam-diam menyimpan kebuasan. Zaki tentu terperanjat dan kaget. Ada sedikit ketakutan di hatinya. Dia mulai resah sekarang. Jangan-jangan, Venda akan berani meninggalkannya kelak? Dia tak yakin apakah bisa hidup apabila tanpa wanita royal pemurah itu. Sedangkan, tuntutan hidupnya sangat tinggi. Lebih tepatnya, tuntutan dari Ibun.              Pria berkulit eksotis dengan tampang yang lumayan itu berjalan gusar menuju teras. Dia
Baca selengkapnya
10
BAGIAN 10POV AUTHOR               Zaki yang kepepet, mau tak mau mengambil jalan pintas yang tak pernah terbesit di otak sebelum-sebelumnya. Dia merasa telah kalah malam ini. Kalah dari semua orang. Zaki menyerah. Pria itu lebih memilih hilang harga dirinya, ketimbang harus bermasalah dengan sang istri terus-menerus. Bagaimanapun, lelaki berwajah tampan khas Indonesia itu sangat takut kehilangan Venda.              [Selamat malam, Bu. Maaf aku mengganggu malam-malam.]              Begitulah pesan yang Zaki kirimkan kepada seorang perempuan. Bukan sembarang perempuan, pastinya. Seorang janda dengan tiga orang anak dan punya jabatan yang tak main-main di bank. Kepala cabang. Bukan hal yang sembarangan, bukan?     &nb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status