All Chapters of Menikahi Pria (tak) Sempurna : Chapter 1 - Chapter 10
130 Chapters
Part 1 Gadis Bernama Kamalia
 "Aku tidak tertarik denganmu. Kenapa kamu yang kemari? Pulanglah! Aku ingin kakakmu yang ke sini," ucap seorang pria yang duduk di kursi putarnya sambil menghisap rokok. Kedua kakinya masih bersepatu terjulur di atas meja kerja yang penuh tumpukan kertas. "Aku saja. Jangan kakakku, dua hari lagi dia menikah," jawab Kamalia tenang meski dihujani tatapan tajam pria bermata elang itu. Pria bernama Devin tersenyum sinis. "Apa peduliku dia mau menikah atau tidak. Suruh dia kemari. Pamanmu telah berjanji padaku, kalau Eva yang akan membayar hutang-hutang lelaki tak berguna itu." "Hati-hati bicara tentang Pamanku." Devin tertawa lepas, hingga tubuhnya terguncang. "Untuk apa kau membelanya, mana ada paman baik yang menumbalkan keponakannya untuk membayar hutang. Demi bisa mencicipi tubuh para pel*c*r jalanan itu, dia merelakan kalian menjadi budak pria lain." 
Read more
Part 2 Siapa gadis itu, Dev?
 [Naik ke ruang kerjaku, Kamalia.] Sebuah pesan masuk dari Devin. Kamalia yang duduk di kursi kamar segera berdiri. Setelah mengikat rambut asal-asalan dia keluar kamar. Diketuknya pintu kamar yang tertutup. "Masuk." Suara Devin dari dalam. "Bereskan semua kertas-kertas ini. Masukkan ke folder sesuai jenis file. Tidak perlu kuajari tentu kamu sudah tahu," kata Devin yang sudah berpakaian rapi di belakang meja kerjanya. Harum parfum mahal mengejek penciuman Kamalia. "Ya." "Bereskan secepat yang kamu bisa." Kamalia mengangguk. "Makan malam dulu kalau belum makan. Aku tidak mau mendengar pekerjaku sakit dan bikin repot." Setelah berkata demikian Devin melangkah keluar, tapi berhenti di ambang pintu. "Di kotak P3K tersedia vitamin yang bisa kamu konsumsi setiap hari. Tanyakan itu pada Sum
Read more
Part 3 Kedatangan Ben Sepagi Itu
 "Makanlah, Lia. Pagi tadi kamu hanya sarapan sedikit karena terburu-buru." Sumi menggeser piring porselen yang penuh nasi dan lauk.  "Apa Ibu belum pulang?"  Sumi menggeleng. Mereka bicara sangat lirih agar tidak terdengar dari luar. "Belum. Beliau masih di paviliun. Tuan sudah pergi ke perkebunan." "Dia pasti akan memarahiku. Aku tidak membalas semua pesannya karena ponsel sedang aku charge. Apalagi sekarang  ponsel itu tertinggal di kamar bawah." "Nanti aku ambilkan." "Terima kasih, ya." Sumi mengangguk. "Makanlah, cepat." Kamalia meraih piring dan makan dengan lahap. Ia memang lapar dan haus. Apalagi habis setrika baju cukup bayak.  "Ini baju mahal semua, Lia," kata Sumi sambil meraba sebuah kemeja warna dark blue. "Iya. Harga celana dalamn
Read more
Part 4 Resah
 "Kamu sakit, Dev?" tanya Bu Rahma setelah melihat nampan di nakas yang berisi roti bakar dan Paracetamol. Disentuhnya kening sang putra yang tidur terlentang. "Panas banget badanmu. Biar di antar Pak Karyo pergi ke dokter." "Tidak usah, Ma. Habis minum obat juga baikan." "Ya, udah. Buruan sarapan terus minum obat. Adekmu datang tadi malam." "Udah ketemu tadi." Bu Rahma melangkah dan membuka jendela kaca, hawa segar menyerbu masuk. Kabut masih tebal di luar. Diperhatikannya setiap jengkal kamar Devin. Selama ini memang jarang masuk kamar putranya. Setiap datang selalu fokus pada putrinya di paviliun. "Mama hari ini pulang. Biar adikmu yang di sini. Dia libur sampai Senin nanti." Wanita anggun itu duduk di sebelah Devin yang sedang makan roti bakar. "Kamu ingat Ninis, nggak? Putrinya Bu Wini. Seminggu yang
Read more
Part 5 Kesepakatan
 "Kamu tulis apa yang kurang untuk menyimpan dokumen. Sepertinya butuh satu filing cabinet lagi." Devin berkata sambil menyodorkan kertas dan pulpen ke hadapan Kamalia. "Besok ada pekerja kebun yang akan turun ke kota untuk belanja." Kamalia menarik kursi di dekatnya, kemudian duduk. Memperhatikan sekeliling lantas mencatat apa yang dibutuhkan. "Aku akan memberikan uang bulanan buatmu, yang bisa kamu pakai untuk membeli kebutuhan pribadi." "Bukankah aku kerja di sini untuk membayar hutang?" "Ada perhitungan untuk itu. Tenang saja Tony akan merinci secara detail. Kamu tidak akan rugi. Jika aku tidak memberimu uang, bagaimana kamu akan membeli kebutuhanmu?" Kamalia tercenung memandang pria di depannya. Pria ini baik juga, sikapnya tidak seperti pertama kali bertemu. Meski sorot dingin dari tatapan matanya masih sama. "Catat sem
Read more
Part 6 Kesepakatan II
 Devin sudah masuk ke mobil Hilux. Kamalia membuka pintu belakang dan duduk tepat di belakang pria itu. Mobil meluncur, menuruni jalan berkelok yang kanan kirinya tanaman teh. Di kejauhan para pemetik teh memperhatikan kendaraan sang majikan. Dari spion tengah Devin memperhatikan Kamalia yang menatap samping jalan. Wajah itu ... ah, sudahlah! Kendaraan telah keluar dari perkebunan. Kemudian melewati jalan menanjak di tengah hutan pinus. Tampak ada beberapa orang sedang menoreh. Konon getah pinus itu untuk campuran bahan sabun mandi. Jalanan kembali menurun dan memasuki kampung penduduk. Kamalia ingat pulang. Pulang di bangunan kecil samping rumah sang paman, yang disediakan untuk tempat tinggalnya dan Eva. Pasti ruangan itu kosong sekarang. Devin menepikan mobilnya di depan sebuah warung berdinding bambu khas pedesaan. Namun terlihat klasik dan nyaman. 
Read more
Part 7 Sambutan Seorang Ibu
 Bu Rahma gembira karena putranya sudah datang. Ia berhenti sejenak di depan pintu. Heran karena selain sepatu Devin, ada sneakers perempuan warna putih. "Assalamu'alaikum." Bu Rahma mengucapkan salam dengan suara lembut. "Wa'alaikumsalam," jawab Devin dan Kamalia hampir bersamaan. Senyum ramah terukir untuk Kamalia yang mengangguk hormat. Devin menyalami dan mencium tangan sang mama. Diikuti Kamalia. "Saya Kamalia, Tante." Bu Rahma mengangguk. Wajah itu seperti tidak asing. Seperti baru kemarin bertemu. "Ayo, diminum tehnya." Bu Rahma mempersilakan sambil duduk di sofa depan mereka. "Terima kasih, Tante." Kesan pertama bertemu Bu Rahma sangat baik. Tidak seperti bayangannya tadi. Meski rasa gelisah masih merajai hati. "Sudah lama sampai?" "Lumayan, Ma."&n
Read more
Part 8 Tuan, masih hidup, 'kan?
 [Tuan, masih hidup, 'kan?] Hanya dibaca. [Tuan Dev yang terhormat, jangan dibaca saja. Tolong di jawab.] Kamalia menghela napas sebal. Di layar titik-titik itu bergerak. Pertanda di sana sedang mengetik balasan. [Jangan panggil Tuan. Panggil Mas dihadapan Mama. Oke, aku minta maaf untuk yang tadi. Kesepakatan tetap dilanjutkan.] Kamalia meletakkan ponsel di sebelah bantal. Ia merasa sudah masuk perangkap. Mau mundur ia juga ragu, sampai kapan bisa bertahan untuk membayar hutang itu. Apa benar ia mau menua sia-sia. Jika ia menyetujui keinginan Devin, paling tidak ia akan bertahan dua tahun saja. Setelah itu akan bebas. Meski berstatus janda. Akan tetapi, benarkah Devin bukan lelaki sempurna? Kenapa ia ragu. Pria segagah itu, sehat, dan keren, apa mungkin .... Oh, tidak-tidak. Yang penting dia sudah berjan
Read more
Part 9 Nyonya Dev
 "Alhamdulillah, kamu datang, Lia. Mbak nungguin kabar darimu. Mbak khawatir? Kamu nggak apa-apa, 'kan?" Eva memberondong adiknya dengan kata-kata. Wanita itu mengajak sang adik duduk di balai-balai dapur. Dengan ujung jilbabnya ia menyusut air mata. "Lihatlah, aku baik-baik saja. Maaf kalau tidak sempat nelepon. Acara nikahannya lancar, 'kan Mbak?" "Alhamdulillah, lancar. Ibu bolak-balik nanya tentang kamu." "Oh ya, ibu dan Mas Ragil mana? Kok enggak nampak." Rumah memang sepi. "Mas Ragil nganter ibu belanja bahan-bahan roti ke pasar. Habisnya ada yang pesen  dadakan tadi. Kalau bapak masih di sawah." Kamalia mengangguk sambil memperhatikan sekeliling. Kakaknya terlihat lebih segar setelah menikah. Pastilah, karena ada yang menjaga dan memperhatikan. Tidak perlu was-was lagi. "Siapa kerabat kita yan
Read more
Part 10 Pria Masa Lalu
 Habis salat Maghrib Kamalia membantu Sumi dan Mbok Darmi menyiapkan makan malam. Beberapa nampan kayu telah siap di antar ke paviliun depan. "Kamu tunggu saja di sini, sebentar lagi calon suamimu akan turun. Temani, ya. Aku sama Mbok Darmi mau ngantar makan malam ke depan," bisik Sumi setengah menggodanya. Kamalia tidak menjawab, ia hanya memandang Sumi dengan rasa tak nyaman. Sebagai orang yang lebih tua, Mbok Darmi menangkap ada rahasia di antara Kamalia dan Tuannya. Entah itu apa. "Si mbok ngantar ke depan dulu, Lia," pamit Mbok Darmi sambil membawa nampan kayu diikuti Sumi. Kamalia menjawab dengan anggukan kepala. Devin turun dan mendekati Kamalia di ruang makan. "Kamu ikut aku keluar. Mama sudah menelepon sebuah butik untuk mengurus baju pengantinmu. Awal bulan depan kita menikah, acara lamaran dan akad nikah akan dilaksanakan dalam waktu yang sama. Pagi lamara
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status