All Chapters of Ranjang Suami yang Terbagi: Chapter 1 - Chapter 10
90 Chapters
Bab 1
"Kapan mereka akan selesai bermesraan di sana?" keluh Vania gelisah karena melihat Rendi dan Karin yang masih bicara di dekat pintu. Bukan apa-apa, tapi wanita itu ingin segera pergi ke kantor. Dari balik bahu, ia melirik jam dinding sambil menggerutu."Sepertinya, aku akan terlambat," gumamnya pelan.Ekor mata Vania masih belum lepas menatap mereka yang masih asyik saling menatap di sana. Dengan senyum tipis, Karin merapikan dasi di leher Rendi. Membuat dada Vania terasa sesak.Kembali, Vania melirik jam di dinding. Seharusnya, ia sudah berangkat sejak sepuluh menit yang lalu. Jika ia terus menunggu, bukan tak mungkin dirinya bisa telat untuk rapat bulanan pagi ini.Sengaja, Vania mengetuk ujung sepatu yang dipakainya agar menimbulkan suara. Untung saja, usahanya berhasil. Akhirnya pasangan suami istri itu sekarang menoleh padanya."Ehem ... Kau mau pergi, Vania?" sapa Rendi datar. Berbeda dengan tatapan yang dia berikan pada istri pertamanya."Iya, mas. Maaf, aku pergi dulu. Mbak Ka
Read more
Bab 2
Kini Vania telah kembali ke rumah. Dia menghela nafas panjang ketika melihat Rendi melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dengan cepat, ia memalingkan wajahnya segera ke cermin. Gadis itu malas jika nantinya kedatangan sang suami ke kamarnya, akan berakhir dengan sebuah pertengkaran.Selalu itu yang terjadi, tiga bulan pernikahan ini, ia jalani dengan hambar tanpa adanya kemesraan di antara mereka. Vania mengakui bahwa setelah menikah, ada getar yang terasa jika melihat lelaki itu. Namun, tak pernah ia tunjukkan. Vania menahan diri karena menyadari posisi dirinya.Tuhan, salahkah jika ia mulai memiliki rasa pada suaminya sendiri?Seminggu setelah pernikahan, banyak sekali Vania mendengar orang- orang yang menghujat, memaki, dan mengutuk dirinya, bahkan julukan sebagai pelakor pun disematkan padanya. Tapi, tahukah mereka jika hatinya juga sangat tersiksa dengan pernikahan ini?Sungguh, menerima pernikahan ini seperti buah simalakama bagi Vania. Jika bukan karena bapak dan ibu ... siapa ya
Read more
Bab 3
"Vania!" Suara Rendi sedikit berintonasi.Vania menoleh dan menatapnya tajam, bukan karena ingin membangkang ataupun tidak menghargai suaminya sebagai pemimpin di keluarga ini, tapi ia sudah memikirkan baik-baik keputusannya untuk keluar dari rumah ini. Terlalu lama berada disekitar mereka membuatnya gerah. Vania tak akan mampu selamanya menutup mata melihat kemesraan mereka dan juga tatapan kesedihan yang selalu diperlihatkan Karin kepadanya.Dan terlebih juga pada perasaannya. sendiri. Vania takut jika perasaan cintanya akan semakin besar pada Rendi, nantinya akan membuat dirinya sulit untuk melepaskan diri dari pernikahan yang tak sehat ini. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah mencari cara agar bisa segera terlepas dari belenggu pernikahan yang menyakitkan ini."Mama tidak akan suka mendengarnya." Rendi mencoba mencegah.Vania menunduk sambil tersenyum getir."Mas, aku akan menjelaskannya pada mama. Jadi kau tak perlu khawatir.""Vania, pikirkan dulu." Karin menatap lembut padany
Read more
Bab 4
"Mbak bolehkah aku bicara sebentar denganmu?" Tanya Vania suatu sore ketika melihat Karin, kakak madunya itu sedang asyik berkebun di samping rumah."Bicara saja, Vania." Jawab Karin lembut.Vania menghela nafas, melihat pembawaan Karin yang begitu lembut dan tenang. Membuat ia kadang tak mampu untuk berkata kasar padanya."Mengapa mbak mengizinkan Mas Rendi menikah lagi? Jika pada akhirnya Mbak dan Mas Rendi juga akan terluka?" Hati hati Vania mengucapkannya.Karin tersenyum dan meletakkan sebuah pot berisi bunga mawar yang baru saja di rapikannya. Matanya kini menatap teduh pada gadis di hadapannya. Sebuah tatapan yang membuat dada Vania terasa sesak."Aku tidak sempurna, Vania! Aku tidak bisa memberikan seorang cucu untuk mama dan papa. Kau sendiri tahu, jika Mas Rendi adalah putra mereka satu-satunya. Aku sungguh egois dan merasa bersalah jika tak ada seorang bayi yang akan meneruskan nama keluarga Atmadja.""Tapi, apakah harus dengan cara seperti ini? Meminta Mas Rendi menikah la
Read more
Bab 5
"Ini," ucap Delia, rekan kerja Vania sambil meletakkan setumpuk map dihadapannya."Banyak amat," keluh Vania cemberut."Tahu tuh si nenek sihir, katanya semua ini harus selesai sebelum makan siang besok!""Besok?" Protes Vania tak percaya."Iya!" Delia menegaskan."Nenek sihir itu memaksaku lembur hari ini." Vania mendengkus kesal.Delia mengendikkan bahunya, mendengar keluhan Vania."Sepertinya begitu, baby." Balas Delia setengah berbisik."Kau protes saja pada nenek sihir itu." Lanjut Delia sambil melirik ruangan manager yang berada tak jauh dari meja kerja mereka.Vania menggeleng lemah. Ia sudah bisa membayangkan apa jawaban Bu Maria, Sang manager, jika ia nekad mengajukan protes. Wajah masam diperlihatkannya ketika melihat kembali tumpukan map setinggi dua puluh centimeter itu."Aku mau pesan makan siang, kau mau nitip nggak?" Tanya Delia sambil menatap layar ponselnya."Pesankan aku mie ayam Pak Amien saja.""Ok." Delia menyahut lalu mengetik pesan di ponselnya."Minumnya apa?"
Read more
Bab 6
Suara ketukan pintu terdengar begitu Vania keluar dari kamar mandi, harum lavender menguar di kamarnya. Untuk sesaat ia terpaku begitu mendengar suara yang terdengar bersamaan dengan ketukan pintu untuk yang kedua kalinya."Vania, bisakah kau buka pintunya sebentar?" ***Masih dengan kimono mandi yang dipakainya, Vania melangkah ke arah pintu. Sesaat ia memejamkan mata, lalu menghela nafas panjang.Aroma maskulin langsung tercium begitu pintu kamarnya terbuka. Tampak disana berdiri seorang pria yang langsung menatapnya dengan manik obsidiannya yang gelap."Ada apa mas?" Tanya Vania datar dengan sorot matanya yang dingin."Aku ingin bicara sebentar padamu, Vania?" "Masuklah."Tangan Vania membuka lebar pintunya Lalu membalikkan badan mencoba menghindar dari tatapan mata Rendi yang membuatnya tak nyaman.Vania memilih duduk di kursi meja riasnya, sementara Rendi berdiri tak jauh dari ranjang. Untuk sesaat Vania merasa begitu canggung kala melihat sosok tegap dan atletis tengah berdiri
Read more
Bab 7
Karin menatap pantulan dirinya di cermin, memandang wajahnya sambil menghela nafas panjang.Menyetujui pernikahan kedua suaminya mungkin adalah keputusan yang sangat bodoh dan konyol dalam pandangan orang lain. Berbagi raga suami dengan wanita lain bukanlah hal yang mudah. Banyak yang harus dikorbankan. Itulah yang sedang dirasakannya sekarang.Tak ada yang bisa ia lakukan selain menerima keadaan ini. Karin juga menyadari ketidak-sempurnaan dirinya. Berkali kali ia menekan perasaan cinta dan harga dirinya, namun, hal itu tak semudah membalik telapak tangan untuk dilakukan. Air mata rasanya sudah habis tercurah dan mengering. Memiliki seorang madu yang begitu cantik dengan menarik, tak pelak membuat Karin selalu menekan rasa cemburu dan ego. Ia sadar karena cepat atau lambat hal ini akan terjadi.Karin menarik perlahan sebuah buku bersampul kulit sintetis dari laci meja riasnya yang paling bawah. Sebuah foto yang berada dalam buku itu terjatuh ketika ia memiringkan lembaran kertas dal
Read more
Bab 8
Karin tersenyum tipis mendengar ucapan Vania. Membuat Vania semakin sulit mengartikan sikap kakak madunya itu."Kau salah Vania. Aku tidak sebaik yang kau kira."***"Apa maksudnya?" Mata Vania menyipit."Kau akan tahu suatu saat nanti, jika kau ingin bertanya apakah aku cemburu atau sakit hati. Maka jawabannya adalah iya. Aku begitu cemburu denganmu Vania. Bahkan rasanya ingin mencekik leher atau mencakar wajahmu." Tatapan mata yang menghujam dapat dirasakan Vania. Membuat gadis itu menaikkan salah satu sudut bibirnya. "Ada lagi yang ingin kau katakan?" Pertanyaan Karin hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Vania. Melihat Vania bungkam, Karin membalikkan badan bermaksud meninggalkan kamar Vania."Aku tahu apa yang kulakukan, Vania." Ucap Karin sebelum menutup pintunya.Vania masih berdiri terpaku. Helaan nafas panjang terdengar, ia berusaha mencerna sikap dan ucapan Karin barusan. Vania bisa melihat ada kesakitan yang tak terlihat dari setiap kalimat yang diucapkannya tadi.Se
Read more
Bab 9
"Vania, apa kabar?"Seorang lelaki dengan senyum terbaiknya telah berdiri sambil mengulurkan tangannya di hadapan mereka. Seketika membuat Vania gugup. Kekhawatirannya menjadi kenyataan karena mantan kekasih yang ingin dihindarinya kini telah berdiri dihadapannya.Sambil mengulas senyum tipis, Vania menjawabnya, tanpa ia sadari jika ada sepasang mata dengan sorot mata yang dingin kini tengah mengawasinya****"Kudengar kau sudah menikah?" Gio berbasa-basi."Iya, aku sudah menikah." Jawab Vania cepat.Pandangan mata Gio begitu intens memandang gadis yang berdiri dihadapannya. Membuat Vania seketika mengalihkankan pandangannya.Untuk sesaat Vania merasa sesak dan tidak nyaman, karena pandangan mata Gio yang seakan ingin mengulitinya. Untung saja, Lila membuka suara, membicarakan hal lain dan mengalihkan tatapan Gio yang sedari tadi menatap intens ke wajah Vania.Suasana canggung menyelimuti. Meski dulu mereka berdua pernah memiliki hubungan asmara, entah mengapa malam ini Vania merasa s
Read more
Bab 10
"Vania, kau ada masalah?" Kembali Karin bertanya."Yah, aku memang ada masalah, mbak. Dan masalahku ada pada kalian berdua!" Ketus Vania lalu menggeser kursinya. ***Delikan tajam diterima Vania dari Rendi, namun tak begitu ia pedulikan. Vania menegakkan punggung dan kepalanya seakan ingin menantang.Vania tahu sikapnya di meja makan ini akan berakhir dengan pertengkaran. Bukan maksudnya untuk memancing keributan atau mengundang kemarahan pasangan suami istri dihadapannya itu. Tapi, ia lelah melihat hal yang sama setiap pagi, berulang-ulang. Ditambah dengan kekesalannya semalam.Sebenarnya, Vania juga tidak mengerti. Mengapa beberapa hari ini emosinya seakan tidak stabil. Harusnya ia senang dengan sikap Rendi yang acuh, itu artinya memudahkan dirinya untuk bisa segera melupakan lelaki itu jika kelak mereka berpisah.Mungkin saja karena rasa cemburu dihatinya, itulah yang dipikirkan Vania saat ini.Sekuat tenaga ia berusaha menepis perasaan cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Sudah
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status