LALI

LALI

Oleh:  Senja Maharani  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
31Bab
4.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

“Lupakan aku, sih.” “Maaf, aku tidak bisa menjaga hatiku hanya buat kamu,” Suaranya serak menahan tangis meski sebenarnya ia tidak ingin mengakhiri hubungan yang selama ini ia jaga. “Jadi setelah dua tahun aku menunggu Kang Harun kembali, ini balasan yang Kang Harun berikan?" Asih menangis tersedu. Ia sungguh tidak menyangka bahwa usahanya menjemput Harun setiap hari di stasiun selama ini akan sia-sia semata. Harun hanya menunduk menyembunyikan kebohongan yang ia berikan untuk Asih. Ia tidak bisa melihat perempuan yang ia sayangi terluka. Ingin sekali ia memaki dirinya sendiri karena tidak bisa membahagiakan orang terkasih. “Menikahlah dengan pilihan Emak,” Harun segera bangkit dan meninggalkan Asih. Hatinya semakin terluka menyadari keadaan yang tidak berpihak padanya. Lalu, apakah Asih akan menerima permintaan Harun begitu saja?

Lihat lebih banyak
LALI Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Nona_happy
wah kak, menginspirasi. perjuangan cinta sejati neh. up yg banyak ka.
2021-09-27 08:50:19
0
user avatar
Eneng Susanti
Bagus, Kak. Cerita yang lain dari biasa. Semangat, Kakak. Salam dari Khair dan Khaira
2021-09-19 17:19:08
0
user avatar
Senja Maharani
terima kasih, Kak 🙏
2021-07-19 09:54:57
0
user avatar
Skavivi
semangat berkarya kak.
2021-07-04 22:53:36
0
31 Bab
Perpustakaan Tengah Kota
Harun masih duduk di sini, di sudut ruangan perpustakaan tengah kota ketika ingatan itu membuyarkan konsentrasi. Masih begitu tampak jelas bagaimana wajah Asih kala itu. Di seberang jalan yang penuh dengan debu dan kerikil yang siap menusuk setiap kaki yang telanjang. Wajahnya begitu sendu. Kesedihan tampak jelas di sana ketika gadis itu melepas pergi sang kekasih. Air dari sumber cahaya matanya yang begitu bening memang tidak menetes atau mengotori wajah yang begitu teduh dan asih. Rambut hitam yang di ikat satu di belakang bak ekor kuda membuat lehernya tampak begitu jenjang dan menambah paras ayu. Ketika itulah Harun pergi meninggalkan kekasihnya dan juga desa yang selama ini menjadi tempatnya bercengkrama, mengadu akan pedihnya kehidupan.Suasana ruangan yang begitu luas di lantai satu ini sepi. Tak ada orang yang bercakap-cakap atau bahkan tertawa. Mereka sibuk dengan buku yang ada di depannya. Begitu khusyuk. Dari balik jendela yang setiap hari selalu bersih Harun mengu
Baca selengkapnya
Stasiun Tua Tengah Kota
Asih, gadis desa "Wisata Jeglongan Sewu" itu masih saja setiap hari mendatangi stasiun tengah kota. Dari kejauhan yang selalu menjadi tempat langganannya, ia memandang sayu tempat bagi orang-orang yang melepas atau mengikat tali rindu di leher, seperti dia dan dengan sejuta harap, pemuda yang dicintai selama ini tiba-tiba datang dari kota setelah sekian lama menuntut penghidupan yang layak. Apa kamu tak ingat aku sekalipun, Kang? Pertanyaan yang selalu sama dan selalu sama pula, tak ada jawaban untuknya. Seperti hari-hari berat yang selama ini ia lalui, pulang dengan tangan kosong setelah puas memandangi stasiun tua tengah kota yang suhunya kian memanas setiap hari. Berbekal sepeda biru kesayangan, selalu setia menemani kemanapun langkahnya.Langkah kian langkah membawa gadis desa itu semakin menjauh dari tempat langganan. Namun bukan Asih namanya jika ia patah semangat. Setatus perawan tua yang kini diberikan oleh tetangganya diterima dengan baik. Ia begitu
Baca selengkapnya
Kue Semprong
Hari demi hari dilalui Asih seperti biasa. Setiap pagi, ia selalu menyempatkan waktu untuk mendatangi stasiun. Masih dengan penuh harap, Harun kembali untuknya. Orang-orang di sekeliling mulai mengatakan, ia mulai tak waras. Namun, hanya karena mengharapkan kehadiran seseorang yang telah lama pergi padahal ia berjanji akan kembali di katakan tak waras? Rasanya sungguh aneh. Pikirnya.            Gadis itu mengabaikan kasak-kusuk tetangga dan saudaranya. Mengapa ia tak kunjung menikah? Apa yang ia tunggu? Harun yang jelas-jelas tak kunjung pulang atau bahkan sudah mengingkari janjinya. Tapi dengan kesungguhan hati ia percaya bahwa Harun akan menepati janji. Meski entah kapan waktu itu tiba.“Nduk, ambilkan pisang Raja di rumah Bu Carik, ya?” Suara emak membuyarkan lamunan. Ia mengangguk lalu beranjak dari duduk. Tak banyak bicara. Namun masih bersikap wajar. Diambil se
Baca selengkapnya
Api Abadi
Angin semilir menarikan rambut panjang anak gadis Mak Ram. Sesekali mengganggu lamunan. Ia menyibakkan rambut yang terlepas dari ikatan dan mencoba bergelayutan manja di wajahnya. Ia duduk di teras rumah. Menikmati suasana sore yang indah. Di depan rumah yang terbuat dari anyaman bambu milik Mak Ram terdapat taman bambu yang menyejukkan suasana. Suara kemeratak dari bambu yang saling bergesekan karena angin menarikan batangnya menambah syahdu suasana. Setiap sore, gadis itu menikmati pemberian Tuhan.            Sesekali gadis itu tersenyum. Mata indah milik Asih menerawang jauh ke awang-awang. Kakinya menari, maju mundur di angkul-angkul kursi panjang. Tangannya meremas-remas rok panjang yang ia kenakan.            “Nduk, sudah selesai ngepack ledrenya?” Suara emak membuyarkan lamunan. Asih sedikit kece
Baca selengkapnya
Bengawan Solo
Suasana perkampungan itu begitu terasa. Di sana emak-emak hilir mudik mencari sayuran. Bukan dari warung atau dari pasar. Tetapi meminta dari tetangga. Begitulah kehidupan di desa, tempat tinggal Harun. Saling membantu. Tak terkecuali dalam urusan dapur. Pengen masak sayur apa yang di miliki tetangga, boleh diminta. Tinggal metik setelah dapat ijin dari si pemilik.“Run, bapakmu udah berangkat to?” logat bahasa jawa timuran paling barat melekat pada perempuan dengan rambut panjangnya yang di gelung kecil di kepala seperti khas gelungan di era Majapahit menanyakan perihal suami pada anak sulungnya.“Sudah mungkin, Mak.” Yang di tanya menjawab dengan santai sambil menyiapkan perkakas perangnya. Sekop yang sudah ia pastikan bersih dan tajam, serta baju kerja andalan. Di tatapnya perempuan yang ia panggil emak dari kejauhan. Wanita itu menggunakan rok dari kain batik yang di lilit, tanpa di jahit. Tampak tengah ngobrol dengan lawan bicara sambil mem
Baca selengkapnya
Texas
Bayangan Harun menerawang jauh. Di tangkapnya bayang-bayang ketika ia pertama kali bertemu Asih. Gadis itu malu-malu. Senyum indah dan kedipan matanya yang begitu lentik yang menyeret Harun mengajaknya kenalan.Ia mendekat perlahan. Gadis yang kini berjarak beberapa meter di depannya menampakkan pipinya yang merah merona. Jantung Harun berdetak di atas ambang normal. Namun ia juga bersiap ketika gadis manis itu justru menjauh meninggalkan dia, masih untung jika ia tak di damprat oleh gadis manis itu.“Nuwun sewu, Mbak, angsal nderek lungguh mriki?” suara berat itu bergetar, namun sebisa mungkin Harun menyembunyikan.Gadis berkaos merah muda dengan lengan panjang itu menoleh. Senyum manis tersungging di bibirnya. Tak ada jawaban, hanya anggukan yang mampu ia berikan sebagai jawaban. Degup jantungnya pun tak kalah dengan Harun. Berdetak lebih kencang dari biasanya.Harun duduk di sebalah kanan gadis manis yang kala itu menyebutkan naman
Baca selengkapnya
Morat-Marit
Emak tampak merenung. Di pandanginya padi yang ada di pelataran rumah. Harun paham betul apa yang ada di pikiran emaknya. Namun sepatah kata pun tak mampu di keluarkan. Ia pendam mentah-mentah semua yang ada di benaknya. Panen musim ini tak seperti biasanya. Berkurang lima karung lebih. Namun, meski begitu tetap bersyukur.Janji melamar Asih sewaktu panen membayang seketika. Wajahnya yang ayu, matanya yang teduh, dan senyum manis yang ditambah dengan lesung pipit menambah khas kekasihnya itu.“Run, udah makan?” Wanita dengan gelungan membuyarkan lamunannya. Harun menatap emaknya dengan seksama. Wanita yang ditatap mengerti perasaan dan apa yang di pikirkan anak laki-lakinya itu. Hanya anggukan dan jawaban enggih yang di berikan. Tanpa basa-basi, ia lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan emaknya. Punggung Harun semakin menjauh. Hal yang wajar, ikatan anak dan emak memanglah begitu kental. Meski senyum manis apapun yang Harun berikan,
Baca selengkapnya
Prabu Angling Dharma
Kamar berukuran tiga kali tiga meter itu terasa begitu pengap. Bayangan Asih  dan janjinya terhadap Mak Ram serta kehidupannya waktu di desa benar-benar menyita waktunya. Emak yang selalu ia rindukan perihal nasehat-nasehatnya, jangan lupa makannya, jangan lupa ibadahnya, senyumnya yang begitu tulus hingga marahnya, seperti hari itu ketika ia pulang main bola menjelang maghrib, emak sudah mondar-mondar di depan pintu dengan sampu di tangan kanannya, sedang tangan kirinya masih nyincing Tapeh yang dari jarik lurik.“Ileng muleh barang kowe, Run?” Suara keras itu menyambutnya memasuki halaman rumah yang sederhana.“Tadi istirahat dulu, Mak?” Harun berusaha membela diri meski tak mampu ditatap wajah emaknya yang begitu tampak mengerikan.“Besok ulangi lagi kalau pengen tahu rasanya sapu ini.” Mata itu menatap tajam sembari mengacungkan sapu yang di pegangnya.“Mbo
Baca selengkapnya
Nyadran
Di pandangi makanan yang ada di depannya. Di aduk-aduk. Selera makannya seketika hilang. Di teguk es teh yang ada di sebelah kanan sikunya. Berharap selera makannya bisa pulih seperti sedia kala. Rasa rindu di hati benar-benar membuncah. Tak tertahankan. Ingin sekali ia mengunjungi keluarga dan juga Asih, kekasihnya.Di genggam surat dari emak yang ia terima kemarin. Pikirannya kacau. Ia ingat betul betapa sibuknya orang-orang di desa ketika acara seperti yang di ceritakan emak. Acara yang selalu ada di setiap tahun. Menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang telah diterima.Nyadran berasal dari bahasa Sansakerta, Sraddha yang artinya keyakinan. Masyarakat desa dimana Harun berasal mempercayai, bahwa semua nikmat yang telah ia terima adalah pemberian Tuhan melalui usaha dan kerja keras.Begitu juga dengan keluarga Harun. Mengikuti acara sakral itu dengan khidmat. Di bawanya makanan yang sudah di letakkan pada sebuah wadah yang cukup untuk menamp
Baca selengkapnya
Surat Terakhir
Kereta lokal itu membawa Harun kembali ke parantauan. Suara saut-sautan orang bercengkrama dalam kereta begitu riuh. Pak kondektur menyibak lalu-lalang pedagang yang hilir mudik. Mengecek satu persatu tiket penumpang.Lidahnya masih kelu. Wajah emak dan sekar masih terlintas. Bayang-bayang Asih juga ikut menghantui. Diliriknya perempuan cantik yang kini duduk di sebelah. Ia tampak berusaha sekuat tenaga menyembunyikan kesedihan. Air mata itu sesekali menetes. Secepat kilat tangan yang terlihat putih pucat itu meraih bulir-bulir bening yang mulai jatuh, agar tak ada orang yang tahu perihal dukanya. Di ulurkan sapu tangan yang sedari tadi bersembunyi di balik kantong tas kecil yang di cangklong Harun. Ragu, perempuan yang berambut bergelombang di sebelahnya menerima. Harun mengangguk mantab. Meyakinkan bahwa ia ikhlas memberikan. Di usapnya sapu tangan berwarna biru ke wajah gadis manis di sebalah. Adakala digunakan untuk menutupi wajahnya ketika wanit
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status