Ini adalah kisah tentang pengabdian, pengorbanan, dan cinta yang terlambat hadir. Magang menjadi sekretaris kedua William Rustenburg memang tidak mudah. Citta Buwana harus rela menjadi sasaran amarah William karena dianggap tidak cakap dalam bekerja. Di mata William, semua pekerjaan yang dilakukan Citta adalah salah. Amarah William semakin menjadi ketika ia mengetahui rencana perjodohan yang telah dibuat oleh papanya bersama sahabatnya. Sebagai bentuk protes, tak jarang William memarahi Citta di hadapan Johan. Namun bukan Johan namanya jika ia tidak bisa menaklukkan putra semata wayangnya, William. Akankah William dan Citta tunduk pada perjodohan yang telah diatur oleh orang tua mereka?
Lihat lebih banyak“Citta, aku harus menemani William meeting pukul sembilan. Tolong kamu periksa lagi semua laporan yang masuk. Berkas-berkasnya sudah kukirim ke surelmu.” Elena tampak sibuk membuka lembar demi lembar kertas yang tertumpuk di atas mejanya. Citta yang baru datang segera duduk dan menyalakan komputer mejanya. Setelah komputer siap digunakan, Citta segera meluncur ke akun surat elektronik miliknya. Dilihatnya surat dari Elena berada pada urutan teratas.“Apa yang harus saya kerjakan dengan tabel-tabel ini, Miss?” Tanya Citta sambil menatap lurus pada sosok Elena yang masih terlihat sibuk dengan kertas-kertasnya. Jujur, Citta benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud dengan memeriksa laporan. Dalam pandangannya, semua file yang saat ini dibukannya satu per satu tidak menunjukkan kejanggalan. Elena menghentikan aktivitasnya kemudian menegakkan badan. Ia menatap Citta dengan kesal
“Selamat datang di perusahaan Rustenburg.” Kepala personalia membuka suara setelah melihat Johan dan William masuk ke ruang rapat. Johan mengangguk memberi kode pada kepala personalia untuk melanjutkan pidatonya.“Saya, mewakili Tuan Johan dan William Rustenburg mengucapkan selamat pada Anda semua yang telah diterima magang di perusahaan kami. Namun, ada satu hal yang akan saya sampaikan bahwa beberapa dari Anda akan ditempatkan di bagian yang berbeda dari yang Anda lamar. Saya harap Kalian semua tidak keberatan dan tetap semangat mengikuti program magang ini sampai selesai.”Citta menyimak setiap kata yang disampaikan oleh kepala personalia dengan serius. Ketika akhirnya kepala personalia menyebut namanya dan memberi tahu bagiannya, Citta terbengong beberapa saat. Sekretaris direktur. Posisi yang cukup terdengar aneh jika diberikan pada peserta magang. Sambil berusaha meyakinkan dirinya bahwa mungkin pendengarannya salah, Citta mendengar gerutu
“Nih, katanya kamu mau langsung kerja setelah lulus kuliah.” Ratih yang tetiba muncul di perpustakaan langsung duduk di samping Citta. Citta menutup buku yang dibacanya. Beberapa jemarinya ditekuk untuk menahan buku agar tidak tertutup di halaman terakhir yang ia baca. Citta menatap Ratih sekilas kemudian pandangannya beralih pada ponsel Ratih yang tergeletak di atas meja.“Lowongan magang di Perusahaan Rustenburg.” Tambah Ratih yang terlihat sangat antusias. Citta menunjukkan wajah tidak tertarik dengan informasi yang dibawa Ratih.“Aku ingin bekerja, bukan magang.” Citta bersiap melanjutkan aktivitas membacanya.“Eh, jangan salah. Kegiatan magang ini berpotensi membuat kamu lebih mudah mendapatkan pekerjaan.”Citta
“Aku ingin segera lulus kemudian bekerja, Tih.” Ujar Citta setelah mata kuliah terakhir mereka hari ini berakhir. “Aduh Citta, kamu itu sudah mengambil fast track terus ingin segera lulus pula. Kapan waktunya untuk bersenang-senang?” Ratih merogoh saku tas untuk mencari ponsel miliknya. Sebelumnya ia telah mengambil buku catatan Citta untuk kemudian ia gandakan di tempat foto kopi milik kampus. “Kamu tahu sendiri aku tidak suka bersenang-senang.” Citta melihat malas pada sahabatnya yang asyik mengoperasi ponsel, bukannya fokus mendengarkan dirinya. “Sudahlah, ayo kita pulang.” Ajak Citta sambil meraih ransel yang ia gantungkan pada sandaran bangku. “Lho, memang cerita kamu su
“Kamu setuju bukan karena kasihan padaku, kan Jo?” Cahyo bertanya dengan hati-hati setelah mereka berdua terdiam cukup lama. Kehati-hatian Cahyo lebih karena dilandasi rasa takut. Takut bila ternyata Johan mengiyakan keinginannya karena kasihan. “Hm… jujur, aku setuju karena kasihan.” Johan berkata diiringi tawa yang tertahan. Johan terlihat puas melihat wajah Cahyo yang berubah pias. Rasanya sudah sangat lama Johan tidak bercanda dengan Cahyo. Sense of humor Cahyo yang buruk justru membuat Johan semakin ingin menggodanya. “Benarkah?” Raut kecewa tidak bisa disembunyikan oleh Cahyo. Ia mendesah pelan, mencoba melepaskan rasa kecewa yang terus bertumbuh dan menghimpit dadanya. “Tentu saja.” Jawab Johan santai. Kali ini Johan sen
“Citta!” Ratih sedikit berteriak sambil menghambur ke arah Citta yang tengah asyik membaca. Untunglah koridor kampus cukup ramai sehingga teriakan Ratih mampu teredam dan tidak terlalu mencuri perhatian. Suara melengking sahabat Citta itu pastinya sangat memekakkan telinga jika keadaan sekitar lengang. Setelah mengambil duduk di samping Citta, Ratih pun segera memeluk sahabatnya erat. Pelukan Ratih yang erat sukses mengunci lengan Citta, membuat gadis itu menghentikan aktivitas membacanya. “Lepas, Ratih. Sesak napas, nih.” Citta berkata dengan terbata-bata. Napasnya benar-benar tersengal karena sepasang lengan Ratih yang melingkari dadanya erat. Sambil terkekeh, Ratih melepaskan pelukannya. “Maaf….” Ratih meringis melihat wajah tersiksa Citta. “Oh, mudahn
“Cahyo, supirku akan menjemputmu.” Suara Johan yang terdengar seperti memerintah kembali menyapa telinga Cahyo, tepat setelah lelaki berusia lima puluhan tahun itu menggeser ikon gagang telepon warna hijau pada layar ponselnya. “Ayolah, Johan. Aku tidak selemah itu. Aku akan menyetir sendiri ke rumahmu. Apa kamu sudah berada di rumah sekarang?” Terdengar helaan napas Cahyo yang berat setelah mengakhiri kalimatnya. “Tiga puluh menit lagi aku akan sampai di rumah. Kalau demikian, kamu berangkatlah sekarang sebelum lalu lintas menjadi semakin macet.” Johan kembali memberi instruksi. Setelah menjawab Johan dengan beberapa kata iya, Cahyo mengakhiri panggilan. Detik berikutnya, Cahyo terlihat mengemasi berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya. Ketika pekerjaan merapikan mejanya hampir selesai, C
“Citta!” Citta menghentikan langkahnya yang sedikit tergesa menuju pintu. Ia pun menoleh ke arah sumber suara. Terlihat ayahnya, Cahyo Buwana, sedang duduk di meja makan menikmati sarapan. “Kamu tidak sarapan?” Cahyo bertanya sambil memegang telinga cangkir yang berisi kopi pahit. Sambil menyeruput cairan hitam pekat yang masih agak mengepul, mata Cahyo tidak lepas dari memandang putrinya. “Maaf, ya Ayah. Citta sudah terlambat. Ada kuis di jam pertama.” Citta bergerak menuju meja makan, mendekati Cahyo. Setelah mendaratkan ciuman di pipi kanan dan kiri Cahyo, Citta menyendok nasi goreng yang masih tersisa separuh. “Ayah antar ke kampus.” Cahyo menggeser kursi yang didudukinya kemudian beranjak. “Eh… Jan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.