Para Pencari Kunci

Para Pencari Kunci

Oleh:  Yeremia Jasson  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
32Bab
2.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Delapan tahun sekali. Di satu Januari yang bersih. Permainan Kunci digelar. 16 regu terbaik dipanggil. Kunci dilempar, permainan dimulai, dan pemenang hanya “satu”

Lihat lebih banyak
Para Pencari Kunci Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
32 Bab
/1/
Hughes1 Januari. 10.00 WIB. Di saat seluruh penduduk merayakan pergantian tahun. Kami tidak bisa berbuat apa-apa.   Petasan menggelegar, kembang api memancar. Dan kami hanya duduk dengan kikuk seperti kambing yang hendak dijagal. Semuanya terasa muram di ruang karantina.   Mungkin, sesekali ada juga orang sinting yang masih bisa cengar-cengir dan bergerak ke sana-kemari seperti hiperaktif. Tapi itu hanya si rambut ungu.   Kami sekarang berdiri berdempetan. Di sebuah ruangan kelabu dengan lift teronggok di hadapan kami. Semuanya mematung dengan perasaan yang sulit diungkapkan.   Sebagian peserta memisahkan diri dari rombongan, berdiskusi di sudut ruangan dengan rekan satu regu. Melempar tatapan suram ke lift, dan menanti para penjaga yang tak kunjung datang.   Aku tidak tahu perasaan menegangkan ini datang sejak kapan. Tapi semuanya memang tampak waswas, seolah uan
Baca selengkapnya
/2/
Ronal1 Januari 11.30 WIB.  Lift membawa kami dan terasa tak ada habisnya. Ruangan di dalamnya pengap dan apak, sangat sempit, bahkan kau tidak bisa terlentang dengan kaki lurus di dalam situ.   Hawa menurun saat lift mulai bergoncang, terasa sentakan-sentakan kasar, besi berdenting, dan suara mesin mendesis dari lantai.   Mungkin kami akan didamparkan ke dataran tinggi. Tapi aku berharap untuk mendarat di hutan kegelapan. Aku melihat siaran langsung pelemparan kunci—karena para peserta memang diwajibkan menonton, tapi ingatanku buruk. Aku lupa kunci itu tertanam di mana. Namun setelah Hughes ingatkan, pikiranku mulai berkumpul dan memang benar kunci itu berada di hutan kegelapan. Kami tidak mau bermain seperti orang bodoh dan gegabah, rencana yang kubuat akan terlihat jenius—kalau tidak ada peserta lain yang memakainya.   Jenius di kamusku itu berbeda. Tidak seperti orang kebanyakan.  
Baca selengkapnya
/3/
Samantha1 Januari 13.48 WIB. Pergerakan para peserta sangat waspada dan tidak liar. Mereka tahu permainan ini lebih menekankan kesabaran. Jadi kami sedikit bosan saat tidak ada satupun semut—maksudku peserta, yang bisa diinjak-injak. Kim bergerak kasak-kusuk daritadi, dia tidak kuat berada di kegelapan berlama-lama. Dan berkali-kali ingin menyalakan senter untuk menerangi jalan. Terkadang anak itu suka melanggar peraturan dan tidak mau mendengar nasihat. Tapi memang, hutan ini luas dan gelap. Berjalan dari ujung ke ujung mungkin akan memakan waktu lama.   Kim berjalan di belakangku, langkahnya tenang dan sabar, tidak seperti tadi. “Seharusnya kita bisa lebih cepat kalau tak berjalan tanpa tujuan.” Tak lama dia tertawa sendiri tanpa sebab seolah tengah terlintas hal lucu di benaknya.  “Mencari kunci atau membunuh semut?” Aku tidak berminat menjawab pernyataan sintingnya.
Baca selengkapnya
/4/
Hughes 1 Januari 14.15 WIB Ronal terlonjak begitu mendengar ledakan senjata. Aku langsung mendekat dan tiarap di sampingnya.   Kami tidak bicara selama beberapa menit, suasana hening menyapu arena. Debar jantungku terasa bergemuruh. Bagaimana tidak, ada seseorang yang melanggar peraturan.      Ronal menarik diri menjauh, dia butuh sudut pandang yang lebih mantap. Tak lama kemudian, setelah memejam-mejamkan mata dan beringsut sana-sini, anak itu berkata, “Di tengah sana,” katanya tenang, “ada yang membawa-bawa senter.”   Aku tidak bisa melihat apa pun, bahkan di posisi kami yang berada di lereng bukit dan langsung menghadap hutan. Para peserta masih bisa disembunyikan oleh rapatnya pepohonan, teropong Ronal yang menangkap pergerakan peserta adalah salah satu keajaiban di tempat ini.   “Siapa kira-kira? Kau lihat?”     Ronal mengangkat satu tang
Baca selengkapnya
/5/
Garrincha.1 Januari. 15.49 WIB Pedro tidak bersuara sejak tadi. Kupikir dia tertidur karena terlalu bosan mengawasi keadaan dari atap. Memang suasana di tempat ini hening, ditambah nuansa yang kelam dan tenang semakin membuat semuanya membosankan. Tenang di tempat ini lain. Suasanya dapat membuatmu merinding dan bergidik, bahkan jika hanya sekadar mendengar langkah kaki.   Tidak ada dengkur hewan atau derik jangkrik, matahari tak sanggup menembus rapatnya dedaunan, tanah yang kami pijak berwarna legam, tidak bau dan sangat berdebu. Jika kau iseng menggesek kaki ke tanah, debu langsung bertebaran dan akan terdengar bunyi srek-srek. Letusan senapan beberapa jam lalu yang berasal dari arah jam 12 membuat kami siaga.   Bahkan Pedro sempat menarik pengaman senapannya hingga menghasilkan bunyi klik. Kami mengamati hutan yang tetap begitu saja dengan diam. Mungkin sebentar lagi ada orang yang menghambur keluar, berlari terengah-enga
Baca selengkapnya
/6/
Ronal1 Januari. 16.01 WIB. Bunyi gemuruh senapan membuat Andrea berjengit dan kembali terisak. Sebenarnya bukan anak itu saja yang butuh dihibur, kami di sini sama sekali tidak tahu siapa yang menembak dan siapa yang dibunuh. Setelah kuawasi keadaan di kedalaman hutan cukup lama, semuanya kembali tenteram dan keadaan berangsur normal. Tidak ada tembakan, jeritan, atau pohon yang tiba-tiba roboh.   Jadi, selama itulah aku mengintai kedalaman hutan dan masih belum mendapatkan titik cerah. Kata Hendro, mungkin saja itu Samantha. Dia menembak asal-asalan demi membuat suasana kembali tegang. Tapi rasanya tidak, kalau kau jadi aku, coba bedakan masing-masing bunyi senapan yang dari tadi berbunyi. Kali ini lebih kecil dan mendesis, suaranya pun merambat melalui rapatnya pohon. Namun biarpun kecil, rasanya bunyi itu teramat sangat dekat dari tempat kami berlindung. Seakan-akan si penembak memang berniat membidik kami.     
Baca selengkapnya
/7/
Ronal1 Januari. 18.58 WIB. Hendro dan Andrea tidur lebih awal karena mereka berjanji akan mengambil tugas jaga. Hughes tidak berani menyalakan api unggun karena akan memancing perhatian. Dan sedari tadi, tidak ada senter yang dihidupkan para peserta. Tenang saja, kita tunggu berapa lama mereka bertahan di selimut kegelapan.    Langkah kaki terseret dari samping membuat jantungku mencelus, aku segera bangkit, begitu juga Hughes yang langsung kalang-kabut.      Di depan, terpaut dua meter. Si rambut ungu dan rekannya berdiri dengan moncong senapan terarah sempurna.  Rekan si rambut ungu: seorang pria Asia yang kaku menodong senapannya ke dadaku. Pria itu memandang tanpa ekspresi seolah tidak berniat mengarahkan benda jahat itu ke tubuhku.   Si rambut ungu melangkah lebih dulu, kulit wajahnya yang pucat diterangi sinar bulan. Lalu si pria mengikuti dengan berjalan pendek, masi
Baca selengkapnya
/8/
Samantha.1 Januari 20.18 WIB.   Aku berusaha mengotak Kim tapi tak dijawab. Anak itu melarikan diri ke bawah tanpa kabar setelah Hendro menyambar senapanku. Lengan Kim ditembus peluru, dia hanya sempat menjerit dan langsung melangkah lunglai ke bawah.   Begitu aku kembali siap, kulemparkan pisau lipat yang langsung menancap ke jantung Hendro. Pemuda itu terhuyung mundur—tak sempat menembak—lalu terbanting dengan darah mengalir memenuhi dadanya.  Andrea menjerit-jerit tak keruan dan langsung terbirit-birit ke kegelapan. Aku meraih senapan, mengejarnya secepat mungkin.  Kini aku terjebak di padang rumput sejauh mata memandang. Di kiriku masih terhampar rumput-rumput segar setinggi mata kaki. Sedangkan di kanan terdapat bukit yang lebih tinggi dan menjorok terlalu ke depan.   Andrea cukup gesit. Dia bisa sembunyi di tempat lapang seperti ini.    Derap kaki bergumu
Baca selengkapnya
/9/
Ronal 1 Januari. 21.04 WIB.   Pikiranku kacau. Perutku terpelintir dan ada sebongkah makanan yang hendak keluar dari tenggorokan.   Aku tak sanggup membayangkan nasib Hendro, dan terlebih lagi, darah Kim yang terhambur. Aku ingat jelas semuanya. Jemariku yang menarik pelatuk, percikan api dari mulut senapan, lalu kepala Kim yang ambruk.   Terlebih-lebih, aku ingat warna cairan gelap yang membungkus tengkuk Kim.      Aku menahan bobot tubuh ke pohon, satu tanganku memegangi perut. Sentakan rasa mual kembali hadir. Biasanya aku tak selemah ini. Tapi melihat ceceran darah yang bisa ditampung gelas, akan membuat siapa saja mendadak lemas.    Langkah Hughes semakin pelan hingga akhirnya berhenti. “Kita istrirahat dulu kalau kau mau,” katanya.   Tiba-tiba aku teringat kunci. Dan bersyukur karena rasa asam di kerongkonganku mendadak cair kare
Baca selengkapnya
/10/
Garrincha.1 Januari. 22.03 WIB.   Aku bergantian melirik tubuh Ernest yang kaku dan suar yang luar-biasa-terang. Kami kini berada di atap, berdempetan, dan bersembunyi di gelap.  Tubuh Ernest dijadikan Pedro sebagai peringatan. Jadi yang berniat mendekat, mereka bisa tahu kalau ada tubuh melintang dengan darah kering di sekitarnya.    Otot keras Pedro menempel di bahuku. Napas temanku itu teratur dan tenang. Luncuran suar membuatnya mengokang senapan.   “Orang gila lagi,” kata Pedro datar.    “Perang mulai menjalar,” gumamku.    Pedro menyeringai dengan lagaknya yang sinis. “Aku tahu, aku tahu. Kita tak perlu turun ke lapangan, sobatku. Kita lihat seberapa hebat kurcaci-kurcaci itu malam ini. Kau tahu, kita seperti timnas AS saat melawan Inggris. Tak diperhitungkan, tapi mematikan.” Menunggu rasanya memuakkan. Karena aku mengalaminy
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status