Lima Samurai Batavia

Lima Samurai Batavia

By:  Silvarani  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings
40Chapters
5.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Sebelum Jepang mendarat di bumi Nusantara pada tahun 1942, mereka mengirimkan beberapa mata-mata untuk memantau dan menggsli banyak informasi seputar Nusantara di bawah pemerintah Hindia Belanda. Beberapa diantaranya adalah lima pelayan toko Jepang Banzai di jl Kramat. Tanpa ada yang tahu, para pelayan penuh senyum itu adalah lima orang Samurai.... Salah satunya adalah Hideyoshi Sanada, salah satu pendekar pedang yang baru membunuh satu orang, yaitu kekasihnya.

View More
Lima Samurai Batavia Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Erin Suhendra
keren nian lur
2022-06-19 22:05:55
0
user avatar
Silvarani
Terima kasih. Arigatou sudah membaca novel online ini, Mas Rafanda. Salam kenal .... Iya betul, Mas. Untuk prolog, saya terinspirasi dari Film Azumi dan Shinobi. Inspirasi lainnya dari Rurouni Kenshin dan cerita-cerita tentang tentara Jepang ketika mereka menjajah Indonesia. Arigatou ....
2021-11-19 20:38:34
0
user avatar
Rafanda Naila Varisha
Alur Cerita nya kok kayak film Azumi.. .........
2021-11-18 14:45:38
1
40 Chapters
Prolog
Nara, Jepang 1939 "Berpasanganlah dua-dua di antara kalian bersepuluh! Sehingga ada lima kelompok di antara kalian!" Pertengahan abad ke-20, di bawah kaki gunung pedalaman Nara, Jepang, seorang lelaki tua memerintahkan kesepuluh murid berpedangnya untuk berpasangan dua-dua. Kesepuluh murid yang dapat dikatakan sebagai pendekar pedang, atau beberapa abad silam disebut sebagai Samurai itu segera memahami maksud sang guru. Lelaki berambut panjang penuh uban yang sudah dianggap sebagai ayah mereka bersepuluh ini pasti berteriak begini lantaran menyuruh kesepuluh muridnya untuk berburu di hutan. Seperti biasa, jika senja sudah mewarnai langit, kesepuluh anak muda yatim piatu itu harus berebut bahan pangan bersama binatang-binatang buas di semak belukar. Mereka yang senang bertarung demi merebutkan mangsa dengan para binatang itu memang lebih memilih malam untuk beraksi. Sebaliknya, sekitar pagi atau siang hari, mereka biasanya mencari kegiatan yang tak terlalu memacu adrenalin, seperti be
Read more
Bab I: Saudara Sekandung Semesta Itu Bernama Manusia
Angin berhembus ke arah barat, tertarik dengan pesona matahari yang mengarsir langit atas nama senja. Sungguh indah alam sekitar saat ini. Dedaunan kering kekuningan yang berjatuhan dan mendarat ke tanah pun menari-nari dengan sebelumnya dibawa angin. Semuanya bersatu padu mengikuti instruksi alam. Sebagian besar manusia percaya bahwa semua ini ada yang menciptakan. Semua ini ada yang menggerakan. Masalahnya adalah, pergerakannya bisa membawa ke arah baik atau bencana alam sekalian. Sudah lebih dari sepuluh tahun, sang guru berkawan dengan pegunungan, hutan, dan semesta sekitarnya. Dia mengumpulkan sepuluh anak kecil yatim piatu dari berbagai tempat penampungan. Dia latih semuanya agar menjadi pendekar pedang yang hebat. Tak hanya menciptakan hubungan baik antara guru dan murid, hubungan persaudaraan dan kekeluargaan menjadikannya seperti seorang ayah dengan sepuluh anak. Keputusan untuk memilih sepuluh anak kecil itu pun bukanlah perkara acak. Sang guru bisa sampai mengh
Read more
Bab II: Belukar Merah
Lahir dan Mati dalam keadaan sendirian. Itulah makhluk hidup. Salah satunya adalah manusia. Lantas, jika sudah tahu seperti itu, mengapa kau biarkan diri ini ketakutan? Apa yang kau takutkan? Toh ketika hendak dilahirkan, kau juga sudah sendiri dan gelap dalam rahim. Begitu pula dengan kematian. Kesendirian dan kegelapan akan menanti lagi. Tanpa siapapun. Kelahiran dan Kematian, jangan lupakan apa yang ada di antaranya. Yaitu… Penerangan dan kebersamaan. Memang tak kekal, tetapi patut disyukuri kehadirannya. Lalu, beranggapanlah bahwa semua itu hanyalah pengantar menuju akhir. Caranya saja yang berbeda-beda. Kutahu bukan keinginanmu. Namun, Tak pernah terduga aku bisa saja berakhir di tanganmu. Tangan yang justru kugenggam dan kuanggap sebagai penerangan dan kebersamaan. Belum sempat benak dan hati ini mencerna, rerumputan dan dedaunan itu sudah dilumuri merah. Begitu pula dengan tanganku. *** Kreik! Derit pintu gubuk menyapa pendengaran. Tentu saja menghasut ked
Read more
Bab III: Pesta Para Serigala Hutan
Tahukah kamu bahwa ketika Iblis jatuh cinta, dia justru akan lebih memilih untuk memberikan hatinya pada Malaikat? Iblis enggan memilih sesamanya. Iblis sendiri punya alasan atas rasanya itu. Iblis lelah dengan prasangka yang terus dia ceritakan pada matahari dan bulan. Iblis menyerah pada pengkhianatan yang menyamar di balik gelapnya langit malam. Iblis was-was oleh kekejaman yang bersarang di setiap tanduk semua Iblis. Iblis merasa kalah karena kejahatan yang dia banggakan adalah kuku panjang nan runcingnya sendiri. Iblis bersimpuh di depan Malaikat. Iblis meminta kasih yang menyebar dari ujung kepala hingga ujung kaki Malaikat. Iblis membutuhkan ketulusan yang selalu Malaikat pamerkan lewat senyumannya pada semesta. Iblis mempercayakan raga kuatnya untuk diselimuti kedua sayap lembut Malaikat. Iblis merindukan dekapan Malaikat yang meneduhkan. Iblis berpikir, kacau pasti dirinya jika Malaikat menolak cintanya. Hingga pada akhirnya, Malaikat betul-betul menolak Iblis. T
Read more
Bab IV: Tanah Asing Itu Bernama Batavia
Pelabuhan Tandjoeng Priok, Batavia, Juni 1940 Kapal uap 'KITANO MARU' buatan Mitsubishi cabang prefektur Nagasaki mendarat di Pelabuhan Tandjoeng Priok, Batavia. Asap abu-abunya menguap tak terlihat di langit hitam tak berbintang. Burung-burung merasa terusir, tak ada satu pun yang mengepakkan sayap mendekati kendaraan laut berdinding baja itu. "BERBARIS YANG RAPI! BERBARIS YANG RAPIIIII!" Dengan menggunakan Bahasa Jepang, seorang tentara Angkatan Laut Jepang berteriak memandu para saudara sebangsanya untuk menaiki kapal. Selama bertahun-tahun, mereka yang terdiri dari pedagang, PSK, seniman, dan penduduk biasa menjadi penghuni Batavia. Di bawah pemerintahan Hindia Belanda, para warga Jepang hidup damai sentosa di kota multikultural ini. "INI ADALAH KAPAL TERAKHIR! PASTIKAN SEMUA NAIK!" Sayangnya, semua berubah mulai pertengahan tahun 1940 ini. Jepang yang berencana untuk melakukan sesuatu pada sekutu sepakat untuk membawa semua warganya keluar dari tanah Hindia Belanda. Mereka tak
Read more
Bab V: Malam Pertama di Batavia
Kubangan air hujan terciprat dan membasahi kaki telanjang penuh luka seorang pemuda asal Joseon. Urat-urat tangannya menarik tali dari karung beras yang dipikulnya. Punggungnya sebenarnya sudah goyah menahan beban. Kerongkongannya sudah kering menghamba air. Jika ada kesempatan untuk mengulang hidup, dia memohon kepada Tuhan agar diberikan cerita hidup lain. Bahkan untuk menjalani hidupnya sendiri, dia sudah tak memiliki kuasa. Tanah Batavia yang kini menjadi tempat tinggal kuli pengangkut barang dari pelabuhan ini tak dapat bertindak apa-apa. Kota strategis ini pun sedang kehilangan jati dirinya. Orang-orang pribumi boleh membanggakan diri karena dilahirkan di sini, tetapi setelah itu apa? Nasib hidup mereka sama saja seperti kuli pengangkut beras ini. Mereka tak dapat merdeka di tanahnya sendiri. Tapi setidaknya, orang-orang pribumi Hindia Belanda itu masih menjalani kesehariannya di tanah kelahirannya, Jika kuli pengangkut barang itu memberikan kesempatan kepada hatinya untuk mera
Read more
Bab VI: Sakura Layu di Batavia
Sekejap, kegelapan menghantam penglihatan Shitaro. Napas terakhirnya terhembus beberapa detik lalu. Angka sembilan puluh rupanya terlalu panjang baginya untuk melakoni hidup, atau menggenapkannya menjadi seratus. Dengan tergeletak raganya dalam keadaan perut robek, harakirinya terbukti berhasil."GURU! GURU!" Yuji, Kazumi, Jin, dan Hina menghampiri jasad mantan gurunya. Di belakang mereka berempat, Hideyoshi masih berdiri kaku dengan kedua mata terbelalak dan mulut terbuka. Dia tak menyangka semenit lalu adalah dialog terakhirnya dengan Shitaro. Diibaratkan mimpi pun, rasanya begitu cepat. Sungguh membuatnya jadi tak terlalu berharap banyak dengan sang waktu. Detik ini dia bisa menjadi kawanmu yang membagikan berita baik lagi menyenangkan, tetapi di detik lainnya, dia bisa menjadi musuh besarmu yang membagikan berita buruk menyedihkan."A....ku tak menyuruhnya mati. Aku tak menyuruhnya mati. Mengapa dia harus membunuh dirinya begitu? A....," pada akhirnya, Hide dapat mengeluarkan suara
Read more
Bab VII: Luka Adalah Kekuatan Dasar Seorang Ksatria
“Luka adalah sumber kekuatan seorang ksatria, tetapi racun untuk seorang pecundang,” Yukiko mengumpulkan kelima murid Shitaro di halaman belakang. Mereka semua bersiap untuk mengunjungi rumah mantan istri Shitaro, sekaligus ibu kandung dari Sakurako. “Siapa yang pernah mendengar kata-kata itu?” Hide ingin mengangkat tangan, tetapi benaknya masih tak fokus karena belum seluruhnya memercayai bahwa Sakurako adalah anak dari Shitaro. “Kau dengar dari siapa?” timpal Takeshi. “Shitaro kepada istrinya ketika menerima berita bahwa anaknya lahir,” jawab Yukiko. “Siapa yang dimaksud Shitaro sebagai ksatria? Siapa sebagai pecundang itu?” Yukiko mengangkat bahu, “Menurutku, dua-duanya dia,” Langit hitam belum juga memunculkan corakan fajar. Malam hari ini betul-betul panjang. Kelima murid Shitaro sampai tak terlalu bersemangat menjalaninya.Tak ada malam yang menyenangkan selain berkumpul bersama para saudara seperguruan di kaki gunung Nara. *** Nara 1928 “Bakar dua ikan yang kubawa! Semua
Read more
Bab VIII: Kretek Nona Ayame
"Ayame-sama adalah mantan seorang Karayuki-san pemilik toko kelontong Banzai di Batavia. Secara tidak langsung, Ayame-sama adalah majikan kalian. Jadi, tolong hormat dan jaga sikap kalian!" Yukiko duduk di samping Takeshi yang mengemudikan mobil. Dia memberikan arahan kepada kelima anak buah barunya yang duduk bersila di belakang bersama beberapa karung beras. Volume suaranya terkadang kalah dengan deru mesin mobil."Apa sebenarnya tujuan manusia itu dilahirkan di muka bumi ini?" Hide mendengar Yuji berbicara sendiri. Tatapan matanya kosong. Badannya tergoncang-goncang ke kiri dan ke kanan, mengikuti gerakan mobil melaju.Mendengar Yuji mengatakan hal aneh, Hide hanya mampu mengernyitkan dahi. Di sisi lain, dia tahu bahwa jika saudara seperguruannya itu mulai berfilosofi yang tidak-tidak, suasana hatinya sebenarnya sedang kalut."Yu...ji," Kazumi memejamkan mata, "bukan saatnya," segala sesuatu yang terjadi dengan begitu cepat di sekitarnya membuatnya merasa bukan saatnya mempertanyaka
Read more
Bab IX: Para Iblis Penjaga Malaikat
Bayangan api dari lilin di atas meja menari-nari di bola mata Ayame yang menyorot tajam. Hide baru sadar bahwa dia pernah memandang lama pandangan mata model begitu di hari-hari lalunya. Sakurako memang tak hanya mewarisi sifat keras kepala kedua orang tuanya, tetapi juga sorot mata tajamnya yang mengandung seribu arti. "Apa kemampuanmu?" Rupanya Ayame masih menunggu jawaban Hina untuk kedelapan kalinya. Nada bicara, gestur badan, dan volume suaranya serupa seperti pada pertanyaan pertama. Tak ada satu penekanan pun. Tak ingin menerima pertanyaan sama untuk kesembilan kalinya, Hina tergerak untuk membuka mulut, "Kemampuanku," dia menoleh Hide. Kakak seperguruannya itu memberikan anggukan sedikit, petunjuk agar tak perlu takut dengan apapun. "Kemampuanku mungkin seperti yang dikatakan oleh Hide," "Apa yang dikatakan Hide?" potong Yukiko, mengantisipasi pertanyaan sama dari Ayame. "A," Hina menurunkan pandangnya sedikit. Ketakutan sungguh menguasai batin, "aku penyanyang saudara-saud
Read more
DMCA.com Protection Status