Poison (Racun untuk Maduku)

Poison (Racun untuk Maduku)

By:  Widanish  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings
35Chapters
6.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Suamiku datang membawa istri barunya. Mereka berniat untuk mencuri semua harta kekayaanku. Namun aku tak tinggal diam, kukerahkan ilmu spiritual yang kupunya untuk melawan mereka. Poison, adalah racun yang memberikan kesengsaraan seperti di neraka. Ketika aku berhasil meminumkannya pada maduku, kenapa malah aku yang kena getahnya? Bisakah aku selamat dari racun ini? Bisakah aku mengalahkan maduku yang ternyata penganut ilmu hitam itu?

View More
Poison (Racun untuk Maduku) Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Zhu Phi
Rumah Kosong di Dusun Angker sudah update lagi ya. Kali ini sampai tamat. Ikuti terus perjalanan Clara.
2022-12-05 00:15:53
0
default avatar
Ms Huang
Met mlm kk..aku mampir dan dukung kmu. Smangat truz yaaa
2021-12-04 00:46:02
1
user avatar
Ardalena
Keren. Semoga naik terus
2021-12-03 13:27:07
1
user avatar
SHAL SYALA
Aku mampir Kakak. Semangat!!
2021-09-26 18:33:25
1
35 Chapters
Kedatangan Madu
“Aku izinkan kamu menikah lagi. Asalkan istri mudamu nanti bersedia menuruti semua perintahku. Dia tak boleh menolak.”     Kuberikan jawaban pada suamiku yang tengah meminta izin untuk menikah lagi.      “Baiklah. Tapi tolong, jangan beratkan urusannya. Jangan kau buat dia berada dalam kesulitan,” pinta suamiku.      Bibirku terkatup rapat sebagai jawaban.      “Hari ini, aku akan membawa calon madumu ke rumah kita. Dia sangat baik dan aku sangat mencintainya,” lanjut suamiku sebelum akhirnya dia berangkat kerja.      *     Setengah jam lagi waktu yang kunantikan akan tiba. Mas Wira akan membawa cal
Read more
Negosiasi
“Jadi kamu orangnya?” responku. “Tak salah suamiku menginginkanmu, kamu memang cantik.”  Wanita bernama Harum itu melempar senyum serupa seringai. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga saat kupuji.   “Selera Mas Wira memang tinggi,” katanya. “Tadinya, aku ingin memiliki suamimu sendirian. Tapi sayang sekali kami harus rela bersabar, karena katanya kau tak mau diceraikan.”  Harum terlihat sangat manis. Tentu saja, karena yang namanya madu di mana-mana memang manis.   “Masuklah. Kita bicara di dalam,” ajakku.   Mas Wira menggandeng tangan Harum masuk ke dalam rumah. Sementara aku mengekor dari belakang.   Tiba di ruang tengah
Read more
Iming-Iming
"Apa tujuanku, bukanlah urusanmu. Kehidupan pernikahanku dengan Mas Wira nanti adalah privasi kami berdua, kau tak berhak tahu," jawab wanita bernama Harum itu, sambil membuang muka dariku. Belagu sekali dia.  Bagus sekali. Aku suka orang seperti dirinya. Semakin banyak dia bertingkah dan bersikap sombong, semakin bertambah kasih sayangku untuknya. Kasih sayang yang akan mengantarkannya pada jurang kematian.   Kita lihat nanti, Harum. Siapa yang akan bertahan di rumah ini.  "Harum, jangan lupa bahwa nanti kau akan tinggal di rumahku. Aku adalah tuan rumah, kau harus tunduk padaku!" Kukatakan itu dengan penekanan yang tajam. Namun rupanya, ketegasanku itu tak membuatnya gentar sama sekali.  "Aku pun sebenarnya tak mau tinggal di sini. Kami bahkan berencana tinggal di rumah baru Mas Wira, karena r
Read more
Sepakat
"Aku tidak akan meminta mahar. Aku juga akan menuruti semua perintahmu, tapi aku hanya minta satu hal, yaitu jatah waktu kebersamaan dengan Mas Wira ... aku harus mendapat porsi lebih banyak darimu, Kak."     Harum menjawab dengan penuh keyakinan. Sepertinya ada sesuatu yang direncanakan wanita ini, sungguh sesuatu yang janggal jika dia lebih memilih kebersamaan daripada harta benda. Bukankah, dimana-mana seorang wanita rela menjadi istri ke dua demi harta benda? Tapi, Harum sungguh berbeda. Dia sudah melihat isi rumahku dan juga perhiasan yang kukenakan, bahkan roda pada kursi rodaku pun berlapis emas! Tidakkah dia tergiur untuk meminta mahar sebongkah berlian, sebuah rumah, atau sebuah perusahaan sekalipun? Padahal, aku bersedia memberikannya andai dia meminta. Kenyataannya, wanita ini tidak meminta harta, dia hanya minta jatah kebersamaan yang lebih banyak dengan Mas Wira. Menarik sekali wanita di hadapanku ini.
Read more
Leluhur
Harum melepas tangan Mas Wira yang merangkulnya, kemudian dia maju selangkah ke arahku. Sambil melipat tangan di dada dan mendongakkan kepala dengan congkak, dia berkata, "tenang saja, Kak Manis. Kami tidak akan berbuat seperti yang kau pikirkan. Suamimu hanya khawatir membiarkanku tidur sendirian, jadi dia akan menemaniku."  Aku mendelik di detik yang tak disadari Harum, lalu secepat mungkin mengubah delikan menjadi tatapan penuh kasih sayang saat Harum kembali menatapku. Wanita itu belum tahu bagaimana munafiknya diriku.  "Terserah kalian saja, aku hanya mengingatkan. Bahwa di rumah ini tak boleh ada satu orang pun yang berniat jahat apalagi berbuat asusila, karena ada sesosok makhluk yang siap menghukum kalian jika melanggar peraturan," ucapku.  Tak boleh ada yang berniat jahat di rumah ini, kecuali aku. Begitulah maksudku. 
Read more
Hukuman
Beruntung, Harum tak mengunci pintu kamarnya sehingga aku dapat membukanya dengan mudah.  Mereka terkapar di lantai dengan posisi telungkup dan hanya pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka.  "Bangun!" teriakku.  Mata kedua penghianat itu mengerjap. Bibir mereka pucat. Ada bekas cakaran binatang buas di punggung mereka, dengan darah kering yang menempel di kulit—meski tak banyak. Aku terkejut, semalam Nyimas dan Mbah hampir saja membunuh mereka!  Kulihat Mas Wira mulai menggerakkan jari tangannya. Sementara Harum hanya bisa mengerjapkan mata, mungkin dia sedang mengalami ketindihan.  "Nyimas dan Mbah-ku, sudahi hukumanmu. Aku ingin mereka tetap hidup," bisikku, lalu meniupkan permohonan itu ke arah tubuh Mas Wira dan Harum. 
Read more
Kegalauan
"Bungkusan ini berisi arsen—"   "Cukup. Aku sudah tahu nama-nama racun itu. Simpanlah kembali ke dalam tas-mu," ucapku menghentikan Bilqis yang hendak menjelaskan tentang racun-racun itu.  "Tapi kenapa?"  "Aku berubah pikiran. Racun berbahan kimia tidak aman untuk digunakan. Itu akan meninggalkan jejak, orang pasti mudah curiga jika Mas Wira meninggal secara tiba-tiba. Terutama para pegawaiku, mereka pasti langsung bisa menebak akulah pelakunya. Apalagi setelah sebulan lalu mereka memergokiku tengah mengubur jasad Mang Diman di pekarangan belakang aula," jawabku.  "Oh ya, baru sebulan yang lalu kau menghilangkan nyawa seseorang. Lantas, bagaimana dengan rencanamu meracuni Wira? Kita sudah pikirkan ini matang-matang, dan aku sudah bersedia membantumu sejak awal." 
Read more
Memanggil Arwah
"Tidak, Manis! Kau tidak boleh berpikiran seperti itu! Jangan bilang kau mulai jatuh cinta pada suamimu! Dengarkan aku, Manis, cinta itu sampah! Cinta hanya akan melemahkan hatimu. Kau lihat aku, bagaimana dulu aku begitu mengagungkan cinta pada seorang lelaki hingga aku memberikan segalanya, tapi dia malah mencampakkanku dan pergi dengan wanita lain. Itulah yang saat ini sedang direncanakan Wira terhadapmu. Dia akan menguras habis hartamu, lalu setelah dapat, dia akan pergi bersama istri barunya dan mencampakkanmu. Tidak, Manis! Jangan pernah percaya cinta, buanglah rasa cemburu itu."  Bilqis berteriak tepat di depan wajahku, dia mengguncang bahuku dengan keras. Angin malam masuk ke dalam ruangan, menyibak ujung rambutku hingga menyentuh bibir.  "Neng geulis, geura hudang, bageur ...." Tiba-tiba kudengar suara leluhur berbisik di telingaku, mereka mencoba menyelamatkanku dari pera
Read more
Poison
"Air susu ini bernama poison," jawab Mbah seraya meniup botol bening berisi poison hingga terangkat ke udara, dan berputar-putar di atas telapak tanganku.  Aku memperhatikan air berwarna putih yang seperti menyehatkan ini. Hanya setetes saja, dan itu membentuk bulatan sempurna yang mengapung di dalam botol. "Racun?" mataku terbelalak melihatnya.   "Ya."  "Aku butuh yang lebih banyak dari ini, Mbah. Ini kan hanya setetes," ucapku.  "Mbah dan Nyimas hanya bisa memberimu setetes. Poison itu tidak akan langsung mematikan korban, tetapi akan membuatnya menderita perlahan-lahan sampai kau puas. Kamu jangan khawatir, nanti setiap madumu meneteskan air mata, botol bening itu akan terisi lagi oleh setetes poison. Dan kau bisa gunakan keesokan harinya. Begitu seterusnya, sampai kau puas mempermainkan pend
Read more
Malam Pengantin
Senyumku terlempar begitu saja. "Kemarilah, dorong kursi roda berlapis emas ini menuju meja makan," kataku.  Harum mengabaikan, dia memilih duduk di kursi dan hendak menyantap hidangan.  "Ingat, untuk duduk di kursi mewahku itu, kamu harus menuruti perintahku. Apa kau lupa tentang persyaratanku, Harum? Cepat kau dorong kursi roda berlapis emas ini menuju meja makan!" Aku mulai meninggikan suara dan menajamkan intonasi, hingga wanita itu tak jadi duduk dan dengan kesal dia menghampiriku.   Sambil memurar bola mata malas, Harum menghampiriku. Dia memegang pegangan kursi roda di belakang pundakku lalu menjerit sebentar.  "Aw!" pekiknya.  "Hati-hati, pasti rasanya dingin, bukan? Pegangan itu berlapis emas yang akan terasa dingin menusuk kulit
Read more
DMCA.com Protection Status