The Last Hug

The Last Hug

Oleh:  Dewi Pedang  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
10Bab
1.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dalam kehidupan ini ada beberapa hal yang tidak bisa kita hindari. Salah satunya adalah seseorang yang hendak datang atau pun yang ingin pergi. Kita tidak pernah bisa memilih siapa yang harus datang dan siapa yang harus pergi. Keduanya tidak dapat dikendalikan sesuka hati. Dan hal yang paling menyakitkan tentang hal ini, adalah datangnya seseorang yang bermaksud untuk pergi. Hal ini pun terjadi pada kehidupan seorang gadis muda bernama Nuri yang kedatangan seseorang untuk mengisi hati, namun pada akhirnya orang tersebut memilih pergi meninggalkan Nuri. Nuri yang saat itu patah hati lebih memilih untuk menutup hati supaya luka yang ia dapati bisa terobati. Akankah di masa depan ia bertemu lagi dengan orang yang membuat hatinya patah? Atau justru bertemu dengan orang lain yang membuatnya tersenyum cerah?

Lihat lebih banyak
The Last Hug Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Shimuramari
Ceritanya menarik kak, semangat terus updatenya kak(≧▽≦)
2021-11-16 21:02:46
0
user avatar
Renti Sucia
Jahil bener si temannya itu... Semangat untuk lanjutannya kaaaa yeeeahhhh ......
2021-11-15 19:52:02
0
10 Bab
Pulang lebih awal
 “Mas, hari ini aku pulang lebih awal. Jadi aku bisa mengantarmu untuk kontrol ke rumah sakit,” kata seorang wanita pada seseorang lawan bicaranya di seberang telepon. “Baguslah jika kamu pulang lebih awal, jadi waktu beristirahat kamu lebih banyak,” sahut pria dari seberang telepon. “Aku nanti langsung berangkat ke rumah kamu ya Mas sepulang kerja. Aku tidak akan pulang ke rumah dulu. Nanti biar aku menelepon saja ke Bunda.” “Kamu pulang saja. Tidak perlu repot-repot mengantarku ke rumah sakit. Aku diantar sama Papa dan Mama kok, jadi kamu tenang saja ya.” “Aku mau ikut Mas. Pokoknya nanti aku langsung ke rumahmu!” kata wanita tersebut dengan tegas lalu menutup sambungan telepon dengan pria yang disebut Mas. Ia kemudian menyimpan ponselnya di meja dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Matanya ia pejamkan sejenak untuk melepas penat yang ia rasa
Baca selengkapnya
Hari yang muram
Kala itu,cuaca di luar ruangan begitu muram. Wajah langit sudah mulai memucat. Matahari tertutup oleh gumpalan-gumpalan awan hitam sehingga keindahan sinarnya yang kekuningan tak terlihat dan tidak terasa kehangatannya.  Sepoi-sepoi angin terasa begitu dingin menghantam. Meskipun telah menggunakan pakaian yang sangat rapat, tapi rasanya angin tersebut masih bisa menembusnya sehingga bulu-bulu halus di sekitar tangan menjadi berdiri karena saking dinginnya udara yang menerpa. Seorang wanita terlihat berdiri di depan sebuah gedung tinggi dengan tangannya yang sibuk memegang ponsel dan matanya sibuk menatap layar datar tersebut. Raut wajahnya tampak seperti orang yang terburu-buru. Entah apa yang membuatnya terlihat demikian. “Ah kenapa tidak ada satu pun yang nyangkut sih?! Padahal aku sedang terburu-buru sekali,” keluh wanita tersebut. Entah apa yang dimaksud dengan kata nyangkut tersebut. Tapi tampaknya raut wajah dari gadis te
Baca selengkapnya
Dia yang dinanti
  Karena bajunya sudah basah seluruhnya, Nuri bergegas membersihkan dirinya dari sisa-sisa air hujan dan segera mengganti bajunya dengan pakaian yang sangat hangat supaya bisa menghilangkan rasa dingin yang sejak tadi membalut dirinya. Seraya Nuri mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, matanya terus saja melirik ke arah layar ponsel yang berada tak jauh dari posisinya saat itu. Dengan harap-harap cemas, Nuri menunggu sebuah pesan atau telepon dari seseorang yang dinantikannya sejk tadi siang. Beguti lama dirinya menunggu, hingga akhirnya sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya tepatnya pada sebuah aplikasi berwarna hijau. Dengan gesit tangan Nuri meraih benda pipih tersebut dan memencet pesan tersebut. Tapi sayang, ternyata pesan yang datang tersebut bukan dari orang yang sedang dinantinya. Pesan itu berasal dari seseorang yang sangat dikenalnya. Seseorang yang selalu ada di setiap kehidupannya. Namun Nuri tidak tahu kehadiran o
Baca selengkapnya
Dia yang pernah pergi
 “Ayahhh!” teriak Nuri seraya berdiri dari kursinya. Ia berlari menuju ruang keluarga lalu memeluk sosok yang sangat dirindukannya. Sudah lama dirinya itu tidak bertemu dengan sosok pria tangguh yang menjadi kebanggannya. Sang ayah membentangkan kedua tangannya untuk memberikan pelukan pada anak semata wayangnya. Nuri menyambut tangannya ayahnya dengan pelukan yang sangat erat. Ia melingkarkan kedua tangannya pada tubuh sang ayah. Sebuah lengan yang besar membelai rambutnya. Pucuk kepala Nuri terasa hangat karena dicium oleh sang ayah. Tanpa terasa, buliran bening yang hangat menetes di pipi Nuri. Perasaan didalam hatinya tak bisa disembunyikan dengan baik. Ia benar-benar bahagia atas keberadaan sang ayah yang sudah lama tidak ia temui. Sang ayah yang memang bekerja di luar negeri menjadi Kedutaan Besar Indonesia di Negara India, mengharuskan dirinya tinggal disana dan pulang selama beberapa bulan sekali. Sehingga Nuri hanya ti
Baca selengkapnya
Luapan emosi
 “Bisakah hubungan kita berdua usia tanpa ada pertemuan atau pertanyaan dari siapapun lagi?” tanya Nuri begitu tenaganya terkumpul. Ia berucap dengan hati yang sangat berat. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya menyakitkan bagi orang yang ditanya dan bagi yang bertanya. “Bisakah orang-orang terdekatku melupakanmu dengan mudah layaknya kau yang melupakanku dalam jangka waktu yang lama. Tak bisakah ingatan tetangmu terhapus begitu saja dari pikiran orang-orang tersayangku?” tanya Nuri dengan air mata yang sudah menggenang di kelopak mata. Orang yang diberikan pertanyaan tersebut hanya diam terpaku mendengar Nuri melemparkan pertanyaan yang sangat sulit untuk di jawab. Waktu serasa berhenti dan hanya menyisakan mereka berdua di tengah suasana yang menyayat hati. “Tidakkah kau memikirkan tentang perasaan orang-orang tersayangku begitu mengetahui kenyataan yang sebenarnya? Tidakkah kau mengetahui seberapa hancurnya pe
Baca selengkapnya
Bersiap-siap
  Dengan tubuh yang lemas, Nuri bangikit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Mulutnya sedikit terbuka karena mneguap, namun mulutnya itu ia tutupi dengan tangan kanannya supaya tidak serangga yang masuk. Dengan mata yang masih perih, Nuri berjalan seraya mengucek matanya.  Aroma masakan Bunda tercium hingga ke kamar mandi. Nuri yang sedang menggosok gigi segera saja menyelesaikan aktivitasnya itu untuk cepat-cepat membersihkan diri. Sekitar 5 menit berlalu, Nuri akhirnya selesai mandi. Begitu kelaur dari kamar mandi, Nuri menajamkan indera penciumannya untuk membaui aroma yang dihasilkan dari masakan Bunda. Nasi goreng! Itulah aroma yang tercium oleh hidung Nuri. “Bunda…” sapa Nuri seraya memeluk sang bunda dari arah belakang. “Hmm,” balas bundanya tanpa menoleh sedikitpun pada Nuri. Beliau masih fokus dengan masakannya. “Bun, nanti buat bekal kerja, Nuri mau bikin salad ya. Supay
Baca selengkapnya
Telepon dari Mas Dendi
 Saat melihat nama Mas Dendi di layar ponsel, betapa senangnya Nuri terlihat dari raut wajahnya yang menunjukkan ekspresi tersenyum bahagia dengan sudut mata yang mengkerut. Dengan satu kali usapan menggunakan ibu jari pada layar ponselnya, Nuri menyambungkan panggilan telepon dari sang kekasih. “Halo Mas,” ucap Nuri untuk mengawali pembicaraan di antara mereka. “Ya halo Vi,” halo seseorang di seberang sana. “Bagaimana kabarnya Mas? Proses pemeriksaan kemarin berjalan lancar saja kan?” Tanya Nuri. “Iya baik-baik saja.” “Syukurlah jika begitu Mas. Nanti pulang kerja, aku ke rumah ya Ma?” “Tidak perlu. Kamu bekerja saja dengan fokus. Setelah pulang jangan kemana-mana lagi. Ke rumah saja langsung. Aku juga ingin istirahat dan tidak ingin diganggu,” kata Dendi. Tanpa menunggu jawaban dari Nuri, Dendi langsung memutuskan sambungan telepon. Baru saja Nuri membuka mulutnya untuk berbicara, tapi suara panggilan terputus ter
Baca selengkapnya
Janji untuk mentraktir kopi
 Jam yang terpampang jelas di dinding ruangan tersebut sudah menunjukkan pukul 15. 00 atau pukul 3 sore yang berarti sudah waktunya untuk para pekerja menghentikan aktivitasnya dan pulang untuk beristirahat dari segala pekerjaan yang telah dilakukannya hari ini. Sambil membereskan beberapa file yang berada di mejanya, TV melirik sedikit-sedikit pada layar ponsel yang berada di sebelah kiri tangan Nuri. Sebuah kabar Yang dinanti oleh Nuri meskipun pada kenyataannya mungkin pesan itu tidak akan masuk kedalam aplikasi yang berada dalam ponsel Nuri. Sampai file yang dibereskannya pun rapi, tidak ada tanda-tanda bahwa pesan tersebut akan diterima oleh Nuri.  Saat orang lain sudah membubarkan diri dari ruangan tersebut, Nuri masih saja duduk di kursinya dan melamun sejenak. Sosok pria yang dicintainya terus saja membayangi pikiran Nuri sehingga ia tidak bisa tenang sedikitpun. Tanpa Nuri sadari, seseorang diam-diam memperhatikannya dari jar
Baca selengkapnya
Karena dibuntuti
 Sejak siang tadi, hati Nuri merasa tidak enak. Rasanya hati Nuri sangat berat namun entah apa yang membuatnya terasa seperti itu. Dorongan kuat dalam hatinya untuk menghubungi sang kekasih begitu menyiksanya. Isi hati Nuri menyuruhnya untuk menelpon Mas Dendi. Tapi pikirannya mencegah ia untuk melakukan hal tersebut dengan alasan ia harus membiarkan kekasihnya itu beristirahat supaya cepat pulih. Karena tidak ingin terus burung saat memikirkan kekasihnya, Nuri berniat untuk mencari udara segar dengan berjalan-jalan di luar sembari menikmati senja dan keindahan matahari yang sebentar lagi akan terbenam.  Langkah kaki Nuri membawanya pada sebuah tempat yang tidak jauh dari rumah. Sebuah alun-alun kecil yang terletak di tengah-tengah perumahan tersebut terlihat begitu ramai oleh anak-anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya.  Sinar jingga kekuningan dapat dinikmati dengan jelas dari tempat tersebut. Nuri yang memang ber
Baca selengkapnya
Tidak ingin bercerita
 “Ayah, Nuri masuk kamar dulu ya,” ujar Nuri untuk menghindari pertanyaan dari sang ayah. Bukannya tidak mau menjelaskan terkait hubungannya dengan Rendi, tapi Nuri takut jika nanti Rendi terkena omelan dari sang ayah yang memang bersifat begitu tegas dan sedikit pemarah jika ada orang yang menyakiti anak semata wayangnya. Nuri melakukan hal tersebut untuk melindungi Rendi dari amukan sang ayah bukan karena dia masih mencintai Rendi, tapi Nuri hanya tidak ingin terjadi perdebatan antara ayahnya dengan mantan kekasihnya. Rasanya tidak perlu lagi hubungan mereka menghasilkan perdebatan. Jika sang ayah tahu anak perempuannya disakiti oleh orang lain, pasti sang ayah akan merasa marah dan lebih dalamnya merasakan kesedihan. Nuri tidak ingin jika nanti sang ayah mengetahui jika dirinya pernah terluka karena laki-laki. Kini biarlah luka itu sembuh dan mengering tanpa dicongkel lagi. “Loh kok ke kamar sih? Kita ‘kan masih bincang-incan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status