Beautiful Darkness

Beautiful Darkness

Oleh:  Purple Moonlight  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
50Bab
4.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Eleanore, dengan segala keterbatasan yang dimiliki, mencoba untuk bertahan dan melanjutkan kehidupannya yang telah dihancurkan oleh Tora; sosok yang semula ia kira bisa berjalan bersamanya. Sosok yang telah memberinya kegelapan eternal dan mencuri satu-satunya hal berharga yang ia miliki, yakni hati. Sayangnya Tora tidak berpikiran sama dengannya. Sosok yang ia cintai dengan sepenuh hati itu dengan santainya melangkah pergi dari kehidupannya. Meninggalkan kenangan dan rasa sakit yang sukar disembuhkan. Di saat ia tengah bertahan dalam kegelapan hidupnya, pemuda itu datang kembali dan menawarkan obat untuk lukanya. Akankah kali ini Eleanore dapat menerima pria itu kembali? Ataukah sekali lagi, Tora hanya singgah dan pergi lagi?

Lihat lebih banyak
Beautiful Darkness Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
lianoviad8
ditunggu bab selanjutnyaa kak...
2021-12-12 09:11:38
0
50 Bab
Chapter 1: Perawat Baru
“Namanya Van. Dia akan menggantikan Maria untuk jadi perawatmu. Dan dia laki-laki.” Seorang gadis yang berada dalam sebuah kamar dengan nuansa golden brown memutar kedua bola mata tanpa ragu. Si Gadis membatin bahwa cepat atau lambat Maria, Sang Perawatnya terdahulu, pasti tidak akan betah menghadapi sikapnya yang sangat menyebalkan. Ia bisa merasakan bahwa perawat itu terpaksa menerima pekerjaan ini, entah apapun alasannya. Mungkin saja karena Maria sangat membutuhkan uang atau mungkin karena wanita itu memaksanya untuk bekerja padanya. Entahlah, ia tak peduli. Sejujurnya, ia sama sekali tak peduli jika akhirnya memiliki perawat atau tidak. Ia bisa melakukan semuanya sendiri. Ia telah terlatih untuk hal itu. Sialnya, wanita itu selalu saja bersikeras untuk mencarikan perawat untuknya. Ia sedikit heran Agatha bisa menemukan perawat baru untuknya dalam jangka waktu satu hari. Tapi tenang saja, ia dapat memastikan bahwa perawat baru i
Baca selengkapnya
Chapter 2: Penolakan Pertama
Satu-satunya pria dalam ruangan itu menatap entitas di hadapannya. Gadis di hadapannya duduk di atas kasur membelakangi pria itu. Rambut hitam legamnya terlihat sedikit kusut dengan poni yang menutupi dahi dan separuh wajahnya dibiarkan panjang tak beraturan. Ia bertubuh kurus, dua kali lipat lebih kurus dari yang terakhir kali pria itu lihat. Pria itu merasakan tubuhnya menegang saat memandang sosok yang terlihat rapuh di depannya. Butuh waktu selama selama sekian detik baginya sebelum berdehem untuk menemukan suaranya yang terkubur di dasar sana. Gadis itu pasti tahu kalau ada seseorang yang memasuki kamarnya. Baiklah, ini saatnya. “Hi, Eleanore.” Gadis itu terlihat tenang. Akankah ia mengenali suara pria itu? Akankah ia menyadarinya? Apa yang harus pria itu lakukan jika ia menyadari siapa yang telah datang? Berbagai pikiran berkecamuk di benak Si Pria. Pria itu melirik sebuah kursi kayu di dekatnya. “Boleh aku duduk di sini?”
Baca selengkapnya
Chapter 3: Kamera
“Selamat pagi, Eleanore.” Pagi berikutnya dan berhari-hari berikutnya Van datang lagi. Sudah 3 hari ini ia memaksakan diri untuk bekerja. Sudah 3 hari pula Eleanore menolaknya mentah-mentah. Walaupun telah ditolak, pria itu hanya menunggu di depan kamar Ele seharian penuh sebelum akhirnya bibi memintanya untuk pulang. Namun kali ini, rupanya ia berinisiatif untuk berusaha lebih. Pria itu masuk ke kamar Ele tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Benar-benar orang yang nekat. Tidak peduli sudah berapa kali Ele melarangnya untuk bekerja di sini, tidak peduli berapa kali Ele melarangnya untuk dekat-dekat dengannya, ia tidak menghiraukannya sekali pun. Van menganggap segala larangan Ele adalah angin lalu yang tidak perlu diperhatikan. Itu sebabnya kali ini Ele menulikan pendengarannya dan mencoba menetralkan gemuruh di dadanya yang sarat akan emosi saat Van memasuki kamarnya seenak jidat. Eleanore menyesap teh rosela favoritnya sembari duduk menghadap jendela,
Baca selengkapnya
Chapter 4: Gangguan Panik
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu   Klik. Klik. Klik. Eleanore mengecek hasil jepretan di kameranya. Not bad. Sepertinya kemampuannya dalam membidik suatu objek semakin membaik. Ele tersenyum puas melihat gambar kupu-kupu yang ia tangkap. Ele seketika membayangkan jika dalam 10 tahun ke depan ia bisa membuka exhibition-nya sendiri. Exhibition yang dipenuhi kumpulan foto yang sudah ia abadikan semenjak ia mendapatkan kamera kesayangannya dari Sang Ibunda satu tahun yang lalu. Ele berjalan lagi menyusuri halaman depan sekolahnya. Sekarang sudah pukul 18.00 tepat. Sekolah ini hampir sunyi di kala sore hari. Apalagi hari ini hari sabtu. Jam belajar pun usai lebih awal, begitu pula dengan jam belajar Ele. Seharusnya Ele sudah pulang ke rumah. Ia merasa kurang beruntung karena harus bertemu dengan Guru Bahasa Inggris-nya karena beliau memintanya untuk membantu men
Baca selengkapnya
Chapter 5: Pusat Komunitas
Begitu mereka tiba di Pusat Komunitas, Eleanore bergegas keluar dengan membawa kado Yuna. Ia tidak mengatakan apa pun lagi setelah Van menenangkannya dari panic attack-nya tadi. Van sedikit heran mengapa serangan panik itu masih saja Ele alami. Dahulu, seingat pemuda itu, Ele juga ia mengalaminya saat bersamanya. Kejadiaannya adalah saat pertama kali mereka naik motor bersama. Responnya sama persis seperti tadi; tangan bergetar, keringat dingin mengalir, dan napas tersengal. Kenapa gangguan itu tidak juga kunjung sembuh? Van pikir setelah sekian lama Ele bisa mengatasi rasa paniknya. Ternyata masih belum. Van mengejar Ele masuk ke dalam Pusat Komunitas. Langkah Eleanore begitu ringan. Tanpa perlu diberi arahan, dia sudah bisa memasuki bangunan berwarna putih di depannya. Tepukan tangan dan nyanyian terdengar saat mereka masuk. Terdapat sekitar 20 orang berdiri mengelilingi seorang wanita yang sepertinya berumur awal tiga puluhan yang berdiri
Baca selengkapnya
Chapter 6: Kencan Pertama
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu   Handphone dengan hardcase putih di saku Tora bergetar. Tora menariknya keluar sebelum melihat nama yang tertera di layar kaca ponsel itu. Rupanya Ghani menelponnya. Dengan sekali sentuhan, suara sobat karibnya itu langsung menggema di telinganya. “Tora Van Beurden! Kau gila memang!” teriak Ghani lantang. Tora terpaksa menjauhkan ponselnya dari telinga. Menurut Tora, Ghani lah yang gila karena Si Bantet itu menelpon secara mendadak dengan umpatan yang menggema di telinga. “Bangsat! Bantet gila! Apa-apaan sih kau ini!” Tora balas berteriak. Tora rasa kadang-kadang temannya itu bertingkah menyebalkan, bagaikan gadis remaja yang sedang datang bulan. Ingin rasanya ia memukul kepala Ghani dengan kamus bahasa Jepangnya barang satu-dua kali. Biar dia kapok. Sedetik kemudian Tora mendengar kekehan Ghani di ujung panggilan. “Sorry, Bro. Aku cuma ingin mena
Baca selengkapnya
Chapter 7: Romansa Asmara
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu   Elevator yang dua insan yang tengah dibalut romansa naiki berhenti pada lantai teratas. Eleanore dan pemuda di sebelahnya berjalan keluar sambil saling melemparkan senyuman. Si pemuda menggandeng tangan Ele dan menuntunnya untuk menaiki beberapa anak tangga. Dengan tangan kirinya yang bebas, pemuda itu membuka sebuah pintu di depan mereka. Semilir angin dingin menerpa tengkuk Ele. Gadis itu merapatkan jaket milik Si Pemuda yang ia kenakan. Gadis itu melirik sosok di sebelahnya yang menyilangkan kedua tangan di dadanya. “Berjalanlah duluan,” perintah Si Pemuda. Ia memberikan senyuman yang membuat Ele menerka-nerka hal istimewa apa yang tengah disembunyikan. Ele mengerucutkan bibirnya dan berjalan mendahului Si Pemuda dengan patuh. Sedetik kemudian Ele tercengang dengan apa yang ia lihat. Dua buah kursi dan sebuah meja berukuran sedang dengan makanan yang tertata rapih sudah tersedia beberap
Baca selengkapnya
Chapter 8: Teka Teki Rianti
“Apa yang kau bawa?” Van menatap kotak yang berada di pangkuan Eleanore. Tak berapa lama setelah Van dan Yuna berbincang-bincang, Eleanore datang dengan membawa sebuah kotak. Kotak yang terbuat dari anyaman bambu itu kini dipegang erat oleh Ele. “Prakaryaku,” jawab Ele singkat. “Biar ku lihat.” Van mengambil kotak itu dari Ele. “Jangan!” cegah Ele namun terlambat karena Van sudah terlanjut membuka tutup kotak itu. Pria itu mengeluarkan sebuah beanie merah yang terbuat dari wol. “Topi!” Van mengatakannya tak percaya. “Kau merajut sebuah topi?” tanya Van. Wajah Eleanore terlihat sedikit masam menderngar pertanyaan itu. “Jangan ikut campur.” Tangan Ele terulur hendak mengambil beanie itu dari tangan Van, namun dengan jahil Van menjauhkan topi itu dari jangkauan Ele. “Ini sangat keren! Kau sangat berbakat, Eleanore,” ucap Van sungguh-sungguh. Pemuda itu mengamati lagi topi rajut itu. Rajuta
Baca selengkapnya
Chapter 9: Kincir Angin
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     “Eleanore, bangun.” Sebuah tangan menggoyang-goyangkan badan Ele perlahan. Orang itu memanggil nama Ele selama berkali-kali tepat di telinganya. Sementara itu, sosok yang dipanggil memilih menarik selimut untuk menutupi kepala. Tubuhnya menggigil kedinginan kala selimut itu kembali disibak untuk membuatnya bangun. “Bangun, ayo. Kakak sudah membuatkan sarapan untukmu.” Ele mengumpulkan kesadarannya kala menangkap suara itu. Meski nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, Ele seketika terlonjak bangun dan mendapati Reynold sedang tersenyum cerah di tepi kasurnya. Sejak kapan kakaknya ada di rumah? “Kak, kau sudah pulang!” teriak Ele. Sesegera mungkin Ele mengalungkan lengannya ke tubuh kakak satu-satunya itu. Kerinduannya membuncah karena sudah berbulan-bulan ini kakaknya tidak pulang ke rumah. Sang Kakak selalu bepergian ke luar kota bahkan ke luar negeri
Baca selengkapnya
Chapter 10: Rayuan Tora
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     “Aku mau ke pantai.” Ele memakan potongan bacon dan omelet ke mulutnya secara bersamaan. Mulut penuhnya ia paksakan untuk berbicara sementara Sang Kakak menyodorkan segelas air putih untuknya. “Pelan-pelan, Ele,” tegur Reynold. Di sebuah pagi yang tenang, Eleanore dan Reynold menghabiskan sarapan bersamanya di kamar ibu. Sosok ibundanya terlihat memakan masakan Reynold dengan lahap. Ele melirik ke arah ibunya yang tertawa saat anak sulungnya menegur yang bungsu. Seingat Ele, Sang Ibu jarang sekali terseyum akhir-akhir ini. Nafsu makannya juga turun derastis. Biasanya ibunya hanya makan satu dua sendok. Itu pun dengan paksaan darinya dan perawatnya. Akan tetapi, kali ini ibundanya dengan senang hati makan dengan wajah berbinar. Ini berarti ibunya sangat senang dengan kedatangan Reynold. “Sepertinya dia pemuda yang baik ya?” tanya ibu. Ele tersenyum men
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status