Aku Bukan Istri Bodoh

Aku Bukan Istri Bodoh

Oleh:  Gilva Afnida  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
70Bab
77.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Selalu dihina dan diejek adalah makanan sehari-hari untuk Sofia yang menjadi menantu di keluarga Ho. Bukan hanya dilakukan oleh keluarga besar, namun juga dilakukan oleh sang suami yang dulu selalu membelanya. Bahkan dia mulai terang-terangan membawa istri siri yang dianggapnya mempunyai derajat lebih tinggi darinya. Sofia tak ingin berdiam diri, dia mulai merencanakan sesuatu untuk membalaskan rasa sakit selama menjadi bagian keluarga Ho.

Lihat lebih banyak
Aku Bukan Istri Bodoh Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Ayu
nulis novel ini niat untuk di baca apa cuma cari kunci doang
2022-07-30 00:01:41
1
user avatar
Fitria anggraini
cerita nya bagus ....lanjut dong cerita nya...bkin penasaran akhir dari kisah nya...
2022-05-18 05:49:35
2
user avatar
Suci
baru sedikit bab nya udah terkunci ......
2022-04-21 10:24:20
1
user avatar
Cutie Pie
Semangat untuk melanjutkan!!
2022-04-14 11:13:42
1
70 Bab
Bab 1 - Menantu Rasa Pembantu
Terik panas matahari sudah mulai dirasakan kulit kusam Sofia yang saat itu sedang menyuci di bagian belakang rumah. Dari tempatnya duduk, ia melirik jam dinding yang bertengger di dinding dapur. "Masih jam 8 pagi, aku harus segera menyelesaikan cucian yang makin menggunung ini," gumamnya.Sofia terus mengucek pakaian yang menumpuk setiap harinya, suara rengekan kecil dari belakang punggung membuatnya menoleh. "Mama." Balita kecil bermata sipit itu adalah Lucas, anak sulungnya yang berusia 4 tahun. "Kenapa, sayang? Mama baru nyuci," ujarnya sambil membersihkan tangan dari busa sabun cuci. Lucas terlihat mengucek kedua matanya dan mulutnya menguap. "Susu," rengeknya.Kepala Sofia menoleh ke arah dapur dan ruang tamu yang bisa ia lihat dari tempatnya duduk untuk mencari bala bantuan. Pandangannya bertemu pada wanita paruh baya yang tak kalah sipitnya, sedang menatap fokus layar laptop dan duduk di sofa ruang tamu.Wanita itu seolah tahu, menoleh dan mena
Baca selengkapnya
Bab 2 - Alasan Tetap Bertahan
Samar-samar Sofia mendengar teriakan suara yang memanggil namanya, dan suara itu berpadu dengan suara gedoran pintu. Namun matanya terasa lengket seperti enggan untuk terbuka. Tiba-tiba ia tersentak merasa ada yang menimpuk dengan sesuatu yang padat namun tidak keras tepat di wajahnya yang kusam.Setelah ia membuka mata dan mengerjap, terlihat Rianti berdiri menjulang dengan berkacak pinggang. Lalu ia berteriak marah-marah hingga terdengar seluruh ruangan. "Kamu tuh ya, disuruh orang tua buat bantu kerja malah enak-enakan tidur disini!" bentaknya kasar sambil menunjuk jari tengahnya tepat berada di depan wajahnya.Rupanya Sofia baru tersadar bahwa ia tertidur ketika menidurkan Luna. Suara rengekan pun kembali terdengar, Luna terkejut mendengar suara neneknya yang berteriak. "Huh!" Rianti mendengus kasar ketika melihat cucunya menangis. "Ibu dan anak sama aja gak ada yang bener!" omelnya sambil keluar kamar. "Mama.. takut," ucap Lucas dengan lirih. Terlihat sua
Baca selengkapnya
Bab 3 - Topeng Terbuka
Jika jarak antara Jakarta dan Surabaya dekat, tentu ia ingin segera mengemas barang dan memboyong kedua anaknya untuk pulang ke Jakarta, tempat kedua orangtuanya menetap. Kesabaran manusia tentu ada batasnya. Dan itulah yang tengah dirasakan Sofia setelah mendengar hinaan ibu mertuanya.Setelah selesai mencuci piring,ia mengeringkan tangannya yang basah dengan handuk kecil. Ia ingin segera istirahat. Tinggal di rumah bak neraka dunia ini membuatnya lelah secara fisik dan batin. Ia bergegas menuju kamar, sesaat ia melihat Ruslan tengah duduk di kursi luar menatap gawai dan menghisap sebatang rokok. Mungkin dia ingin me-time setelah lelah bekerja seharian, begitu pikir Sofia sambil berlalu. Sesampainya di kasur, dia menatap penuh lembut wajah dua malaikat kecilnya yang sudah pulas, mengusap rambut keduanya lalu mengecup kening keduanya dengan lembut. Kini gilirannya untuk terlelap.Setelah beberapa jam terlelap, Sofia terbangun karena merasa tenggorokannya
Baca selengkapnya
Bab 4 - Minggat
Ruslan terkejut memandang wajah kedua anaknya yang seakan melihat monster ketika ia mendekat. Lalu Ruslan memilih pergi ke luar untuk menenangkan dirinya. Ia bak kesetanan ketika menghukum Sofia di kamar. Ketika ia keluar kamar pun, ia tak menggubris persoalan ibu dan kedua adiknya yang bertanya. Saat ini, ia merasa gundah akan keputusannya. Disatu sisi, dia memang ingin bercerai dan bersatu dengan Stephanie dan Zen. Namun, sisi lain ia tak mungkin meninggalkan Lucas dan Luna. Lalu dengan Sofia? Entahlah, dia sendiri tak bisa merasakan perasaan yang samar dalam hatinya. Dulu dia menikah dengan Sofia semata-mata hanya ingin balas dendam keluarganya. Tak ada cinta, hanya ada nama Stephanie yang terpatri dalam hatinya setelah bertemu dengannya dua tahun yang lalu.Sedang Sofia sibuk menenangkan kedua anaknya. "Ma, Lucas takut. Papa kayak monster," ucap Lucas dengan tubuh yang masih gemetar.Hati Sofia semakin terasa pedih melihat ketakutan anak sulungnya. Tanpa b
Baca selengkapnya
Bab 5 - Dianggap Tua
Kedua bahu Sofia terlihat berguncang, membuatnya mengerjap mata dan akhirnya bangun. Ternyata Axel membangunkannya dengan menggoyangkan sisi bahu Sofia. "Sudah sampai... masuklah dulu! Selepas itu, anda boleh melanjutkan tidur." Gaya bicara Axel begitu kaku menurut Sofia, dan dari aksennya berbicara bahasa Indonesia ia seperti bukan dari Surabaya. "Saya memang bukan orang Surabaya," celetuk Axel seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Sofia.Sofia semakin mengernyitkan keningnya dalam. "Bagaimana anda selalu tahu apa yang saya pikirkan?" Tanpa Sofia sadari, ia jadi mengikuti gaya bicara Axel yang kaku. Bibir Axel mengulum senyum. Sejenak membuat Sofia terpana dengan wajah manisnya. "Saya pandai membaca mimik wajah." Sambil menggendong Lucas, Axel membuka pintu yang terkunci dan berkata, "Ayo, silahkan masuk." Sofia mengamati rumah yang akan menampungnya sementara waktu, desain rumah itu terlihat kuno. Hanya berlantai satu namun ketika dia masuk,
Baca selengkapnya
Bab 6 - Membawa Jalang
"Nih, sarapan buat kalian." Axel menyerahkan tiga kotak berisi bubur ayam ketika melihat Sofia sedang memakaikan baju untuk kedua anaknya. "Makasih." Saat Sofia dan kedua anaknya sudah menyelesaikan sarapannya, tiba-tiba mobil hitam datang memasuki halaman rumah Axel. Mata Sofia terbelalak karena begitu hapal dengan warna dan nomor plat mobil tersebut. Mobil itu milik Ruslan, jantungnya seketika berderu dengan cepat. Otaknya seketika berpikir dengan keras, bagaimana mungkin dia mengetahui keberadaannya di sini? Lalu sedetik kemudian pertanyaan itu langsung terjawab dengan sendirinya. Dia teringat bahwa Ruslan memang memasang gps di hapenya yang tersambung dengan hape Ruslan. Dulu Ruslan bilang, jika Sofia tersesat atau ada suatu hal. Dimanapun itu, Ruslan akan mencarinya meski sampai ke ujung dunia. Gombalan kuno yang dulu membuatnya berbunga-bunga dan seolah-olah kupu-kupu bertebaran di perutnya. Dari luar terlihat Ruslan yang duduk di kursi pengemudi bersa
Baca selengkapnya
Bab 7 - Axel Kepo
Dalam perjalanan pulang, Stephanie terus mengajak bicara Ruslan namun tak mendapat respon yang baik dari pria itu. "Sayang! Kamu kenapa sih?" tanya Stephanie dengan lembut."Gak ada apa-apa," jawab Ruslan dengan ketus.Tangan Stephanie mengepal erat di samping gaunnya. "Ruslan! Aku bertanya baik-baik padamu, tapi apa gini jawaban yang baik untukku?" tanyanya dengan menahan amarah.Ruslan tersentak di balik kemudinya, dia tersadar atas apa yang diperbuatnya. Bibirnya bergetar saat dia berucap,"Eh, e... enggak kok, Sayang. Aku tadi lagi bingung aja mikirin gimana caranya kedua anakku bisa aku ambil alih hak asuhnya.""Aku gak butuh kedua anakmu, Ruslan!" bentak Stephanie.Ucapan Stephanie membuat Ruslan menepikan mobilnya di bahu jalan. "Apa?"Kilatan amarah jelas terlihat di mata Stephanie. "Memangnya siapa kamu, memutuskan seenaknya begitu? Ingat Ruslan, aku sudah bersabar dengan menjadi istri siri dan bersembunyi dari istri bodohmu itu! Bahkan aku pun s
Baca selengkapnya
Bab 8 - Kembali ke Rumah
Selepas dari bandara, Sofia tak pernah lepas dari rasa takjub karena setelah sekian lama akhirnya dia kembali ke rumah masa lajangnya. Rumah yang sedari dulu memberinya keteduhan dan kenyamanan. Dari rumah mewah inilah Sofia tumbuh dengan kasih sayang tanpa kekurangan apapun. Lucas dan Luna terlihat terlelap setelah perjalanan dari bandara ke rumah."Kamu istirahat dulu aja, Fi. Biar mama suruh bu Sarmi dan bu Inah untuk mengurus Lucas dan Luna," ujar Haya."Loh, bu Sarmi dan bu Inah masih kerja disini?"Haya terkekeh mendengarnya. "Masih, sayang! Dari dulu mereka gak pernah meninggalkan kami. Papa dipecat, bukan berarti kita jatuh miskin, Kan?" "Iya, sih." Sofia termenung sesaat. Bagaimana mungkin dia mengetahui kondisi kedua orangtuanya lebih jelas, jika Ruslan dan keluarganya tak pernah memberinya izin barang sejenak saja untuk menjenguk kedua orangtuanya di Jakarta.Seperti yang di katakan Haya, bu Sarmi dan bu Inah pun terpogoh-pogoh datang mengam
Baca selengkapnya
Bab 9 - Berubah
Kesunyian di malam hari sedikit membuat Sofia yang tengah menatap langit-langit kamar, tenang dari kemelutnya pikiran. Beban di pundaknya kini terasa agak berkurang. Pikiran dan tenaga yang dulu terkuras kini sudah tak ia rasakan. Ia merasa nyaman dengan keadaan yang sekarang, namun sesaat kemudian hatinya kembali gundah. Pikirannya mulai berkecamuk lagi ketika otaknya tanpa izin menampilkan rentetan peristiwa yang terjadi begitu cepat dalam benaknya. Setetes air mata mulai mengalir cepat diujung matanya. Seberapa kalipun Sofia berhasil menenangkan diri dihadapan orang lain, tetap dia akan tetap kembali menangis tergugu ketika dia tengah sendiri. Kali ini dia membiarkan dirinya bebas menangis, melepaskan segala rasa sakit dari luka yang bak disayat oleh sembilu. Setelah hampir setengah jam dirinya puas menangis, pikirannya kembali tenang dan semangatnya kembali berkobar. Dia mulai menyusun rencana untuk memulai balas dendam. Dia harus memberi tamparan secara halus pad
Baca selengkapnya
Bab 10 - Dianggap Tak Layak
10 menit yang lalu.Kepala Sofia mendongak, memandang gedung perusahaan yang menjulang tinggi di hadapannya. Sudah bertahun-tahun dia tak menapakkan kaki di perusahaan tempat papanya bekerja, rupanya banyak hal yang sudah berubah. Jantungnya berdegup kencang ketika langkahnya semakin mendekat ke arah lobi. Dia menghampiri seorang wanita berpakaian rapi dan bibirnya selalu tersenyum ramah pada setiap tamu yang menghampirinya."Permisi, saya dengar disini sedang membuka lowongan kerja? Boleh saya tahu ke lantai berapa saya harus mengirimkan lamaran kerja?" tanya Sofia, tersenyum ramah.Staf wanita itu menoleh ke arah Sofia, name tag yang tersemat di baju kerjanya bertuliskan 'Dita'. Mata hitamnya meneliti sosok Sofia yang masih mengulum senyum di bibirnya. Baju putih yang sedikit kotor di beberapa bagian, celana hitam panjangnya terlihat lusuh serta wajah yang penuh keringat tanpa polesan makeup membuat Dita mengerti. "Oh, Anda mau ngelamar jadi OG?"Kening Sofia
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status