Harga Suamiku

Harga Suamiku

By:  BlackJoe  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings
16Chapters
1.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Bagaimana rasanya, jika suamimu ada yang melamar. Seorang wanita yang kaya raya, dan juga seorang janda cantik yang hidup kesepian di tengah keramaian. Apakah seorang Gita Larasati wanita sederhana, mampu mempertahankan rumah tangganya?

View More
Harga Suamiku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Bintu Hasan
Lanjut Kak. Kenal kayaknya nih.........
2022-04-16 15:18:06
0
user avatar
Ombak Lautan
Kasihan si Gita,
2022-03-17 08:03:56
1
user avatar
Blade Armore
Lanjut lagi, dong.
2022-02-27 12:24:59
0
16 Chapters
Lamaran dari wanita lain
"Mbak, bolehkah saya meminta ijin untuk menikah dengan suamimu?" tanya seorang wanita yang baru saja datang bertamu ke rumahku."Maksudnya apa, ya, Bu?" tanyaku bingung.Baru dua kali ini aku bertemu dengannya, bahkan berbicara langsung dengannya baru saat ini."Selama dua tahun saya mengenal Pak Yunus, saya jatuh cinta dengan kebiasaannya." Aku tertawa mendengar ucapannya yang sungguh absurd menurutku."Bercandamu tidak lucu, Bu." Sungguh aku tidak suka dengan gaya bicaranya.Aku menatap kesal ke arahnya, dan dia hanya tersenyum simpul. Dengan santai dia mengubah cara duduknya, menghadap ke arahku."Saya tidak bercanda, Mbak. Saya sungguh-sungguh mencintai Pak Yunus dan sudah dua kali saya memintanya menikahi saya dan saya rela memberikan apa saja untuk mendapatkannya!" ujarnya dengan bangga, "tapi sepertinya Pak Yunus takut dengan mbak, sehingga menolak saya!" ujarnya dengan nada mengejek.Mataku terbelalak mendengarnya, tidak menya
Read more
Lelah atau Pasrah
'Ada apa, ya?' gumamku penasaran.Perlahan aku keluar dari kamar, untuk mengetahui ada apa. Tidak biasannya, Mas Yunus berbicara dengan nada sekeras itu."Tolong jangan seperti ini, Bu!" tegas Mas Yunus.Aku semakin penasaran dengan siapa, Mas Yunus berbicara. Lalu, aku mendekatinya. Mata ini terbelalak, ketika melihat lawan bicara suamiku."Wow, Kamu tidak ada harga dirinya, ya!" Kutatap wajah wanita di depanku, "kamu juga, Mas. Tega sekali melakukan hal ini!" imbuhku dengan perasaan campur aduk.Mas Yunus menatapku sayu, bibirnya bergerak namun, tidak berucap kata. Sedangkan wanita itu, maju mendekat. Dengan dagu mendongak, dia menatapku.Pandangan angkuh yang tidak pernah ingin aku lihat, dan berharap tidak akan pernah terjadi dalam hidupku. Namun, kini aku harus berhadapan dengan wanita yang mencintai suamiku dan ingin merusak kebahagian keluarga kecil kami setelah puluhan tahun dibina."Dek, mas tidak tahu menahu tentang ini!" Ma
Read more
Terluka
Aku membuka mata, ketika merasakan sakit di kaki. Ruangan ini sangat bau, aroma yang keluar dari berbagai obat-obatan membuatku mual.'Emil!' gumamku.Kulihat Mas Yunus duduk di sisiku, memijat kakiku dengan kasih sayang. Tapi, entah kenapa rasanya hatiku tetap terasa sakit, bahkan tidak hilang secuil pun. Teringat Emil, aku langsung duduk dan berusaha beringsut dari tidurku. Mas Yunus yang menyadari pergerakanku, bangun dari tidurnya yang seperti ayam."Dek, mau apa?" tanyanya.Rasanya ingin menangis sejadi-jadinya namun, aku harus menahan agar tidak terlihat lemah di depan Mas yunus. Tanpa kata, aku berusaha turun dari ranjang dan melepaskan infus yang ada di tangan."Dek, jangan gini! Dengarkan penjelasan mas, dulu!" Mas Yunus berusaha berbincang padaku namun, aku tetap abai.Aku mencari di mana Emil berada, dan masih menerka apa yang terjadi."Sus, untuk ruang informasi ada di mana?" tanyaku pada suster yang kebetulan sedang lewat
Read more
Memohon
"Dek!" Mas Yunus terperanjat ketika melihatku.Kemudian dia mendekati, memegang tanganku, yang seketika terasa kaku."Dek, darahnya naik. Ayo, kamu masuk!" Mas Yunus memaksaku masuk dengan mengambil alih botol infus yang kugenggam.Mengajakku kembali ke ranjangku, lalu membenarkan posisi botol infus. Dengan tergesa-gesa, dia keluar dan memanggil suster.Ketika, Mas Yunus pergi, wanita itu masuk tanpa permisi. Kemudian, duduk di depanku dengan menyunggingkan senyum yang manis."Bagaimana keadaan Mbak Gita?" tanyanya dengan lembut."Untuk apa kamu ke sini?" tanyaku dengan nada tidak suka.Mas Yunus masuk dengan membawa seorang suster, kemudian suster tersebut langsung memeriksa keadaanku. Setelah selesai memeriksa dan memarahiku, suster itu pun pergi. Mas Yunus duduk di sampingku, menggengam erat tanganku."Dek, mas enggak mau kamu kenapa-kenapa!" ujarnya lirih.Aku melihat kesungguhan di mata dan suara Mas Yunus namun, ti
Read more
Apakah surga?
Aku terpekik, ketika melihat ada lelaki tampan di hadapanku. Menatapku dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Apakah ini surga?" tanyaku dengan menelusuri setiap inci wajah leleki di depanku. Lelaki itu menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum manis sekali. "Jika ini bukan surga, lalu apa? Begitu sempurnanya ciptamu, ya Allah!" ujarku memuji. Lelaki itu terpana sejenak atas apa yang aku ucapkan, mungkin dia berpikir jika aku sudah gila. Mau bagaimana lagi, tampannya itu loh, MasyaaAllah. "Maaf, Tuan." Suara seorang wanita yang terdengar serak di telingaku, lalu dai mendekat dan berbisik. Kemudian, dia menjauh sejenak dan berdiri mematung. Aku hanya diam memperhatikan mereka dan mataku terus mengagumi desain ruangan ini. Aku sadar, jika ini bukanlah negeri impianku. Akan tetapi, dunia yang belum pernah aku temui selama hidupku. "Ma--maaf!" ujarku lirih, ketika lelaki itu fokus menatapku. Aku berusaha
Read more
Yakin tidak ingin tinggal?
"Wooow!" kata pertama yang kuucapkan, ketika melihat ruangan yang tidak pernah kubayangkan, "sepertinya, mereka bukan manusia!" imbuh ku, bergumam.  Berkali-kali, mata kukedip-kedipkan. Lalu, menggelengkan kepala. Masih tidak yakin dengan diri ini.  Kuturuni anak tangga, dengan tangan bertumpu pada dinding bercat metalik. Berhenti sejenak, memandang lukisan berukuran besar yang menempel cantik di dinding yang agak rendah.  "Non, kenapa keluar kamar?" tanya seseorang yang membuatku terkejut, "oya, perkenalkan, saya Siti Lestari. Kepala asisten di rumah ini.  "Iya, Bu, " jawabku asal.  "Panggil saja, Siti!" ujarnya merendah.  Aku mendekati wanita paruh baya itu, yang rambutnya tertata rapih dan mengambil tangannya yang dia tumpuk di depan pinggang.  "Ibu lebih tua dari saya, masa harus saya panggil nama!" ujarku lirih.  Kulihat matanya berbinar namun, dia mencoba menepisnnya dengan
Read more
Amarah Renald
Lelaki berpakaian dokter itu pergi meninggalkan kamar ini, dan membiarkanku untuk istirahat. Katanya, aku hanya perlu istirahat beberapa hari saja. Nantinya, dia akan mengirimkan suster untuk menjagaku. Meski di tolak, lelaki itu tidak peduli. "Di istana ini, apa semua orangnya aneh?" ocehku, tanpa ingin di jawab oleh siapapun. "Non, ini rumah Tuan Renald. Dia pengusaha sukses termuda di Asia dan juga orang terkaya kedua untuk orang seusianya," terang wanita tua di sampingku. Padahal, aku tidak berharap mengetahui hal yang tidak perlu aku ketahui. "Bu, aku hanya ingin pulang, itu saja!" keluhku, "katanya enggak miskin, tapi untuk apa dia menahanku?" lanjutku. Wanita itu ijin keluar sebentar dan memperingatiku, untuk tidak mencoba kabur karena semua akan sia-sia. Mengusir kebosanan, aku berdiri di depan jendela berukuran besar dan daun jendelanya sudah terbuka. Melihat ke bawah, ada Teman-teman yang tertata sangat canti
Read more
Tidak Percaya
"Tuan!" Wanita tua itu memanggil Renald yang membelakangiku, dan dia bergegas membantuku untuk duduk. Renald masih tidak berbalik, dia malah menyilangkan tangannya di belakang pinggangnya dan berjalan menuju pintu dengan langkah gontai. Aku hanya bisa meringis, kenapa bisa di perlakuan seperti ini. Kami tidak saling kenal. "Tuan, Nona Gita!" ujar Bu Siti. Lelaki itu masih diam, dan mencoba membuang napas kasar. Aku masih dapat mendengarnya. Aku tidak tahu, dia kesal denganku karena apa. Bu Siti menyeka darahku dengan sapu tangan miliknya dan berjalan menuju Renald yang akan keluar, terlihat Renald tidak peduli dan sudah hampir sampai diambang pintu. Lelaki itu langsung berlari ke arahku dan terlihat panik ketika melihat sapu tangan milik Bu Siti. Dia ingin menyentuhku namun, diurungkan. "Panggil, Bik Sumi!" perintah Renald. Bu Siti kembali mendekat dan mencoba menahan lukaku. Sedangkan Renald
Read more
Pulang
Cukup lama aku tertidur namun, rasa sakit ini teramat sangat mengganggu. Ketika, mencoba menggeliat. tubuhku terasa sakit. Terutama daerah pundak, rasanya sungguh luar biasa."Non, sudah bangun?" Suara Bu Siti, tertangkap oleh pendengaranku.Aku mencoba membuka mata yang masih terasa berat untuk terbuka. Dengan sedikit memaksa, akhirnya aku bisa melihat Bu Siti. Terpancar kekhawatiran dari wajahnya yang telah menua, ada rasa bahagia karena dia begitu mengkhawatirkanku. Tapi, aku cukup kesal mengingat perlakuan lelaki aneh seperti Renald."Bu, saya mau pulang!" pintaku.Bu Siti memelukku tiba-tiba, dan tanpa kusadari air mata ini menetes. Betapa hangat pelukan seorang ibu yang sudah tidak pernah aku rasakan sejak menginjak masa remaja.."Bu, anak saya pastii merindukan pelukan seperti ini!" bisikku. "Saya tidak ingin Emil merindu terlalu lama dan saya takut dia akan melupakan saya seperti suami!" sambungku.Bu Siti merenggangkan pelukannya, d
Read more
Pernikahan yang Bukan Bualan
Suara tawa terdengar dari arah belakang, tentu mengalihkan perhatianku. "Eh, Tuan sombong!" makiku, tanpa melihat siapa yang datang. Mataku melotot sempurna ketika melihat lelaki yang baru saja masuk, dan menertawaiku. Dia berjalan dan mendekati, tanpa ragu mengambil gunting yang ada di tanganku. "Kamu!" sapaku. "Kenapa?" tanyanya. "Apa kamu mengharapkan Renald yang datang?" tambahnya membuatku kesal. "Maaf, ya tuan, atau siapalah! Saya itu mau pergi dari sini dan pulang ke rumah!" ujarku pongah. "Kalau mau pergi, ya pergi aja! Kenapa harus nodong orang!" balasnya. Rasa kesal tentu saja terpancar di wajahku, bukan hanya karena rasa sakit ini, tapi karena keangkuhan penghuni rumah yang baru kukenal. Dengan menggerutu, aku menghentakkan kaki dan berlalu pergi. Meski tidak tahu jalan, aku yakin akan menemukan jalan keluarnya. 'Dasar orang-orang aneh! Harusnya, kan kalau sudah menolong orang dan diobati, dipersilahk
Read more
DMCA.com Protection Status