Tawanan Mafia

Tawanan Mafia

Oleh:  Fbrmanda  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
41Bab
13.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Puluhan manusia tak berdosa diculik oleh seorang ketua Mafia ke negeri asing. Mereka dijadikan budak bahkan tak sedikit yang berakhir tragis karena organ dalamnya diambil untuk diperjualbelikan. Mentari dan Shaka adalah dua muda-mudi yang berusaha melarikan diri dari kekejaman Max—sang Ketua Mafia. Berjam-jam mereka bertarung di dalam hutan demi terbebas dari gelar sang Tawanan. Namun, usaha keduanya justru berujung nestapa. Karena pada akhirnya Max berhasil membawa mereka kembali. Hingga sebuah fakta terungkap. Shaka diam-diam menaruh hati pada gadis bermata bening itu. Sayangnya, cintanya tak terbalaskan. Justru berakhir pilu karena Mentari harus terikat dengan Max. Ikatan yang membuat semua kisahnya menjadi sangat menyedihkan. Harga diri, kehormatan, bahkan hatinya juga direnggut paksa oleh pria iblis itu. Akankah keduanya sanggup menghadapi tantangan berdarah ini? Mampukah mereka kembali ke negaranya dengan keadaan masih bernyawa? Semua kisahnya terangkum dalam cerita ini.

Lihat lebih banyak
Tawanan Mafia Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
Lanny
Lanjut dong kak
2022-07-22 17:35:03
1
user avatar
Mina
Aku suka cerita Kak ...
2022-04-05 10:49:40
2
user avatar
Donat Mblondo
Bacanya bikin dag dig dug deeeer... Seolah-olah diriku menjadi Mentari.
2022-02-24 20:38:52
1
user avatar
Fbrmanda
Hallo, selamat datang di cerita pertamaku. Jangan lupa tinggalkan komentarnya, ya. Kalau ada saran, kritik, dan sebagainya Author akan dengan senang hati menerima. Terima gaji ...
2022-02-17 18:27:09
3
41 Bab
Chapter 1 : Bilik Penjara
Semuanya nampak baik-baik saja ketika seorang gadis berjalan di tengah teriknya matahari. Senyum mengembang, wajah ceria, dan bibirnya yang lumayan tebal menyenandungkan lirik lagu yang sudah ada di luar kepala.Hingga sebuah mobil Jeep hitam menepi di pinggir jalan dan menyita perhatiannya. Satu orang turun dan hal itu membuat dahinya berkerut.Tak ada yang aneh, pria bule itu hanya menanyakan alamat dengan logat berantakan, awalnya. Namun, ketika suasana sepi, pria bertopeng ketenangan itu menunjukkan wujud aslinya.Sebuah pistol dengan moncong yang menyasar pada kening sang gadis siap memuntahkan timah panas. Mungkin, jika sang gadis sedang bernasib sial, telunjuk si bule akan langsung mengakhiri kisahnya."Diam atau kami tidak segan melukaimu!" bisiknya sambil menempelkan kain bernoda bius dengan tangan lain. Wajah gadis belia yang kini memberontak itu memucat.Alih-alih ingin melawan, gadis itu justru melemas karena efek obat yang ia terima. I
Baca selengkapnya
Chapter 2 : Pria Mata Elang
Ketika sosok itu sampai di depan bilik penjara milik Mentari, degup jantung gadis belia itu semakin tak terkendali. Dadanya sesak, seolah pasokan oksigen di dalam ruangan semakin menipis karena tersedot sepenuhnya. Maxime D'alterio, begitu nama ketua dari orang-orang yang sempat menculik Mentari dan yang lainnya. Sosok pemilik mata setajam elang dan tubuh proporsional, sekaligus pria yang ahli dalam hal mengintimidasi. Mentari meneguk ludahnya berat ketika sosok menjulang itu menoleh ke arahnya. Pandangan mereka sempat bertemu. Anehnya, Mentari kesulitan mengalihkan perhatian. Matanya terkunci untuk terus menyelami netra tajam milik Max. Pria bule yang jauh lebih memikat para kaum hawa dibanding pria-pria lainnya. "Tampan," gumam Mentari tanpa sadar.Namun, deheman dari seseorang di seberang, memutuskan kontak mata di antara mereka karena Max langsung mengalihkan atensinya pada Sakha. "Jadi kau, pria yang sejak tadi dibicara
Baca selengkapnya
Chapter 3 : Neraka Dunia
Enam truk dan sebuah Jeep hitam yang menjadi pemimpin berjalan konvoi ke sebuah daerah di kaki gunung. Lebatnya hutan menjadi saksi bagaimana para korban itu bergelung dalam rasa takutnya. Dua jam berlalu, semua kendaraan itu memasuki gerbang yang di baliknya berdiri rumah lima lantai. Kemegahan senantiasa menyambut. Namun, tak ada yang pernah tahu, apa yang sebenarnya tersembunyi di balik kata 'megah' itu sendiri. Para korban dikeluarkan secara paksa kemudian diseret masuk. Masing-masing dari mereka diperintahkan untuk berbaris di ruang utama. Kain penutup mata dibuka dan mereka diharuskan tetap bungkam. Tak boleh bersuara apalagi melawan.Lagi, suara sepatu menggema di lantai marmer. Meskipun pesona seorang Max mampu memikat mata, tetapi kebanyakan tak ada yang bernyali besar untuk membalas tatapan tajam dari mata elang itu. Seorang pria menggeser kursi lalu membersihkannya dengan tissue. Max duduk dengan satu kaki bertumpu di atas kak
Baca selengkapnya
Chapter 4 : Duka Para Tawanan
"Huweeek! Huweeek!" Rasanya sudah habis tenaga Mentari untuk memuntahkan isi perutnya yang bergejolak. Ia lemas. Makanan basi itu nyatanya memang tidak cocok dikonsumsi. Lambungnya tak menerima sekali pun ia memaksa. Sudut ruangan adalah tempat yang ia pilih. Mentari sudah tak tahan sementara tidak terdapat toilet di ruangan sempit ini. Ia sendiri enggan untuk meminta bantuan pada para penjaga. Bisa jadi, mereka justru akan menyuruhnya untuk memakan kembali muntahan yang telah keluar. Mentari terduduk di lantai dengan punggung bersandar pada dinding. Napasnya terengah-engah dan keningnya dipenuhi keringat. Wajah ayu yang semula berseri kini berubah pucat serupa mayat hidup. Mentari memejamkan matanya untuk mengatasi rasa pusing yang tiba-tiba menyerang. Hingga tanpa sepengetahuannya pintu ruangan terbuka bersamaan dengan seseorang yang masuk ke dalam. Kini sedikit berbeda. Langkah tegap yang biasanya mampu mengintimidasi, sekarang
Baca selengkapnya
Chapter 5 : Melarikan Diri
"Kau ingin melarikan diri? Apa kau sudah gila? Ini adalah sarang iblis. Ada banyak penjaga di sini dan pasti tidak mudah untuk melarikan diri. Jika kita tertangkap, entah apa yang akan terjadi pada diri kita, Shaka," bisik Mentari kali ini sedikit bersuara. Ketakutan Mentari bukan tidak beralasan. Bila Max saja mampu membuat para tawanannya hidup serupa di neraka, maka bukan tidak mungkin dia juga akan bertindak lebih pada mereka yang berniat melarikan diri. "Apa maksudmu? Apa kau tidak ingin pergi dari sini? Apa kau ingin disiksa setiap hari? Dijadikan wanita sewaan lalu jika kau menolak kau akan diberi cambukan lima puluh kali?" Shaka menggeleng pelan. "Tidak, Mentari, ini adalah kesempatan kita. Kita harus melarikan diri dari sini sebelum hidup kita benar-benar dibuat hancur. Ayo!" Shaka menarik pergelangan tangan Mentari, tetapi gadis itu tetap dalam posisinya. "Shaka, aku–" "Kita tidak punya banyak waktu, Me
Baca selengkapnya
Chapter 6 : Darah di Permukaan Daun
Waktu kian berlalu. Tirai kegelapan yang menutupi sebagian bumi mulai tersingkap. Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah dedaunan perlahan membuat suasana hutan menjadi terang. Berjam-jam kedua anak manusia itu berlari tak kenal lelah. Tanpa tujuan dan buta arah. Niat mereka sudah bulat. Meskipun resiko besar tengah mengintai, mereka tetap tak menyerah. Pergelangan Mentari terasa seperti akan lepas. Kram yang ia rasakan sudah tak terhitung lamanya. Napasnya yang tak beraturan dan tenggorokan yang menyekat ia kesampingkan demi sebuah kata 'bebas' dari gelar sang Tawanan. Sreeet!Ranting pohon menggores telapak kakinya hingga menimbulkan luka yang cukup dalam. Ujung celana panjang yang Mentari kenakan juga sedikit koyak. Gadis itu berhenti dan mendesis pelan. Ia menarik Shaka agar mengetahui keadaannya. "Berhenti sebentar. Kakiku ... kakiku terluka, Shaka," kata Mentari dengan napas terengah-engah. Dia dudu
Baca selengkapnya
Chapter 7 : Hampir Tertangkap
Rasa lelah yang melingkupi membuat dua orang itu langsung berjalan ke arah sungai. Shaka membantu Mentari yang masih berjalan terpincang-pincang. Mereka berjongkok di pinggiran sungai kemudian meminum airnya. "Cepatlah! Mereka bisa datang kapan saja." Shaka berdiri lebih awal setelah menuntaskan dahaganya. Memperhatikan keadaan sekitar yang amat sepi dan lengang. "Aku ... aku lelah sekali. Tidak bisakah kita berhenti sejenak untuk beristirahat?" Ia duduk di atas batuan kering sembari meluruskan kakinya. Shaka bertolak pinggang dan berbalik. Wajahnya juga terlihat lelah. Akan tetapi, tak ada sedikit pun niatan untuk mengabulkan permintaan Mentari. Baginya, saat ini waktu terasa amat mencekik. Anak buah Max bisa datang kapan dan darimana saja. "Kita baru akan beristirahat setelah kita menemukan jalan raya dan terbebas dari sini." Satu helaan napas panjang lolos dari bibir tebal Mentari. Ia mengurut kakinya yang terasa kr
Baca selengkapnya
Chapter 8 : Timah Panas
Di kedalaman jurang yang dipenuhi semak belukar. Tempat yang mungkin saja menjadi sarang ternyaman para ular beracun yang tengah mencari mangsa. Di sanalah kedua anak manusia berbeda jenis kelamin itu tergeletak mengenaskan dengan beberapa luka menganga yang masih mengeluarkan darah segar. Matanya masih terpejam. Begitu damai seolah kelopak mata keduanya tidak akan terbuka lagi. Hingga Shaka yang mengawali. Netranya bergerak-gerak dan tak lama kemudian terbuka. Terdengar desisan kecil dari bibirnya yang menandakan bahwa ia tak baik-baik saja. Luka-luka di sekujur tubuhnya pasti menimbulkan rasa sakit yang amat sangat. Apalagi, ada sebuah peluru yang kini masih bersarang di betisnya.Meskipun begitu, pemuda dua puluh lima tahun itu tetap berusaha bangun untuk memeriksa keadaan sekitar. Matanya terperangah ketika mendapati tubuh Mentari yang tergeletak tak jauh darinya. Gadis itu masih belum sadarkan diri. Kepalanya berdarah, beberapa bagian dari pakai
Baca selengkapnya
Chapter 9 : Binatang Buas
Kedua insan itu mematung dengan bibir terbuka dan pupil membesar. Tubuhnya kaku mematung di tempat. Meskipun mereka masih berpegangan tangan, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa jantungnya berdebar-debar. Membuat lidah mereka terasa kelu hingga tak sanggup untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Secara refleks, mereka berjalan mundur. Genggaman dari tangan Shaka semakin menguat untuk menghilangkan rasa takut dalam benak Mentari. Di detik selanjutnya, pemuda dua puluh lima tahun itu menoleh dan membuat gadis di sampingnya juga melakukan hal serupa hingga pandangan mereka bertemu. "Shaka, harimaunya ...," lirih Mentari nyaris menyatu dengan desisan angin. Dia meneguk ludahnya yang terasa berat dan kembali mengalihkan perhatian pada hewan besar di depan sana. Ini memang hari yang sial bagi mereka. Setelah selamat dari maut karena terjatuh dari jurang, kini mereka harus dihadapkan pada harimau besar yang sedang kelaparan. Jaraknya hanya sek
Baca selengkapnya
Chapter 10 : Hukuman
Mentari membuka matanya secara perlahan-lahan. Menyesuaikan cahaya sekitar yang terasa menusuk retinanya. Pusing yang teramat sangat tiba-tiba mendera hingga gadis itu kembali memejamkan mata sembari mendesis. Saat merasa lebih baik, Mentari baru sadar akan suasana sekitar. Pandangannya langsung jatuh pada pria yang duduk dengan jarak lima meter di hadapannya. Terlihat sangat angkuh karena ia menaruh salah satu kaki di atas kaki yang lain. Asap mengepul dari rokok yang tersemat di antara jemarinya. Seolah menunjukkan bahwa dialah yang paling berkuasa di sana.Mentari berdecih. Pandangannya bergulir hingga sampai pada kondisinya saat ini. Terduduk di sebuah kursi kayu dengan kedua tangan terikat ke belakang. Tidak ada siapapun selain mereka berdua. Padahal ruangan yang saat ini dia tempati adalah aula yang cukup besar. Hatinya bertanya-tanya. Kemana Shaka dibawa pergi? "Apa kau mencari temanmu itu?" Max buka suara membuat asap keluar dari mulut dan hi
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status