CINTA SUAMIKU UNTUK WANITA LAIN

CINTA SUAMIKU UNTUK WANITA LAIN

By:  lasminuryani92  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.8
14 ratings
72Chapters
83.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pernikahan yang terlihat sempurna ternyata menyimpan lubang yang begitu besar. Apa kurangnya dengan pernikahan Halwa? Ia memiliki suami yang baik, bertanggung jawab dan sudah dikarunia anak laki-laki yang cerdas. Ekonomi? Lebih dari cukup untuk kehidupan tiga orang, suami dan istri bekerja, ekonomi tidak pernah kurang. Jika dilihat dari kaca orang lain pernikahan mereka adalah mimpi bagi sebagian wanita, pernikahan yang terlihat sempurna tanpa cacat. Namun, ternyata ada hal yang tidak bisa di dapat, yaitu: 'Cinta' Pernikahan Halwa dan Rian, meski sudah di habiskan dalam waktu 8 tahun dengan buah hati mereka tidak bisa menutupi lubang cinta dari hati laki-laki itu. Cinta dalam hatinya tetap kosong, meski ia mengakui istrinya begitu baik dengan buah hati mereka yang cerdas. Kebaikan Halwa selama 8 tahun ini tidak bisa menggeser posisi Riana_wanita pertama yang dicintai suaminya. Pernikahan yang dia anggap baik-baik saja, ternyata menyimpan lubang yang besar. Sedangkan Riana setelah 8 tahun menghilang akhirnya kembali. Membalas pesan e-mail yang selalu dikirimkan Rian selama ini. Apa yang akan terjadi dengan pernikahan tanpa cinta ini? Ikuti kisahnya ya ....

View More
CINTA SUAMIKU UNTUK WANITA LAIN Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Arbell
...️...️...️...️...️
2023-06-21 22:51:58
0
user avatar
Arbell
...️...️...️...️...️
2023-06-18 19:59:33
0
user avatar
Mustika Dyah S
Sudah selesai d baca . d hapus
2022-09-02 17:55:01
0
user avatar
fanny tedjo pramono
ceritanya bagus ditunggu bab selanjutnya guys
2022-07-20 18:35:11
0
user avatar
fanny tedjo pramono
sy tunggu bab selanjutnya guys
2022-07-09 16:39:33
1
user avatar
kiki arsyad
cerita yang menarik
2022-07-09 11:22:10
1
user avatar
fanny tedjo pramono
semangat update ditunggu guys
2022-06-23 16:39:09
1
user avatar
fanny tedjo pramono
sy tunggu update guys
2022-06-18 14:17:47
1
user avatar
fanny tedjo pramono
semangat update ditunggu guys
2022-06-16 10:27:54
1
user avatar
Wahyuni
hai.. mau tanya apa novel ini up tiap hari? soalnya udah males terjebak dgn novel yang jarang up ...
2022-06-15 21:39:42
1
default avatar
Trial48801072
cerita yg menarik
2022-06-15 14:22:26
1
user avatar
fanny tedjo pramono
ceritanya bagus ditunggu bab selanjutnya guys
2022-06-15 11:41:01
1
user avatar
serenjiepity
Baguuuus ceritanya. ...
2022-05-17 19:43:31
1
user avatar
Linna Dharmastutik
semangat terus thor
2022-06-18 00:14:24
0
72 Chapters
Pesan E-Mail
"Mah, ke sini dech," panggil anakku yang baru berusia 7 tahun. "Ada apa, Dek? mamah siap-siap dulu udah kesiangan," jawabku sembari mengoleskan lipstik. "Lihat deh, Mah. Papah buat surat-suratan kaya adek di Sekolah," lanjutnya. "Surat-suratan?" tanyaku masih belum menghiraukannya. "E-ma-il." Anakku membaca dengan terbata. "Oh, mungkin Papah mengirim pekerjaannya lewat e-mail, Dek," jawabku lagi. Menyambar tas yang tersimpan di atas lemari. Aku keluar dan tidak melihat anakku lagi, layar laptop Mas Rian masih menyala pada aplikasi e-mail yang terbuka. Tumben laptop Mas Rian masih menyala padahal dia sudah berangkat kerja, biasanya ia tidak pernah membiarkan Bian_anak kami menggunakannya. Aku meraihnya dan hendak mematikan laptop tersebut, tapi hati tiba-tiba merasa penasaran dengan surat yang dikatakan Bian sebelumnya
Read more
Riana_Maharani
"Ada yang salah, Mbak?" tanyanya menyelidik. Binar matanya memancar indah, dengan lesung pipit yang mengembang. Aku menggeleng pelan, dan memberikan bukti pembayaran itu. "Terimakasih kalau begitu, saya duduk dulu," lanjutnya. Ia berjalan, lalu kembali menoleh, melempar senyum, menanggapi kecanggung hatiku yang tidak bisa mengontrol rasa. Pesanannya telah selesai, aku segera mengambil alih dari Waiters dan memutuskan untuk menghidangkannya sendiri. "Permisi," ucapku pada keduanya. Mereka berbalik dan memberikan senyum yang begitu manis. Jika tidak salah menebak anak di depanku ini seumuran dengan Bian. "Ini pesanan anak ganteng," kataku menyodorkan kentang goreng yang ia minta sedari tadi. Anak lelaki itu meraihnya, matanya berkaca-kaca dan terlihat bahagia. "Terimakaih tante," jawabnya halus. Aku sedikit membungkuk untuk menyapanya.
Read more
Sepi yang Baru Kusadari
Persiapan makan malam sudah terhidang di meja, aku menunggu bersama Bian di meja makan.  Ini sudah pukul 19.00 kami hanya berdua karena Bi Asih pulang saat sore dan kembali pagi hari. "Mah, Papah masih lama ya?" protes Bian nampak bosan. "Bian lapar, Nak?" Anak usia 7 tahun itu mengangguk, aku kembali menoleh jam. Sudah pukul 19.30 deru suara mobil Mas Rian masih belum terdengar. Aku menatap Bian yang menahan rasa laparnya, lalu mengambil piring dan menyiduk makanan. "Makanlah sayang," ucapku sembari menyodorkan piring. Bian menatapku iba, "Mamah, nggak makan?" "Hm ... Mamah belum lapar. Jadi, mau menunggu Papah pulang," jawabku dengan senyum yang mengembang, tepatnya dipaksakan. Aku melihat bagaimana anak itu makan dengan lahap, menghabiskan makanannya dan mencium pipiku sebelum beranjak per
Read more
Hatiku Mencelos
Bola mata lelaki itu bergerak perlahan, mencoba memahami perasaan yang aku sembunyikan, lalu tatapannya meneduh, mengambil tanganku dan menggenggamnya. "Tidak semua hal yang kita inginkan bisa dimiliki, kamu sudah mendapatkan banyak hal yang tak sebanding dengan apa yang kamu inginkan." "Tidurlah, ini sudah malam," ucapnya sebelum pergi, mengelus rambut Bian, dan berjalan keluar. "Mah," panggil Bian membuyarkan lamunan. Aku baru saja mencoba memahami perkataan yang Mas Rian utarakan. Anak lelaki itu menyelusup dalam pangkuan, menempatkan dirinya agar bisa berbaring. "Aku punya Papah dan Mamah, itu jauh lebih berarti dari segalanya," ucapnya sembari memandang wajahku yang masih memikirkan perkataan Mas Rian. Tak bisa disangkal Bian anak yang cerdas, ia pandai membaca situasi, memahami perasaan orang tuanya. "Tidurlah sayang." Aku mengelus
Read more
Apakah itu Kamu, Mas?
Mendengar ucapan Bian, Riana terlihat kaget sama sepertiku, namun ia segera menyunggingkan senyum indahnya. "Kamu anak yang manis dan baik sayang," jawab Riana menanggapi, "kalian akan jadi teman yang saling menguatkan." Lanjutnya. Aku melihat kebaikan dan kasih sayang yang dipancarkan Riana. Ia sosok wanita yang baik, seandainya ia bukan wanita yang menempati hati suamiku. Kami pasti akan sangat dekat. Aku menitipkan Bian pada Riana dan meninggalkan mereka sebentar karena ada hal yang harus diselesaikan di cafe. Riana setuju dan berkata agar aku tidak khawatir, di cafe ada seorang wanita yang membuat keributan, menumpahkan makanan pada wanita lain yang lebih awal datang dengan seorang pria. "Kamu sudah gila, hah!" sentak sang pria. "Kamu yang gila Mas, bermain wanita di belakangku. Kamu lupa aku baru saja melahirkan anakmu!" teriaknya, meraih rambut wanita i
Read more
Kamu sudah banyak barbohong, Mas!
"Mas," gumamku lagi tak percaya. Kedua bulu alisnya yang terbal menyatu seperti ulat bulu. Tubuhnya yang tinggi berdiri tepat di hadapanku. "Apa yang terjadi?" "Tidak." Gelengku cepat. "Ini sungguh kamu kan, Mas?" Kali ini bukan hanya bulu alisnya yang menyatu, dahinya pun ikut berkerut. "Dari mana kamu, Mas?" "Aku?"  "Iya, Mas, dari mana?" "Dari gedung sebelah, ada rapat." "Oh, ya," jawabku menggaruk kepala yang tidak gatal. "Kamu mau makan?" tanyanya, setelah ia menyadari kami berdiri di depan resto saat ini. "Nggak." Aku kembali menggeleng. Memegangi wajahnya yang akan melihat ke dalam restoran. "Mas bisa menemani sebentar jika kamu ingin makan," ucapnya lagi hendak berbalik badan. Sigap aku segera mengalungkan tangan ke lehernya. Melirik ke arah r
Read more
Di dalam Figura Foto (1)
Mendengar kebohongan Mas Rian aku enggan menanggapi, membiarkannya berbicara sendiri."Bu, kerusakannya cukup parah, mobil harus kami bawa ke bengkel," seorang petugas derek tiba-tiba memberitahu."Oh begitu.""Terus ke rumah Kakeknya gimana Mah? Papah juga nggak datang," ucap Bian terdengar sedih.Aku memeluk Bian, mengikuti petugas derek untuk melihat kerusakan ban mobil."Mamah juga bingung sayang," jawabku pelan. Sungguh Mas Rian benar-benar tega membiarkan kami terlantar di jalanan seperti ini dan dia lebih mementingkan bertemu dengan wanita yang sangat ingin ditemuinya itu."Halwa."Seseorang memanggil dari arah samping. Aku segera menoleh. "Radit, kok bisa di sini?" "Kebetulan lewat, perasaan kenal, jadi aku memutuskan untuk turun," jelasnya sembari melihat mobilku yang sedang berusaha di angkat petugas derek."Kenapa mobilnya?" tanyanya lagi."Aku hilang fokus, mobil oleng masuk gorong-g
Read more
Di dalam Figura Foto (2)
Sampai di rumah ayah dan ibu mertua, kami disambut dengan bahagia oleh mereka. Kebahagiaan itu terpancar jelas dari wajah ayah menyambut kedatangan Bian. Sedangkan aku mengobrol bersama ibu dan Sindi."Ibu sangat senang kamu datang," ucap ibu berkali-kali, matanya hampir berkaca-kaca saat melihat Bian tumbuh sehat dan ceria."Meski ...." Ucapannya terjeda. Aku tahu, ibu pasti mengharapkan Mas Rian datang."Besok, Mas Rian akan datang untuk menjemput Bu," jawabku membesarkan hatinya."Untuk apa? kalau dia datang hanya untuk sekedar menjemput dan langsung pergi," ucap Ibu lagi. Nampak terlihat kekecewaan dari raut wajahnya."Ini sudah malam Bu, biarkan Mbak Halwa beristirahat." Sindi menimpali, mengelus lengan ibunya."Ya sudah, kamu istirahat ya." Ibu akhirnya keluar dari kamar. Aku tidur di kamar Mas Rian saat ia masih di rumah ini, masih nampak rapi dan terurus."Mbak kasian sama Ibu, ia pasti sangat merindukan anaknya.
Read more
Hadiah di Waktu Tak Tepat (1)
"Ini hanya masa lalu," ucapnya pelan. Mengumpulkan lembaran foto itu dan menyimpannya di atas nakas. Ia berjalan mendekat, duduk di ujung tempat tidur. Aku masih diam, menyembunyikan tangisku dalam sunyi. "Hei, sudahlah, itu hanya foto lama yang lupa aku buang," lanjutnya lagi, beringsut mendekat. "Lepaskan!" Aku menepis tangannya yang mencoba menyentuh lengan. "Bukankah sudah kubilang jangan ke rumah ini," ujarnya lantang tak ingin menerima penolakan. Aku terbangun dan menatapnya, "Kenapa? agar aku tidak tahu kelakuanmu?" "Kelakuan apa? sudah kukatakan foto itu hanya masa lalu." "Masa lalu yang sengaja Mas simpan dengan baik di hati dan kamar ini?" jawabku memalingkan wajah. "Aku hanya lupa membuangnya Halwa, itu saja," belanya lagi. "Heum! lupa." Aku berdecak. 
Read more
Hadiah di Waktu Tak Tepat (2)
Deru suara mobil terdengar di halaman, aku segera membawa Bian keluar. "Hentikan Halwa!" Tanganya mencoba meraih. "Ayo sayang kita pulang," ajakku pada Bian. "Kamu mau pulang? mari pulang sama Mas, bukan sama orang lain." Tangan Mas Rian menarik lengan Bian. "Mamah," rengek Bian mencoba menolak. "Lepaskan Bian Mas, dia kesakitan!" "Aku tidak akan melepaskan kalian." Aku kembali menghampiri, menatap bola matanya. "Kalau begitu lupakan Riana, dan cintai aku!" ucapku menekan. "Aku tidak bisa." "Heum. Egois kamu Mas!" Kutarik Bian dan melangkah lebar menuju mobil Radit. "Halwa, kamu mash istriku!" cegatnya lagi. "Tinggalkan dia! jangan ikut campur urusan keluargaku," sentak mas Rian pada Radit agar ia kembali. Radit ya
Read more
DMCA.com Protection Status