Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon

Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon

By:  Anggarani  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
8 ratings
51Chapters
79.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kenapa aku mendengar suara desahan suami saat di telefon? Apa yang sedang ia lakukan saat aku tinggal merawat anakku yang terkena hidrosefalus?

View More
Suara Desahan Suami Saat Aku Telepon Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Febri Vebiola
good story
2022-07-29 23:13:50
1
user avatar
🅻︎🅸︎🆉︎_🅰︎
ceritanya bagus.. seru banget ngikutin bab per babnya.. berharap ada extra part, pengen tau Bu Zainab kayak apa..
2022-07-20 01:01:09
0
user avatar
yenyen
endingnya ngakak
2022-06-25 15:01:01
0
user avatar
AngelRos
Ceritanya bagus Thor.. tp endingnya terasa menggantung...perlu extra part u menceritakan kebahagiaan Kiran & Lukman & Anak2.. pun Pov ttg Agung... dia jg berhak bahagia...
2022-06-22 01:41:32
2
user avatar
Siez
ceritanya bagus banget thor...️...️...️
2022-05-25 21:13:38
0
user avatar
Erna Rosmawati
ceritanya bagus
2022-05-12 03:21:48
0
user avatar
Farida Djimang
dua puluh ribu rupiah
2022-05-05 22:31:41
0
user avatar
Mina
Seru ... lanjut
2022-05-03 20:12:52
0
51 Chapters
Suara Desahan Suami di Telepon
Kiran berjalan bolak-balik di teras rumah sakit. Sudah pukul satu siang dan ia belum juga mendapat balasan pesan dari Agung, suaminya. Kesal, padahal sudah dari kemarin ia mengirim pesan kepada Agung agar segera mengantarkan uang kepadanya.Menunggu anak yang sedang dirawat bukanlah hal yang mudah bagi Kiran. Ditambah lagi, ia harus tinggal terpisah dengan suaminya.Kiran harus menginap di rumah singgah yang lokasinya dekat dengan rumah sakit tempat Malika dirawat. Malika memang tidak selalu menginap di rumah sakit, tetapi kondisinya sering tidak menentu. Seperti saat ini, Malika harus kembali dirawat.Kiran memutuskan segera menelfon Agung saat melihat keadaan dompetnya yang mengenaskan. Ia terus mengulang panggilan beberapa kali, tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Kiran masih menunggu di jalur telefon sambil melihat kembali isi dompetnya. "Uangnya enggak cukup buat makan," ucap Kiran saat melihat dompetnya yang hanya tersisa lima belas r
Read more
Tetangga Terpercaya
Kiran hendak menelfon Agung kembali, ia penasaran ingin memastikan apa yang sedang suaminya lakukan sampai mendesah seperti itu? Tidak mungkin Agung sedang makan seblak level sepuluh. Kiran tahu, Agung jelas-jelas tidak bisa makan masakan pedas.  Ia harus pulang sekarang juga. Namun, ia urungkan mengingat kondisi dompetnya. Lima belas ribu hanya cukup setengah perjalanan saja. Lagipula sepertinya percuma. Jika apa yang ada di otaknya itu adalah sebuah kebenaran, maka hal itu telah terjadi. Kiran percaya akan perasaannya, ditambah lagi dengan analisa yang Nunik katakan. Kiran menghapus air mata kemudian mengucap terima kasih terhadap Nunik atas nasi bungkusnya. Ia bilang, ia hanya kelelahan menghadapi hal ini sendirian. Nunik mengangguk mengerti. Nunik pun minta maaf karena merasa telah melontarkan kata-kata yang membuat Kiran cemas dan meninggalkan Kiran karena ia ingin meli
Read more
Tidak Mudah Dipercaya
 Jadi apakah benar Agung ada main dengan Caca? pikiran itu kembali membuat Kiran melamun di dalam mobilnya Lukman. "Mbak. Mbak Kiran. Enggak jadi turun, Mbak?"Lukman menegur Kiran hingga beberapa kali sampai Kiran sadar. "Eh, iya, Pak Lukman. Sudah sampai kan, Bapak bisa turun sekarang." "Lho?" "Eh, kenapa jadi saya yang nyuruh Bapak turun dari mobil ya? Duh, maaf ya, Pak. Pikiran saya lagi ruwet." Lukman tertawa kecil melihat tingkah Kiran. "Saya permisi ya, Pak. Sekali lagi maaf. Terima kasih juga." Lukman mengangguk dan tersenyum saat Kiran turun dari mobilnya. Namun, belum sempat ia menyalakan mesin mobilnya kembali, Kiran sudah berada di samping mobil sambil mengetuk kaca jendela mobilnya. "Ada apa lagi, Mbak Kiran?" tanya Lukman sambil menurunkan jendela mobilnya. "Pak L
Read more
Fitnah Atau Fakta
Lukman menatap kepergian Kiran dengan bingung. Apa maksud Kiran? Apa Kiran mengetahui sesuatu tentang Caca? Lukman memarkir mobilnya kemudian turun. Tidak ada salahnya jika ia sekalian mampir ke tempat Caca karena sudah berada di sini. Lukman memasuki gang, dari kejauhan ia melihat Caca berjalan tergesa sambil membawa kantong belanjaan hingga tidak sempat melihat dirinya. Di belakang Caca, Lukman melihat Kiran berdiri sambil bertolak pinggang. "Apa mereka habis berantem, ya?" tanya Lukman pada diri sendiri. Lukman kembali berjalan menuju ke rumahnya. Ia berdiri sejenak di depan pagar, melihat Kiran yang sedang diteriaki oleh pemilik warung. "Berarti benar, mereka berantem." Lukman segera masuk ke rumah dan langsung mencari Caca tanpa bersuara. Kepalanya masih dipenuhi berbagai macam tanda tanya. Lukman mendapati Caca sedang berdiri di dep
Read more
Kehebohan di Sore Hari
Berdegup kencang, irama jantung Agung saat ini tidak seperti biasa. Ia kesal, tetapi juga tidak dapat melampiaskan amarahnya atas sikap Kiran yang sedari tadi teriak-teriak, ikut campur urusan rumah tangga orang.Awalnya ia mengira sikap Kiran hanya penyaluran dari kejenuhan karena terlalu lama berada di rumah sakit dan rumah singgah. Namun kini ia sadar, Kiran sedang memojokkan dirinya."Fitnah? Kalau kamu merasa ini fitnah sebaiknya kita dengerin kisahnya Caca. Buktikan! NAMA KAMU DISEBUT APA NGGAK DI SANA???"Bentakkan Kiran tepat di telinga membuat Agung menarik napas dalam. Ia menahan diri agar tidak membalas sikap Kiran. Ia tidak mau memberikan siaran gratis lain kepada tetangganya."Ish ... Apa sih, Mbak Kiran? Nggak mau kalah ya sama Mbak Caca? Ikut teriak-teriak begitu," celetuk Bu Wati.Kiran masih menatap sinis ke arah Agung, mereka saling memberi tatapan saling menyalahkan."Mbak Kiran, m
Read more
Kondisi Kritis
Caca terdiam di sudut keramaian rumahnya. Ia menunduk. Pasrah dengan nasib yang akan ia jelang. Dalam hati ia terus meratapi kebodohan yang telah ia lakukan.Suara-suara yang terdengar di telinganya saat ini terdengar seperti suara tawon yang sedang berkerumun. Bising. Membuat kepalanya pusing. Selain percakapan Lukman dengan pengurus RT, suara Kiran termasuk dalam suara yang jelas tertangkap di telinga Caca.Caca melirik ke arah Kiran. Suara dan tingkah perempuan itu sangat menyebalkan. Andai saja tadi ia tidak menerima telefon dari Kiran, maka kejadian seperti ini tidak akan pernah ada."Saya minta maaf atas keributan ini, Pak RT. Ini salah saya, karena nggak bisa mendidik istri saya dengan baik," ujar Lukman.Caca melirik ke arah Lukman. Laki-laki itu sadar juga rupanya. Jika saja, Lukman bisa terus berada di sampingnya mungkin ia tidak akan pernah terjerat pesona lelaki lain. Tapi, benarkah? batin Caca terus
Read more
Keadaan Malika
"Kiran! Malika kritis!" teriak Agung sambil memperlihatkan ponselnya yang baru saja menerima pesan dari salah satu petugas rumah sakit.Kiran segera menoleh ke arah Agung. Dunianya kini terasa berhenti berputar. Ia segera memeriksa saku bajunya, mengambil ponsel dan melihat pemberitahuan yang tertera di layar kemudian ia menatap Agung dengan tatapan panik."Malika. Astaga. Gimana ini? Malika. Antar aku ke rumah sakit sekarang, Mas. Sekarang. Cepat!"Tanpa peduli hal lainnya lagi, Kiran segera menarik Agung keluar dari rumah Caca. Kemudian Agung segera mengambil motor dan membawa Kiran ke rumah sakit.Kiran memegang pinggang Agung dengan erat. Kemarahannya meluap, berubah menjadi sebuah ketakutan dan penyesalan. Bagaimana jika semua sudah terlambat? Bagaimana jika nanti ia tidak sempat bertemu kembali dengan Malika."Ampuni, Hamba, Ya Allah. Beri hamba kesempatan bertemu kembali dengan putri hamba."K
Read more
Jangan Bunuh Dia, Mas
Mencintai orang yang salah? Atau menikmati cinta milik orang lain? Bagaimana caranya mengenali perasaan sendiri?Banyak orang bilang, cinta diuji saat pasangan menghadapi kesulitan. Apakah kita akan memilih tetap bersama atau pergi meninggalkannya."Ca, bagaimana keadaan kamu?" tanya seorang lelaki di depan pintu rumah Caca dengan napas tersengal-sengal.Lelaki itu menembus orang-orang yang sedang berkerumun di gang depan rumah Caca.Caca menatap laki-laki itu dengan tatapan tidak percaya.'Dia datang. Bod*h. Bisa saja kita berdua mati di sini,' batin Caca saat melihat wajah laki-laki itu.Caca menggeleng sambil menatap mata laki-laki itu. Satu sisi Caca menyukai kemunculan laki-laki yang ia cintai, dengan begitu, ia tahu bahwa cinta tidak bertepuk sebelah tangan. Laki-laki itu bukan hanya menginginkan tubuhnya saja. Laki-laki itu berani bertanggungjawab atas kebersamaan yang telah mereka lakukan.
Read more
Bikini Putih Bikin Nyeri Hati
Kiran kembali tidur di ruang tunggu dengan perlengkapan seadanya, di depan ruang ICU bersama ibu-ibu lain yang bernasib sama dengannya.Baginya sikap Agung masih penuh dengan teka-teki. Jika memang Agung harus bekerja dua kali, itu memang membuatnya merasa bersalah karena telah menuduhnya macam-macam. Sikap Agung yang menolak Kiran untuk pulang bersamanya malam ini juga masih mengganjal di hati Kiran."Nggak bisa tidur, Mbak Kiran?" tanya Nunik."Eh, iya nih, Bu.""Suster bilang apa tadi?""Besok anak saya dioperasi, Bu," Kiran bangkit dari posisi tiduran dan duduk tetap berselimut.Nunik hanya mengangguk, di sini berita tentang keluar masuk ruang operasi adalah hal yang biasa mereka bicarakan. Hal itu tentu jauh lebih baik daripada membahas tentang pemakaman."Semoga kita mendapatkan hasil yang terbaik ya, Mbak Kiran.""Iya, Bu.""Jangan terlalu khawatir, Mbak. Kita semua
Read more
Pemilik Bikini Putih
Agung membalas senyuman Kiran saat mengantarnya ke parkiran motor. Ada sedikit rasa lega saat Malika telah melewati operasi dan masalah Kiran pun berhasil ia atasi.Agung mulai meninggalkan rumah sakit. Namun, belum seberapa jauh ia menghentikan motor karena ponselnya berbunyi."Hallo, Gung," sapa seorang perempuan di balik telefon."Ya," jawab Agung."Bikini warna putihnya ada di tas pakaian istri kamu!""HAH???"Jalur telefon itu tak lagi terhubung. Tanpa memikirkan hal lain, Agung segera menghubungi Kiran."Ran," panggil Agung saat telefon mereka tersambung."Ya, Mas.""Tas baju belum kamu apa-apain kan?"Agung menunggu jawaban Kiran dengan jantung kebat kebit. Baru saja ia berhasil membuat Kiran yakin kalau dia tidak bermain gila di belakang istrinya itu."Oh, belum, Mas. Aku belum sempet periksa. Kenapa?"Agung bernap
Read more
DMCA.com Protection Status